Diakonia.id – Saat konflik pecah di Ambon pada awal 1999, ratusan anak diperkirakan terlibat dalam pusaran kekerasan atas nama agama, Kristen dan Islam.
Mereka juga terlibat di garis depan medan pertempuran dengan hanya dua pilihan, bunuh atau dibunuh, serang atau diserang.
Lebih dari 5.000 orang meninggal dan lebih dari setengah juta mengungsi dalam konflik paling berdarah di Indonesia ini.
Dua komunitas terpecah, saling menyerang, saling membunuh, terbakar bara kebencian untuk mempertahankan komunitas dan agama masing-masing.
Ketika konflik mulai mereda pada 2002 setelah tercapai perjanjian Malino, gejolak sporadis masih terus terjadi.
Ratusan anak yang terlibat di medan konflik, terkungkung di masyarakat yang terpecah dan mengalami trauma mendalam.
Sampai sebagian dari mereka berjumpa, dan mengungkap kisah serta perasaan masing-masing; pertemuan yang membuka mata mereka bahwa konflik hanya mendatangkan bencana.
Dua di antara ratusan tentara anak ini, Iskandar Slameth dan Ronald Regang menceritakan perjalanan dan perjuangan mereka keluar dari pusaran kekerasan dan kebencian.
Perjalanan mereka untuk mengatasi trauma dan untuk bisa saling berkomunikasi serta sampai pada pemahaman bahwa mereka adalah imbas dari “kerusuhan oleh entah siapa yang memulai.”
Konflik berdarah selama bertahun-tahun ini mengantar mereka pada tekad untuk menutup konflik “hanya pada generasi” mereka saja dan agar “orang di luar sana dapat mengambil hikmah atas apa yang kami rasakan.”
Keduanya kini aktif menjaga perdamaian di Maluku.
Produksi Video
Reporter: Endang Nurdin
Producer: Rebecca Henscke
Kamera, Edit: Haryo Wirawan
Ilustrator: Davies Surya
Laporan ini merupakan bagian dari Program BBC #MelintasiPerbedaan #CrossingDivides
Crossing Divides: Berbagai cerita tentang bagaimana orang berinteraksi dalam dunia yang terpolarisasi.