• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Umum

Yel-yel bersentimen SARA di pelatihan Pramuka, ‘bukti ekstrakurikuler pintu masuk paham intoleran’

Diakonia Indonesia by Diakonia Indonesia
29 March 2020
in Kebangsaan, Umum
0
Yel-yel bersentimen SARA di pelatihan Pramuka, ‘bukti ekstrakurikuler pintu masuk paham intoleran’
61
SHARES
321
VIEWS

Diakonia.id – Yel-yel bersentimen suku, agama, ras dan antar golongan atau SARA yang muncul dalam kegiatan Pramuka di sebuah sekolah dasar di Yogyakarta dinilai pengamat menguak tren ekstrakurikuler sebagai pintu masuk toleransi di kalangan pelajar.

Pengurus pusat Pramuka di Jakarta menyebut kasus tersebut bersifat orang per orang. Mereka mengklaim, secara prinsipil Pramuka mendidik pelajar untuk bersifat inklusif dan berbaur dalam perbedaan.

“Islam, Islam, yes. Kafir, kafir, no.”

Begitulah penggalan lirik kontroversial ‘tepuk anak saleh’ yang dinyanyikan di SD Negeri Timuran, Yogyakarta, 10 Januari lalu.

Yel-yel itu dipersoalkan publik karena nadanya serupa dengan ‘Tepuk Pramuka’.

Yang mengajarkannya pun adalah peserta kursus pembina Pramuka pada tingkat lanjutan.

Meski begitu, Wakil Kepala Humas Kwartir Nasional Pramuka, Berthold Sinaulan, menyebut yel-yel itu tidak mencerminkan sikap lembaganya.

Ia mengatakan nyanyian itu bukan materi yang diterima pembina Pramuka selama proses pelatihan.

Mengakui yel-yel tersebut menyinggung sentimen agama dan berpotensi memicu sikap intoleransi anak, pimpinan pusat Pramuka berjanji menjatuhkan hukuman pada pembina yang menganjurkan “tepuk anak saleh”.

“Ini kasuistik. Dalam kursus sudah ditekankan soal Pancasila dan ragam permainan iklusif. Kami tidak tahu kenapa dia begitu. Itu bukan tepuk Pramuka,” kata Berthold via telepon kepada wartawan BBC News Indonesia Abraham Utama, Selasa (14/01).

“Tentu ada sanksi. Ada dewan kehormatan yang akan menyelidiki sesuai aturan. Bisa saja ijazah kursusnya nantinya ditangguhkan,” ujar Berthold.

Yel-yel kontroversial itu sejak awal pekan ini dikutuk sejumlah pejabat dan tokoh publik, dari Menko Polhukam Mahfud MD, Gubernur DIY, Sultan Hamengkubuwono X, hingga Kiai Haji Mustafa Bisri.

DPRD Yogyakarta juga memanggil pengurus pimpinan Pramuka di provinsi itu untuk menjelaskan kasus dan tindak lanjut terhadapnya.

Menurut Direktur Maarif Institute, Abdul Rohim Ghazali, kejadian di SD Negeri Timuran itu mencerminkan fenomena umum ekstrakurikuler sebagai medium penyemai intoleransi di kalangan pelajar.

Merujuk hasil survei yang dilakukan Maarif Institute selama tahun 2017 di enam provinsi, aktivitas di sekolah setelah jam belajar-mengajar kerap disusupi paham intoleransi, bahkan radikalisme.

Rohim mengatakan pengawasan dan pencegahan hanya efektif dilakukan orang tua.

Alasannya, kata dia, guru dan kepala sekolah selama ini permisif dan bahkan kerap menerbitkan kebijakan yang antikeberagaman.

“Kepala sekolah harus mengawasi dan bertanggung jawab sepenuhnya. Persoalannya, intoleransi itu justru biasanya masuk lewat kebijakan kepala sekolah, menurut riset kami,” ujar Rohim.

“Misalnya soal pemisahan tempat duduk antara siswa laki-laki dan perempuan sampai kewajiban berjilbab.”

“Orang tua punya peran paling besar. Seperti yang terjadi di Jogja, kasus itu kan bermula dari protes orang tua,” ujar Rohim.

Bagaimanapun, walau diklaim kasuistik, pembenahan dalam tahap pengawasan dan pencegahan dianggap penting dilakukan Pramuka secara menyeluruh.

Apalagi, kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Retno Listyarti, Pramuka merupakan ekstrakurikuler yang wajib di tingkat pendidikan dasar dan menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 63/2014 menyatakan bahwa pendidikan kepramukaan merupakan ekstrakurikuler wajib dalam kurikulum 2013.

“Pramuka adalah ekskulurikuler wajib, setiap anak wajib mengikuti ini bahkan ini menentukan kenaikan dan kenaikan kelas,” ujar Retno.

“Ekstrakurikuler lain sifatnya opsional. Jadi nilai keberagaman dalam Pramuka harus dijaga, bahkan harusnya menjadi contoh penyemaian nilai kebangsaan,” kata dia. (bbc)

Join @idDiakonia on Telegram
Tags: Intoleransi
Previous Post

Apa yang diajarkan Alkitab mengenai pemerkosaan?

Next Post

Sejarah Hari Penghapusan Rasial Sedunia, Diperingati Tiap 21 Maret

Next Post
Sejarah Hari Penghapusan Rasial Sedunia, Diperingati Tiap 21 Maret

Sejarah Hari Penghapusan Rasial Sedunia, Diperingati Tiap 21 Maret

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment
No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 1 other subscriber

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Service funding support: BCA 2100103331 (Sunardo Panjaitan)

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Berita
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Filsafat
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2025 diakonia.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2025 diakonia.id