• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Internasional

Potret Gereja Chora Turki yang Kini Diubah Menjadi Masjid

Diakonia Indonesia by Diakonia Indonesia
5 November 2022
in Gereja, Internasional, Sejarah, Situs Bersejarah
0
Potret Gereja Chora Turki yang Kini Diubah Menjadi Masjid
58
SHARES
306
VIEWS


Diakonia.id – Sementara konversi Hagia Sophia menjadi masjid masih jadi kontroversi, pemerintahan Erdogan melakukan hal yang sama dengan Museum Chora. Sejarawan dan komunitas Kristen dihantui kecemasan.

Setelah Hagia Sophia diubah menjadi masjid pada pertengahan Juli 2020 lalu, banyak gereja lain dilirik  Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Menurut keputusan yang dikeluarkan, salat digelar lagi di Museum Chora. Selain itu, bangunan suci di distrik Fatih Istanbul ini akan berada di bawah kendali Kantor Urusan Agama Turki (Diyanet).

Perubahan akan berlangsung di gedung kuno ini.
Kompleks bekas gereja Chora Foto: picture-alliance/M. Siepmann

Museum tersebut memiliki sejarah yang mirip dengan Situs Warisan Dunia UNESCO Hagia Sophia: Dibangun oleh Kekaisaran Bizantium pada abad ke-6, kemudian di zaman pemerintahan Kekaisaran Utsmaniyah, penguasa Wazir Agung Bayezids II,  Atik Ali Pasa mengubah gereja itu menjadi masjid pada tahun 1511. Setelah berdirinya Republik Turki, pada tahun 1945, kabinet Turki memutuskan untuk menjadikannya museum.

Bekas gereja Chora terkenal dengan banyak lukisan dinding dan mozaik yang terawat baik. Video antrean pengunjung di depan museum kini beredar di media sosial. Jelas, banyak orang ingin melihat sekilas interior gereja itu untuk terakhir kalinya sebelum ditutup tirai, sebagaimana Hagia Sophia.

“Keragaman budaya tidak boleh dipertanyakan”

Konversi Museum Chora dikhawatirkan membuka perpecahan baru: perwakilan dari komunitas Ortodoks Turki, termasuk Patriark Bartholomew dari Konstantinopel, telah menentang penggunaan Hagia Sophia sebagai masjid. Dalam kasus Museum Chora, reaksinya juga serupa.

Dia sangat menyesali perubahannya menjadi masjid, kata Presiden Asosiasi Yayasan Yunani (RUMVADER) Laki Vingas, kepada Deutsche Welle.

Presiden Asosiasi Yayasan Yunani (RUMVADER) Laki Vingas bicara soal perubahan ini.
Presiden Asosiasi Yayasan Yunani (RUMVADER) Laki VingasFoto: Privat

“Di ibu kota budaya seperti Istanbul, keragaman budaya tidak boleh dipertanyakan,” jelas Vingas, yang juga terlibat dalam asosiasi pelestarian warisan budaya.

Apakah akan ada eksodus?

Sikap tanpa kompromi pemerintah Turki akan semakin mendorong keterasingan minoritas, demikian ia memperingatkan.

Semakin banyak kaum muda yang tergolong minoritas kini mencari pekerjaan baru di luar negeri. “Dalam 15 tahun terakhir, banyak orang dari Yunani telah menetap di kota kami.

Mereka telah berintegrasi di sini, mereka telah berkontribusi pada kehidupan masyarakat. Bahwa mereka sekarang berpikir untuk kembali pulang ke negaranya, membuat saya khawatir,” kata Vingas.

Sejarawan seni Osman Erden yakin rencana itu bertentangan dengan masa lalu bersejarah kota metropolis Bosporus. Alasan mengapa Hagia Sophia atau bekas gereja Chora dinyatakan sebagai museum adalah karena seseorang ingin menerima seluruh sejarah masa lalu.

“(Menjadikannnya museum) itu tidak pernah dimaksudkan sebagai dorongan melawan Kekaisaran Utsmaniyah dan Islam”. Para akademisi sangat prihatin bahwa sejarah Istanbul semakin dipolitisasi politis. Mereka menganggap politisasi tersebut tidak adil untuk sejarah kota itu.

Ayse Cavdar
Peneliti isu konservatisme Ayse CavdarFoto: Privat

Dugaan politisasi

Peneliti isu konservatisme Ayse Cavdar melihat realokasi museum ini sebagai manuver politik Erdogan. “Erdogan dan timnya kalah dari oposisi dalam pemilihan lokal Juni 2020 lalu di Istanbul. Mereka mungkin mencoba meninggalkan jejak mereka di Istanbul dengan cara lain.”

Menurut Cavdar, kebijakan yang diambil pemerintahan Erdogan itu adalah sinyal: “Lihat, kami masih di sini.” Bagi pemerintah, yang mengambil alih kekuasaan politik setelah periode Erdogan, akan agak bermasalah untuk membalikkan langkah-langkah menuju islamisasi ini, demikian disimpulkan ilmuwan tersebut.

Join @idDiakonia on Telegram
Previous Post

Hubungan Gereja dan Negara di Jerman

Next Post

Sejarah Hari Toleransi Internasional dan Cara Melawan Intoleransi

Next Post
Analisis: temuan riset “warga NU intoleran” mengandung bias seleksi yang mengecoh kesimpulan

Sejarah Hari Toleransi Internasional dan Cara Melawan Intoleransi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment
No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 1 other subscriber

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Service funding support: BCA 2100103331 (Sunardo Panjaitan)

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Berita
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Filsafat
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2025 diakonia.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2025 diakonia.id