• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Gereja

Apa kata Alkitab mengenai bentuk pemerintahan gereja?

Diakonia Indonesia by Diakonia Indonesia
6 September 2022
in Apologetika, Gereja
0
58
SHARES
307
VIEWS


Diakonia.id – Dalam FirmanNya, jelas sekali bagaimana Allah menginginkan GerejaNya diorganisir dan dijalankan dalam dunia ini.

Pertama-tama, Kristus itu Kepala Gereja dan Otoritas Tertinggi (Efesus 1:22, 4:15, Kolose 1:18). Kedua, gereja setempat berdiri sendiri, bebas dari kuasa dan pengaturan pihak luar, dengan hak mengatur diri sendiri dan bebas dari campur tangan pribadi ataupun organisasi manapun (Titus 1:5). Ketiga, gereja diatur oleh kepemimpinan rohani yang terdiri dari dua jabatan utama – penatua dan diaken.

“Penatua” adalah dewan kepemimpinan di antara orang-orang Israel sejak zaman kitab-kitab Musa (Pentateukh). Kita tahu bahwa mereka membuat keputusan-keputusan politik (2 Samuel 5:3; 2 Samuel 17:4, 15), menasihati raja (1 Raja-Raja 20:7) dan mewakili rakyat dalam kaitannya dengan hal-hal rohani (Keluaran 7, 17:5-6, 24:1, 9; Bilangan 11:16, 24-25).

Terjemahan mula-mula Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani (LXX) menggunakan kata “presbuteros” untuk penatua. Ini adalah kata dalam bahasa Yunani yang dalam Perjanjian Baru juga diterjemahkan sebagai “penatua.”

Perjanjian Baru berkali-kali merujuk pada penatua yang melayani dalam peranan sebagai pemimpin gereja (Kisah 14:23; 15:2; 20:17;Titus 1:5; Yakobus 5:14). Tampaknya, setiap gereja memiliki lebih dari satu penatua karena biasanya kata tersebut dijumpai dalam bentuk jamak.

Satu-satunya pengecualian merujuk pada kasus-kasus di mana seorang penatua disebut secara khusus karena alasan-alasan tertentu (1 Timotius 5:1; 1 Timotius 5:19). Di Gereja Yerusalem, mereka menjadi bagian dari kepemimpinan bersama-sama dengan para Rasul (Kisah 15:2-16:4).

Zodhiates, dalam karyanya The Complete Word Study Dictionary: New Testament, mendefinisikan kelompok penatua sebagai: “Para penatua dari gereja-gereja Kristen, para presbiter, yang kepadanya dipercayakan arah dan pemerintahan dari tiap gereja, setara dengan episkopos, penilik jemaat, bishop (Kisah 11:30; 1 Timotius 5:17).”

Jadi, Zodhiates menyamakan “penatua” dengan penilik jemaat atau bishop (episkopos diterjemahkan dengan istilah itu). Dia memandang “penatua” sebagai rujukan pada wibawa dari jabatan tersebut, sementara bishop atau penilik jemaat merujuk pada otoritas dan kewajiban (1 Petrus 2:25; 5:1; 2, 4).

Dia mencatat bahwa dalam Filipi 1:1 Paulus menyapa para bishop dan diaken, namun tidak mencantumkan para penatua (karena penatua adalah satu dan sama dengan bishop).

Demikian pula 1 Timotius 3:2, 8 memberi kualifikasi para bishop dan diaken, namun tidak menyinggung para penatua karena alasan yang sama. Titus 1:5 dan 1:7 kelihatannya menghubungkan kedua istilah ini sebagai sesuatu yang sama.

Sehubungan dengan kata “gembala” (poimen), dalam kaitannya dengan manusia sebagai pemimpin gereja, hanya ditemukan satu kali dalam Perjanjian Lama dalam Efesus 4:11, “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar.”

Kebanyakan orang menghubungkan kedua istilah “gembala dan pengajar” sebagai rujukan kepada satu pribadi yang sama dengan dua pembawaan. Dalam definisinya mengenai poimen, Zodhiates menjelaskan bahwa istilah “gembala” merujuk pada “pembimbing rohani dari gereja tertentu.”

Ada dua bagian Alkitab (Kisah Para Rasul 20:28 dan 1 Petrus 5:1-2) yang menghubungkan ketiga istilah ini bersama-sama dan nampaknya mengindikasikan ketiga istilah ini sebagai rujukan pada satu jabatan yang sama.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, diaken adalah kelompok yang berbeda dalam gereja dan memiliki daftar kualifikasi yang dalam banyak hal serupa dengan bishop (1 Timotius 3:8-13). Mereka membantu gereja sebagaimana diperlukan seperti dapat dilihat dalam Kisah Para Rasul pasal 6.

Dari ayat-ayat di atas, nampaknya penatua selalu lebih dari 1 orang, dan Allah memberi penatua tertentu karunia khusus untuk mengajar dan memberi penatua-penatua lainnya karunia administrasi (Roma 12:3-8, Efesus 4:11); juga tidak menutup kemungkinan Dia memanggil mereka ke dalam pelayanan di mana mereka dapat menggunakan karunia-karunia itu (Kisah 13:1).

Karena itu, seorang penatua bisa saja dikarunia talenta sebagai “gembala,” sementara yang lainnya melakukan kunjungan kepada jemaat karena dia memiliki karunia berbelas kasihan, sementara yang lain dapat “mengatur” detail-detail organisasi, dan seterusnya.

Banyak gereja yang diorganisir dengan sistem gembala dan diaken menjalankan fungsi pluralitas penatua dengan cara membagi beban pelayanan (diaken mengajar kelas Sekolah Minggu, dll) dan bekerja sama dalam pengambilan keputusan.

Dalam Alkitab, Saudara akan mendapatkan bahwa ada banyak masukan dari jemaat dalam pengambilan keputusan. Karena itu, seorang pemimpin “diktator” sebagai pengambil keputusan (baik disebut penatua, bishop atau gembala) itu tidak alkitabiah (Kisah 1:23, 26; 6:3, 5; 15:22, 30; 2 Korintus 8:19).

Sebaliknya, gereja dengan jemaat sebagai pengambil keputusan tertinggi yang tidak memperhatikan masukan dari para penatua atau pemimpin gereja juga tidak alkitabiah.

Secara ringkas, Alkitab mengajarkan kepemimpinan terdiri dari pluralitas penatua bersama dengan sekelompok diaken yang melayani sebagai pelayan gereja.

Namun, bukan pertentangan dengan pluralitas penatua kalau satu dari mereka lebih terfokus melayani dalam “penggembalaan.”

Allah memanggil beberapa orang menjadi “gembala/pengajar” (sambil memanggil beberapa menjadi misionaris dalam Kisah 13) dan memberi mereka sebagai hadiah untuk gereja (Efesus 4:11). Karena itu, gereja bisa saja memiliki banyak penatua, namun tidak semua penatua itu dipanggil untuk melayani dalam peranan penggembalaan.

Namun, sebagai bagian dari penatua, gembala atau “penatua pengajar” tidak memiliki otoritas lebih tinggi dalam pengambilan keputusan dibandingkan dengan penatua-penatua lainnya. (gotquestions)

Join @idDiakonia on Telegram
Tags: Gereja
Previous Post

Seberapa pentingnya pergi ke gereja dengan teratur?

Next Post

Booster Oikoumenis untuk Rekonsiliasi dan Persatuan

Next Post
Booster Oikoumenis untuk Rekonsiliasi dan Persatuan

Booster Oikoumenis untuk Rekonsiliasi dan Persatuan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment
No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 1 other subscriber

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Berita
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Filsafat
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.