Diakonia.id – Tersangka kasus terorisme, Taufik Bulaga alias Upik Lawanga diketahui berada di Kampung Sribawono, Kecamatan Seputih Banyak, Lampung Tengah selama delapan tahun belakangan.
Selama dalam masa persembunyian di Lampung, buronan kasus terorisme ini menggunakan nama samaran. Kepala Kampung Sribawono, Eko Widodo saat ditemui membenarkan penangkapan salah satu warganya bernama Syafrudin oleh tim Densus 88 Antiteror Polri.
Ia menuturkan, Syafrudin alias Taufik Bulaga tinggal di Kampung Sribawono sejak delapan tahun silam.
“Ya benar, saya dapat kabarnya itu langsung dari anggota tim Densus 88 Antiteror tapi dia [Syafrudin] sudah ditangkap. Dia [Syafrudin] ini tinggal bersama istri dan kelima anaknya,” ungkap Eko Widodo kepada CNNIndonesia.com, Kamis (26/11) pekan lalu.
Sepengetahuan Eko, keseharian Syafrudin alias Taufik Bulaga diisi dengan beternak bebek untuk dijual lagi. Secara kepribadian, Syafrudin dikenal berhubungan baik dengan tetangga maupun warga lain di kampung dan tak pernah ada masalah.
“Kalau gelagat mencurigakan atau ada kegiatan-kegiatan di rumahnya, selama ini sepertinya tidak ada. Namun dia [Syafrudin] ini, orangnya memang tertutup,” sambung dia.
Tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap buronan kasus terorisme, Taufik Bulaga pada Senin (23/11) lalu. Penangkapan ini juga menyita
Penangkapan juga menyita 8 bilah senjata tajam, senjata api rakitan, senjata angin, crossbow, 1 bilah panah, 13 peluru dan 1 bunker dengan kedalaman 2 meter.
Upik merupakan seorang teroris kelas kakap yang tergabung dalam Jemaah Islamiyah (JI). Setidaknya, dia telah buron dari kejaran polisi selama 14 tahun.
Ia disebut-sebut polisi sebagai aset paling berharga JI yang juga berperan sebagai perakit bom ulung.
“UL merupakan penerus dari Dr. Azhari sehingga yang bersangkutan disembunyikan oleh kelompok JI,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, Senin (30/11).
Berdasarkan catatan kepolisian, Taufik Bulaga merupakan sosok buronan yang pertama kali melarikan diri dari Poso, Sulawesi Tengah pada 2007 melalui Makassar, Surabaya, kemudian Solo, hingga akhirnya menetap di Lampung.
Infografis Kasus Terorisme Sepanjang 2019. (CNNIndonesia/Basith Subastian)
|
Penerus Dokter Azhari
Taufik Bulaga masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus terorisme sejak2006silam. Ia disebut-sebut sebagai ahli perakit bom di lingkaran JI sampai-sampai dijuluki sebagai profesor bom.
Tak hanya itu, Taufik Bulaga disebut sebagai anak kesayangan dokter Azhari–teroris asal Malaysia yang ditembak mati pada 2005 silam.
Jauh sebelum memiliki kemampuan merakit bom, Upik Lawanga mulai terpapar paham ekstremisme pasca-konflik Poso pada 2001 lalu. Dia bersama kelompok JI, secara langsung turun ke Pos untuk melakukan pelatihan militer.
Ia kemudian diutus ke wilayah Jawa untuk mempelajari ilmu pembuatan bom dengan kekuatan ledakan yang besar dari kelompok Dr. Azhari. Diketahui, Dr Azhari merupakan otak dari insiden Bom Bali 2002 dan 2005, serta sejumlah serangan lain oleh jaringan JI.
Setelah fasih merakit bom, dia ditarik kembali ke Sulawesi Tengah untuk melakukan aksi amaliyah. Setidaknya, ada 11 kasus terorisme yang diduga berkaitan dengan Upik Lawanga.
“Tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh UL selama berada di Poso telah mengakibatkan 27 orang saudara-saudara kita meninggal dunia, dan 92 orang mengalami luka-luka,” ucap Awi menerangkan.
Pertama, pada 2004, Upik terlibat dalam pembunuhan seorang istri anggota TNI AD di Sulteng, kemudian penembakan dan pengeboman gereja Anugerah pada 12 Desember 2004, bom di GOR Poso pada 17 Juli 2004, dan terakhir bom di Pasar Sentral pada 13 November 2004.
Kemudian, pada 2005, dia terlibat dalam insiden bom di Pasar Tentena pada 28 Mei. Berlanjut ke aksi pengeboman di Pura Landangan pada 12 Maret dan terakhir, bom di Pasar Maesa pada 31 Desember 2005.
Selain itu, dia juga diduga melakukan sejumlah serangan teror pada 2006 hingga akhirnya membuat sebuah bunker atau tempat pelatihan militer pada 2020.
“Kemudian pada Tahun 2007 ketika UL telah berstatus DPO, JI menugaskan UL untuk mempersiapkan dan membuat persenjataan dan Bom, serta membuat Bunker sebagai tempat penyimpanannya,” terang Awi.
Ilustrasi. Polisi bersenjata melakukan penjagaan dalam penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 Antiteror. (Foto: ANTARA FOTO/Idhad Zakaria)
|
Usai ditangkap, polisi berkesimpulan bahwa Upik Lawanga masih dapat menyiapkan serangkaian aksi teror. Pihak kepolisian mengingatkan bahwa dukungan dari JI sebagai organisasi teror masih terendus aparat.
Menurut Awi, pendanaan kelompok teror itu salah satunya dilakukan melalui penyalahgunaan kotak amal di minimarket. Kelompok JI disebut menggunakan dana ini untuk memberangkatkan para teroris ke Suriah guna mengikuti pelatihan militer dan taktik teror.
Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk membayar gaji rutin para pimpinan Markaziyah JI serta pembelian persenjataan dan bahan peledak yang akan digunakan untuk amaliyah atau jihad.
“Dari temuan kami di Lampung, dapat dilihat bahwa JI sampai saat ini masih tetap hidup dan memiliki kekuatan secara militer,” jelas Awi lagi.
JI merupakan jaringan terorisme yang bertanggung jawab atas pelbagai kasus teror di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti Bom Bali 1 dan 2, kemudian ledakan di hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta pada 2009.
(zai/mjo/nma/CNN)