Diakonia.id –
Kita di sini melihat dalamnya kesedihan Sang Juruselamat. Tidak ada tempat lain yang dengan sangat baik menunjukkan dukacita Kristus seperti di Kalvari, dan tidak ada momen lain di Kalvari yang begitu penuh dengan penderitaan seperti di saat seruan-Nya memecah udara—”Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” [Matius 27:46] Dalam momen ini, kelemahan fisik bersatu dengan siksaan mental yang akut dari penghinaan dan aib yang harus Ia lewati; dan yang membuat dukacita-Nya sungguh pada titik puncaknya, Ia memikul penderitaan rohani yang tak terungkapkan, yaitu hasil dari perginya kehadiran Bapa-Nya. Inilah tengah malam yang gelap dari ketakutan-Nya; yaitu saat Ia turun ke jurang maut penderitaan. Tidak ada manusia yang dapat menyelami pengertian sepenuhnya dari kalimat tersebut. Beberapa dari kita terkadang berpikir kita bisa berseru, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” Ada musim-musim di mana terang dari senyuman Bapa kita terselimuti oleh awan dan kegelapan; tetapi mari kita mengingat bahwa Allah tidak pernah benar-benar meninggalkan kita. Hanya kelihatannya saja Ia meninggalkan kita, namun dalam kasus Kristus, Ia sungguh-sungguh ditinggalkan. Kita berduka saat kasih Bapa kita sedikit undur; tetapi ketika wajah Allah sungguh-sungguh berpaling dari Anak-Nya, siapakah yang dapat menghitung dalamnya penderitaan yang Yesus alami karenanya?
RENUNGAN HARIAN (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).
Isi renungan ini bebas untuk disalin dan disebarluaskan.