Diakonia.id – Hampir semua orang, pada suatu ketika, menjadi korban pikiran yang tidak diinginkan. Bayangan, ucapan, atau dorongan yang tidak disengaja ini adalah hal yang sangat biasa. Pikiran spontan akan kekerasan terhadap anak kecil ataupun binatang, kontak secara seksual yang tidak pada tempatnya, atau penghujatan dapat membuat kita terganggu sehingga adapun dari kami yang mempertanyakan keselamatan kita sendiri. Namun apakah hal tersebut merupakan dosa?
Allah tidak terkejut akan pikiran yang tidak diinginkan. Ia mengetahui segala pikiran kita — baik disengaja ataupun tidak (Mazmur 139:2). Ia mengetahui kelemahan pikiran manusia — “TUHAN mengetahui rancangan-rancangan manusia; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka” (Mazmur 94:11). Salah satu kecemasan yang paling besar mengenai ide hujatan yang mengganggu adalah bahwa Allah tidak akan mengampuninya. Allah mengetahui orang jahat akan menghujat (Mazmur 10:4), tetapi Ia selalu bersedia mengampuni — “Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya” (Yesaya 55:7). Lebih dari itu, Allah mengetahui dengan jelas perbedaan antara kepastian hati yang jahat dan sebuah pikiran yang tengah berlalu dari orang yang mengenal dan mengikuti Dia (1 Tawarikh 28:9). “Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibrani 4:12).
Allah telah memberi kami perlengkapan untuk melawan pikiran yang tak diinginkan. Mazmur 139:23-24 menyarankan kita untuk memasrahkan hati dan pikiran kami kepada Allah. Ia dapat menilai bilamana ada sesuatu yang membahayakan di dalamnya yang perlu diatasi. Jika pikiran kami benar-benar tidak disengaja dan murni spontan, 2 Korintus 10:3-5 menjelaskan langkah yang perlu kita ambil kemudian: “Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.” Pikiran yang menghujat, berbahaya, atau menyimpang beserta kecondongan tertentu adalah bagian dari perang rohani, dan kita tentunya membutuhkan pertolongan Allah dalam melawannya. Dengan mempelajari Firman, mengulangi kembali kebenaran dalam pikiran kita, dan menghafal Alkitab, kita dapat mengurangi dan bahkan menumpas pikiran yang mengganggu — “Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku” (Mazmur 94:19).
Pikiran pengganggu macam ini tidak tentu merupakan dosa — bahkan yang menghujat pun. Pikiran kita memang lemah dan mudah dipengaruhi oleh dunia sekitar kita. Akan tetapi bertujuan mengekspos diri kita terhadap hujatan, kekerasan, dan berbagai kejahatan bisa menjadi dosa. Semakin banyak kita mengelilingi diri kita dengan hal duniawi, semakin dunia akan merasuki pikiran kita. Sebaliknya, kita perlu berkonsentrasi kepada hal yang hormat, yang benar, dan yang murni (Filipi 4:8). Jika kita mengisi diri kita dengan hal yang baik, Allah akan memberkati kita: “Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (Mazmur 1:1-3).
Seringkali pikiran yang mengganggu ini bisa lebih dari sekedar rohani. Jika penghafalan Firman dan doa tidak mengurangi jumlah pikiran negatif atau ketercondongan, mungkin reaksi kimia di dalam tubuh kita sedang terjadi. Pikiran intrusif seringkali merupakan gejala obsesif kompulsif, depresi setelah melahirkan, kekurangan konsentrasi, antara lain. Sama-halnya Allah telah menyediakan tenaga profesional dalam hal rohani, Ia juga menyediakan dokter dan konselor bagi kebutuhan jasmani kita. Jika gangguan pikiran seiring bertambah parah, ketahuilah bahwa mungkin “jalan yang kekal” (Mazmur 139:24) mungkin mensyaratkan kita untuk merendahkan diri dan mencari pertolongan. (gotquestions)