• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Kebangsaan

Banyak muslim keberatan jika non-muslim jadi pemimpin

Diakonia Indonesia by Diakonia Indonesia
1 September 2020
in Kebangsaan, Umum
0
Banyak muslim keberatan jika non-muslim jadi pemimpin
67
SHARES
353
VIEWS


Diakonia.id –“Sejak 2016 tren intoleransi non-muslim jadi pejabat publik itu meningkat. Sekilas kita bisa katakan bahwa argumen 212 adalah puncak dari intoleransi itu setidaknya basis empirisnya kurang. Jangan-jangan justru sebaliknya, 212 yang meningkatkan intoleransi,” ujar Burhan Muhtadi, peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI).

 

Burhan mengungkapkan hal itu dalam presentasi hasil survei nasional LSI, antara lain tentang toleransi dan intoleransi, di Jakarta, Senin  (24/9/2018).

Untuk intoleransi politik, rata-rata mengalami peningkatan. Sebagian responden muslim menolak memilih kepala daerah dari kalangan non-muslim (h/t Merdeka.com).

Muslim terhadap ibadah non-muslim

Karena keterbatasan tempat, infografik penyerta artikel ini tak memasukkan sikap non-muslim pada tahun 2016 dan 2017. Di sisi lain, LSI tak mengukur sikap non-muslim terhadap muslim pada 2016 dan 2017.

Untuk isu pembangunan rumah ibadah non-muslim, misalnya. Pada 2016, ada 52 persen responden muslim yang menyatakan keberatan. Tahun berikutnya, 2017, ada 48 persen yang berkeberatan. Lalu pada 2018, ada 52 persen.

Terhadap non-muslim yang menyelenggarakan kegiatan keagamaan, pada 2016 ada 40 persen responden muslim yang berkeberatan. Lalu pada 2017 pihak yang berkeberatan sempat turun, ada 36 persen. Lantas pada 2018 naik lagi menjadi 38 persen.

Ketika pertanyaan serupa terajukan, tapi berkebalikan, tentang non-muslim terhadap muslim, hasilnya berbeda.

Untuk kegiatan keagamaan muslim, hanya lima persen non-muslim yang berkeberatan. Sedangkan untuk pembangunan rumah ibadah muslim, cuma 12 persen yang berkeberatan.

Intoleransi terhadap pejabat publik

LSI juga mengukur sikap terhadap kepala daerah. Paling aktual tentu calon presiden karena tahun depan ada Pilpres 2019.

Terhadap presiden non-muslim, keberatan responden muslim terus meningkat. Pada 2016 ada 41 persen responden yang berkeberatan. Lalu pada 2017 naik menjadi 50 persen. Sedangkan pada 2018 menjadi 55 persen.

Jika pertanyaan diajukan kepada responden non-muslim tentang pemimpin dari kalangan muslim, mayoritas menyatakan tidak keberatan.

Persatuan Alumni 212 tak sepakat

Terhadap paparan Burhan dan LSI, juru bicara Persatuan Alumni 212, Novel Bamukmin menolaknya.

Kepada detikcom kemarin (25/9/2018), Novel bilang, “Untuk LSI sangat kuat kami duga memang survei pesanan penguasa untuk menjatuhkan elektabilitas caleg, cabup, cagub dan capres dari pihak yang berseberangan penguasa yang LSI ini tugasnya menggiring suara ke penguasa.”

Novel tak sepakat bila aksi 212 – demo besar di Jakarta, 2 Desember 2016 – disebut sebagai pemicu intoleransi.

Bagi Novel, “Apalagi lebih ngawur lagi kalau aksi bela Islam yang jelas di situ puncak toleransi yang real dan keajaiban yang memecahkan teori apa pun karena 8 juta berjalan super tertib, super toleransi.”

Aksi 212 adalah demo besar atas nama aksi bela Islam untuk menuntut pemerintah agar mengadili gubernur DKI saat itu, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Ahok mereka anggap menistakan agama Islam.

Bukan negara Islam

Tentang keberatan muslim terhadap presiden non-muslim, Burhan berpendapat ada faktor keyakinan.

“Ada anggapan ‘Pak itu adalah bagian dari keyakinan saya. Tidak boleh non-muslim menjadi pejabat publik.’ Sayangnya, kita bukan negara Islam. Dalam konteks demokrasi, seharusnya setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi pejabat publik,” kata Burhan (h/t Berita Satu).

Terhadap temuan survei itu, Zannuba “Yenny” Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, berharap semua pihak berhati-hati.

“Kalau kita tidak berhati-hati, ini kemudian akan menciptakan sekat-sekat dalam masyarakat, maka intoleransi akan meningkat. Potensi konflik sesama warga bangsa juga akan meningkat. Ini yang harus dicegah,” kata Yenny. (lokadata)

Join @idDiakonia on Telegram
Tags: Intoleransi
Previous Post

Mendulang suara lewat sentimen agama

Next Post

Kobarkan Semangat Hidup: Raih Kekuatan di dalam Kelemahan

Next Post
Sulit Bersyukur? Latih Pola Pikir Ini!

Kobarkan Semangat Hidup: Raih Kekuatan di dalam Kelemahan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment
No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 1 other subscriber

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Service funding support: BCA 2100103331 (Sunardo Panjaitan)

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Berita
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Filsafat
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2025 diakonia.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2025 diakonia.id