Diakonia.id – Para imam bertemu pada 19 Mei 1564 untuk melihat kondisi Johannes Calvin. Beberapa hari kemudian, yaitu pada 27 Mei 1564, tepat hari ini 456 tahun silam, Johannes Calvin wafat di Jenewa, Swiss. Esoknya, ia dimakamkan di Cimetière des Rois. Di nisannya hanya ditulis J.C, sesuai dengan yang ia inginkan.
Ilustrasi Mozaik Yohanes Calvin. tirto.id/Nauval
Calvinisme di Nusantara dibawa oleh orang-orang Belanda.
Calvin dilahirkan di Noyon, Prancis, pada 10 Juli 1509 dengan nama Jean Chauvin. Kelak ia dikenal dengan sistem teologi Kristen yang disebut Calvinisme.
Ia awalnya adalah seorang pengacara. Warsa 1530 Calvin memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma. Dan setelah terjadi pelbagai tekanan terhadap kaum Protestan di Prancis, pada tahun 1536 ia melarikan diri ke Jenewa, Swiss. Pada tahun itu pula Calvin merilis Religionis Christianae Institutio atau lebih sering hanya disebut Institutio.
Pada perjalanannya, Calvin lebih populer di Swiss ketimbang di Prancis. Dan meski ia pemimpin Gereja Reformasi, namun Calvin tak ingin dikenal. Maka tak heran jika Calvinisme pada akhirnya lebih terkenal daripada dirinya.
Teologi Calvin sebagaimana disebut Christiaan de Jonge dalam Apa itu Calvinisme? (1998:53) berakar dari Teologi Marthin Luther sang tokoh Protestan. Bedanya, Calvin meninggalkan satu buku tentang pengajaran agama Kristen.
”Ajaran Kristen diringkaskan sebagai pegangan dalam penelitian Alkitab. Calvin memang meringkaskan ajaran Kristen,” tulis Christiaan de Jonge (1998:54).
Sementara menurut Jan S. Aritonang dalam Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (1995:57), Calvin dianggap lebih kalem dan lebih njlimet pada satu sisi, tulisannya dirasa bertele-tele, namun di sisi lain dianggap lebih rinci dan sistematis. Ajaran Calvin dan Luther, imbuhnya, dianggap memiliki kesamaan mendasar dalam reformasi gereja. Beberapa pihak bahkan menyebut Calvin duduk di bahu Luther dalam mengembangkan gagasannya secara lebih rinci dan mendalam.
Peran Kongsi Dagang
Di Belanda, Calvinisme mulanya hanya golongan kecil. Namun menurut Hendrikus Berkhof dalam Sejarah Gereja (2009:206), pengikutnya kian hari kian bertambah. Gereja kaum Calvinis ini adalah Gereja Hervormd. Calvinisme kemudian dibawa ke Indonesia lewat aktivitas perdagangan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Menurut Michael Laffan dalam Sejarah Islam di Nusantara (2016:81), niat terbesar orang-orang Belanda bukan menyebarkan agama, melainkan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya dari perdagangan yang berujung pada penjajahan. Meski demikian, Gereja Reformasi telah mengincar Hindia Belanda sejak terjalinnya perniagaan dengan Nusantara.
Sebagai kongsi dagang Hindia Timur, VOC diberi beberapa hak istimewa oleh pemerintah Belanda. Menurut Christiaan de Jonge dalam Apa itu Calvinisme? (1998:30-31), salah satu hak yang diberikan kepada VOC adalah untuk bertindak sebagai pemerintah yang berdaulat. Hal ini menyiratkan bahwa VOC harus melakukan apa yang wajib dilakukan oleh pemerintah Kristen, yaitu melindungi gereja dan memajukan agama yang benar.
Hal ini sempat disinggung Marlee Calvin Ricklef dalam Sejarah Indonesia modern, 1200-2004 (2004:73), yang menyebut VOC memaksa pemeluk Katolik di daerah yang direbutnya dari Portugis untuk memeluk Calvinisme.
Meski Calvinisme dianggap identik dengan VOC dan Belanda, namun menurut Jan S. Aritonang dalam Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (1995:15), tak semua orang Belanda yang datang ke Indonesia penganut aliran Calvinis. Sebagian dari mereka adalah pengikut Lutheran.
Dalam catatan Christiaan de Jong (1998:31-33), Gereja Reformasi di Indonesia tampak sebagai tiruan dari gereja di Belanda. Pada 1621, di Indonesia dibentuk mejelis gereja, dan empat tahun kemudian majelis jemaat dibentuk di Maluku, Makassar, Semarang, dan Surabaya. Para pendetanya mayoritas orang-orang Belanda, dan sisanya orang Indonesia. Meester Cornelis Senen yang namanya jadi nama tempat di Jakarta adalah salah satu pendetanya.
Di Batavia, seperti dicatat Bernard Hubertus Maria Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia (2008:174), hukum dengan tegas melarang pelaksanaan atau pengajaran agama apapun di depan umum atau secara rahasia, kecuali Gereja Reformasi Belanda. Meski begitu, orang Islam dan penganut kepercayaan lainnya tak merasa terganggu.
Jan S. Aritonang menyebutkan bahwa banyak di Indonesia banyak yang mengaku sebagai Calvinis, termasuk yang beraliran injili (evangelical ala Amerika). Umumnya pengikut Calvin memakai istilah Gereja Reformasi atau Protestan. Sementara pengikut Lutheran lebih suka menyebut Lutheran.
Misionaris Kristen Protestan yang datang ke Indonesia juga terdiri dari golongan Lutheran dan Calvinis. Nederlandsch Zendeling Genootschap (Serikat Misionaris Belanda) misalnya, meski begitu terasa pengaruh Calvinisnya, namun tak disebut sebagai perwakilan Calvinis. Organisasi ini menghasilkan banyak jemaat di Minahasa, Maluku, Poso, Timor, Jawa Timur, dan Tanah Karo, yang belakangan tergabung dalam Indische Kerk alias Gereja Protestan Indonesia (GPI).
Menurut Jan S. Aritonang (1995:52), pada perkembangannya terdapat 72 kelompok gereja anggota Persatuan Gereja Indonesia (PGI), yang hampir separuhnya mengaku Calvinis atau setidaknya dipengaruhi Calvinisme. Beberapa di antaranya yaitu Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB), Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM), Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Toraja, Gereja Kristen Pasundan (GKP), dan Gereja Kristen Jawa (GKJ). (tirto)