Mitologi vampir dan persepsi simbol kristen-katolik berakar pada novel Bram Stoker tahun 1897 yang berjudul Dracula
Diakonia.id – Senjata terbaik melawan vampir adalah salib, paling tidak, hingga saat ini, tulis Susanah Clements, seorang penulis buku The Vampire Defanged.
Dalam sejumlah dongeng vampir tradisional, salib dan simbol-simbol kristen lainnya dinilai efektif melawan mereka. Karena, dalam hal ini, vampir dianggap sebagai makhluk yang jauh dari Tuhan atau juga anti-Tuhan, dan hanya kekuatan Tuhan saja yang dianggap mampu melawan kekuatan gelap vampir.
Vampir atau dracula adalah tokoh dalam mitologi dan legenda yang hidup dengan memakan intisari kehidupan (biasanya dalam bentuk darah) dari makhluk hidup lain.
Karakter vampir dan kisah tentang makhluk halus sudah ada sejak jaman Mesopotamia dan Yunani Kuno. Namun, sosok vampir seperti yang kita tahu saat ini, baru muncul pada awal 1700-an, ketika penduduk asli dan orang asing sama-sama mulai merekam cerita rakyat dan takhayul dari Balkan, yang menyatakan bahwa negara-negara Eropa timur akan menjadi rumah bagi vampir paling terkenal sepanjang masa: Count Dracula.
Sementara itu, jika diturut asal mulanya, mitologi vampir dan persepsi simbol kristen-katolik berakar pada novel Bram Stoker tahun 1897 yang berjudul Dracula. Stoker mempopulerkan kisah vampir dalam budaya barat dan relasinya dengan orang-orang beragama di sana.
Vampir, dalam gambaran Stoker, adalah monster dengan wajah manusia—satu sosok yang merepresentasikan manusia yang penuh dengan dosa.
Justin Tadlock dalam tulisannya yang berjudul Religion in the Vampire menyebut, salib dan simbol kristen dalam novel Stoker digunakan untuk melawan dracula/vampir, tanpa pernah pernah peduli bagaimana keyakinan karakter[pemilik] simbol-simbol itu sendiri.
Pola yang hampir mirip juga hadir melalui sejumlah film dan kisah vampir lainnya, yang sama-sama menekankan, vampir adalah manusia berdosa, untuk selamat darinya hanya bisa diselesaikan dengan iman dan jalan agama.
Berbeda dengan kisah vampir milik Stoker, Stephen King dalam Salem’s Lot memilih pendekatan berbeda.
Stephen King menekankan simbol keagamaan dalam novelnya tidak berarti apa-apa tanpa iman tokoh pemiliknya. King berpendapat, iman kepada Tuhan adalah sumber kemenangan, bukan simbol-simbolnya semata.
Hal ini tampak pada karakter Pastor Callahan, ketika iman Callahan hilang, maka hilang pulalah kekuatannya atas vampir. Simbol agama yang digunakan tanpa iman tidak lagi memiliki kekuatan apapun.
Di dunia sinema, film vampir yang barangkali paling ikonik adalah Dracula (film tahun 1931) yang disutradarai Tod Browning. Sementara, sosok dracula yang paling berpengaruh mungkin adalah film Dracula (1958) karya Christopher Lee.
Di film ini, penonton mendapat penggambaran bahwa salib bukan hanya sebagai repellant, tetapi juga senjata ofensif. Dracula/vampir di sini sama sekali tidak menyukai salib, tampak ketika dagingnya langsung terbakar ketika menyentuh salib.
Salib Kristen, dilihat sebagai representasi dari instrumen penyaliban Yesus, adalah simbol Kekristenan yang paling terkenal. Karena terlalu ikonik ini pula sejumlah umat agama lain sering menolak kehadirannya, terutama di tanah-tanah yang diklaim milik agama tertentu. [tirto]