Diakonia.id – Sebelum kami menjawab pertanyaan ini, kami harus meluruskan definisi pengajar injil kemakmuran. Berbagai pelayanan mempunyai pendekatan yang berbeda dalam menyajikan injil. Sebagai contoh, organisasi bantuan memenuhi kebutuhan jasmani orang yang terpuruk sambil menunjuk kepada Yesus sebagai sumbernya. Ada yang menganggap pendekatan semacam ini sebagai injil kemakmuran, karena banyak fakir miskin menghubungkan agama Kristen dengan kekayaan bangsa-bangsa Barat. Mungkin saja respon mereka terhadap pesan injil dimotivasi oleh faktor ekonomi. Akan tetapi, sebagian besar organisasi bantuan pemeliharaan kebutuhan jasmani sebenarnya hanya merupakan bagian dari pelayanan mereka secara holistik. Melalui bantuan, mereka berhak melayani kebutuhan rohani orang-orang yang menderita. Sebaliknya, di dalam injil kemakmuran, Yesus diungkapkan sebagai cara memperoleh kesehatan dan kekayaan. Fokus pada kekekalan dalam injil sejati diabaikan dan diminimalisir supaya semua orang dapat menikmati kehidupan berlimpah sekarang juga. Pesan itulah yang sedang kami bahas dalam artikel ini.
Di dalam Perjanjian Lama, Allah banyak membahas berkat-Nya atas hamba-hambaNya dengan kesehatan, kekayaan, dan kemuliaan jasmani (contoh: Kejadian 12:2; Imamat 26:3-12; Ulangan 7:11-15; 30:8-9; 1 Raja-Raja 3:11-14). Berkat jasmani merupakan bagian dari Perjanjian Musa dan Perjanjian Palestina bagi Israel. Akan tetapi, fokus Perjanjian Baru berada pada pahala kekal, bukan pahal sementara di bumi.
Tidak semua pendeta yang mengajarkan indahnya berkat adalah “penginjil kemakmuran.” Allah memang menjanjikan berkat-Nya pada mereka yang melayani-Nya dengan setia dan menaati peraturan-Nya (Mazmur 107:9; Maleakhi 3:10-11; Markus 10:29-30). Akan tetapi seorang pendeta yang menggambarkan Allah sebagai sarana memperoleh kekayaan duniawi, dialah penginjil kemakmuran dan pengajar sesat. Ajaran ini menggambarkan Allah MahaTinggi sebagai semacam Sinterklas yang bertujuan memperkaya manusia dan mengabulkan keinginan mereka. Dalam injil kemakmuran, manusia yang menjadi fokusnya – bukan Allah.
Pengajar injil kemakmuran menggunakan istilah seperti iman, pengakuan positif, dan visualisasi dalam “melepaskan” kemakmuran yang telah Allah persiapkan. Seringkali pendeta semacam itu meminta pendengarnya untuk “menaburkan benih ke dalam pelayanan ini,” dan menjanjikan tuaian keuntungan sebagai hasil investasi mereka. Kandungan injil sejati ditukarkan dengan skema cepat-kaya, dan para pendeta menjadi lebih kaya dari pendengarnya. Seringkali, undangan untuk menerima Kristus ditawarkan pada akhir kebaktian yang penuh dengan janji-janji berkat. Meskipun banyak yang memberi respon dengan mendekati altar, kita patut bertanya: apakah mereka menyerahkan diri kepada Yesus yang diajarkan Alkitab atau kepada janji kemajuan diri dan kemakmuran?
Pergantian dari kebenaran kepada kesalahan hampir tidak terdeteksi, dan ada beberapa pendeta yang bermaksud baik jatuh ke dalamnya. Kita harus berhati-hati dalam menghakimi pesan keseluruhan seorang pendeta hanya berdasarkan satu atau dua khotbah saja. Akan tetapi, ketika ajaran injil kemakmuran mendominasi khotbahnya, sudah jelas bahwa pendeta itu dimotivasi oleh keserakahan dan menyulapnya supaya terdengar rohani. Efesus 5:5 mengutuk orang serakah dengan telak: “Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.” Kita boleh meminta supaya Allah memenuhi kebutuhan kita dan harapan itu tidak salah (Filipi 4:19), namun Yesus menghimbau supaya pengikut-Nya tidak menimbun harta duniawi. Sebaliknya, kita dihimbau untuk mengumpulkan harta di surga (Lukas 12:33).
Fokus menyimpang injil kemakmuran pada harta duniawi sangat berseberangan dengan berbagai ayat yang menghimbau untuk menghindari keinginan untuk kaya (Amsal 28:22; 2 Timotius 3:2; Ibrani 13:5). Satu Timotius 6:8-10 menjabarkan ajaran ini: “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.” Ketika kita berfokus pada harta duniawi, kita sedang menjauhi ajaran Alkitab.
Jika pengejaran kemakmuran mendominasi pesan seorang pendeta, sangat besar kemungkinannya ialah orang yang telah dihimbau oleh Alkitab untuk dijauhi. Beberapa ciri-ciri pengajar injil kemakmuran antara lain adalah:
• Pokok dari khotbah yang dibawakan ialah bahwa Allah ingin memberkati semua orang.
• Ajaran Yesus tentang penolakan diri, pemikulan salib, atau pantangan terhadap keinginan daging jarang dibahas, jika dibahas sama sekali (Lukas 9:23; Matius 10:38; 16:24).
• Hampir keseluruhan ajaran mereka berfokus pada pemuasan keinginan duniawi, bukan perubahan rohani (Roma 8:29).
• Anggapan positif tentang diri sendiri dan situasi yang dialami sering dikaitkan dengan iman dan digambarkan sebagai sarana untuk memperoleh berkat finansial.
• Ada kekurangan akan ajaran pentingnya penderitaan di dalam kehidupan orang percaya (2 Timotius 2:12; 3:12; Roma 8:17; Filipi 1:29).
• Perbedaan antara janji-janji yang dimiliki anak-anak Allah dengan orang-orang tidak selamat jarang diajarkan (Maleakhi 3:16-18; Roma 9:15-16).
• Pembicara jarang mengutip ajaran Alkitab yang tidak berkaitan dengan pesan positifitas dan berkat (1 Korintus 3:1-3).
• Ia menjauhi ayat-ayat yang tidak selaras dengan tafsiran positif pesan yang disampaikan (2 Timotius 4:3).
• Tingkat kekayaan pendeta pada umumnya jauh di atas kekayaan sebagian besar jemaatnya (Mazmur 49:16-17).
• Atribut Allah yang dibahas hanyalah kasih dan kemurahan. Kekudusan-Nya, keadilan-Nya, dan kebenaran-Nya jarang diungkit.
• Murka Allah terhadap dosa dan penghakiman yang akan datang tidak pernah ditekankan (Roma 2:5; 1 Petrus 4:5).
• “Dosa” yang pernah dibahas hanyalah sikap negatif, kemiskinan, atau tidak percaya diri (1 Korintus 6:9-10; Filipi 3:3).
• Pengampunan diulang-ulangi, tanpa penjelasan terhadap pertobatan yang begitu ditegaskan oleh ajaran Yesus dan para rasul (Matius 4:17; Markus 6:12; Kisah 2:38).
• Doa iman sering dijelaskan sebagai sarana yang olehnya “Allah tidak mempunyai pilihan selain memberkati.”
Sedang ada sebuah pergerakan di dalam agama Kristen yang mengarah kepada versi injil yang asing, dan tidak mungkin dikenali oleh para rasul. Manusia semakin buta terhadap Alkitab sehingga mereka mudah dipengaruhi oleh pendeta-pendeta yang tampaknya sangat akrab dengan isi Alkitab, namun sedang menyimpangkannya supaya lebih mudah diterima. Pendeta-pendeta ini sedang menarik kerumunan orang yang banyak, sama-halnya seperti Yesus ketika Ia memberi makan ribuan orang (Matius 14:21), memulihkan orang sakit (Markus 1:34), dan melakukan mujizat (Yohanes 6:2). Tetapi ketika Yesus mulai menyampaikan ajaran yang sulit dalam injil, “banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia” (Yohanes 6:66). Yesus tidak menumpulkan pesan-Nya meskipun popularitas-Nya berkurang. Ia terus menyatakan kebenaran, baik disenangi atau tidak (Yohanes 8:29). Sama-halnya, rasul Paulus mencuci tangannya di hadapan jemaat Efesus ketika berkata: “Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan binasa. Sebab aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu” (Kisah 20:26-27). Jika pengabar injil kemakmuran di zaman ini mengikuti pola teladan Yesus dan Paulus, mereka akan beroleh kepastian bahwa karya mereka tidak akan dihanguskan pada hari penghakiman (1 Korintus 3:12-15). (gotquestions)