Diakonia.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berencana menyurati Kepolisian Daerah Sumatera Barat terkait penangkapan Sudarto, aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang yang mengadvokasi jemaat Katolik di Kabupaten Dharmasraya.
Sudarto, yang dikenal aktif mengadvokasi kelompok minoritas di provinsi berpenduduk mayoritas Muslim tersebut, telah menjadi tersangka atas tuduhan ujaran kebencian. Penahanannya telah ditangguhkan sejak Rabu siang.
Kepala Kantor Komnas HAM Sumatera Barat, Sultanul Arifin, Rabu (8/1) mengatakan bahwa Komnas HAM pusat akan mempertanyakan alasan penangkapan tersebut.
Ia mengatakan bahwa pihaknya juga akan memastikan tidak akan ada pelanggaran HAM selama proses hukum berjalan.
“Kami hanya mengawal dari luar saja untuk saat ini. Jika ada pelanggaran HAM dalam proses hukum nantinya, kami akan bertindak,” kata Sultanul seperti dilaporkan oleh wartawan Halbert Caniago untuk BBC Indonesia.
Ia menambahkan komunitas aktivis HAM di Sumatera Barat juga akan turut mengawal proses hukum yang tengah berjalan.
Kena pasal ujaran kebencian
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Barat menangkap Sudarto pada Selasa (7/1) saat ia berada di kantor Pusaka di Jl. Veteran, Padang Barat, Padang, Sumatera Barat.
Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumbar, Kombes Pol Juda Nusa Putra, mengatakan penangkapan itu terkait dengan adanya berita tentang masalah pelarangan melaksanakan ibadah Natal umat katolik di Dharmasraya beberapa waktu lalu.
Menurut Juda, polisi sudah melalui tahapan pemeriksaan sesuai dengan prosedur, berdasarkan laporan warga Hari Permana ke Mapolsek Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya pada 29 Desember 2019.
“Statusnya sudah tersangka. Penetapan tersangka sesuai dengan hasil gelar perkara kemarin. Setelah pemeriksaan hari ini, kita langsung lakukan penahanan,” katanya.
Cuitan Sudarto yang menjadi sumber perkara adalah status di dinding Facebook miliknya terkait pelarangan merayakan Natal di kabupaten yang berbatasan dengan Provinsi Jambi itu.
“Status Facebook dari tersangka tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Buktinya pada 25 Desember 2019 lalu, perayaan Natal di Dharmasraya terlaksana dengan baik dan aman,” kata Juda.
Menurutnya, tersangka akan dijerat dengan pasal 45 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Ancaman hukumannya di atas enam tahun,” ujarnya.
Sementara itu, pelapor Hari Permana saat dihubungi, Selasa mengatakan bahwa ia melaporkan Sudarto karena merasa cuitannya tidak sesuai dengan apa yang terjadi.
“Kami tidak senang nagari (kampung) kami di obok-obok melalui media sosial oleh tersangka. Nagari kami di sini selama ini aman-aman saja. Malah dibuat buncah dengan isu seperti itu. Makanya kami laporkan,” ujarnya.
Kuasa hukum akan ajukan praperadilan
Kuasa Hukum Sudarto dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyatakan akan mengajukan praperadilan dan penangguhan penahanan.
Direktur LBH Padang Wendra Rona Putra mengatakan pihaknya mengidentifikasi dugaan maladministrasi oleh pihak kepolisian dalam menangani kasus ini.
“Ada banyak proses yang seharusnya dilakukan dan rentan waktu libur juga banyak. Menurut kami, itu juga harus ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksaan kepada terlapor,” lanjutnya.
Menurutnya, kliennya belum pernah dimintai keterangan atau klarifikasi sehubungan dengan statusnya sebagai tersangka namun langsung ditangkap dan ditahan. Satu unit telepon genggam milik Sudarto juga langsung disita.
Wendra menambahkan polisi juga terkesan “tergesa-gesa”.
“Permohonan praperadilan akan diajukan dalam tiga hari ke depan. Untuk pengajuan penangguhan penahanan juga akan dilakukan dan jika dikabulkan, maka tidak akan memengaruhi proses praperadilan,” ujarnya.
Polemik pelarangan natal
Sudarto dikenal aktif mengadvokasi kelompok minoritas di Sumatera Barat. Pada Natal lalu, ia mengkritik “pelarangan” perayaan Natal secara bersama-sama di beberapa nagari di Kabupaten Dharmasraya.
Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan menepis kabar adanya pelarangan oleh otoritas setempat. Ia mengatakan yang terjadi adalah masyarakat setempat keberatan bila ibadah Natal digelar dengan mendatangkan jemaat dari luar kawasan.
Pemerintah turun tangan melalui Kementrian Dalam Negeri yang menyurati bupati untuk memastikan umat Kristiani bisa leluasa merayakan Natal.
Beberapa kelompok Jemaat dilaporkan berhasil merayakan Natal secara bersama, namun Sudarto menyatakan bahwa masih ada beberapa kelompok jemaat lainnya di kabupaten Dharmasraya yang tidak bisa merayakan Natal secara bersama-sama.
Ia juga meragukan solusi yang diberikan pemerintah setempat merupakan solusi jangka panjang yang dapat menjamin kebebasan beragama di wilayah tersebut. (BBC)