Diakonia.id – Umat Kristen di Timur Tengah merayakan Pra-Paskah dengan berpuasa dan berpantang, Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci dan Paskah.
Bagaimana Paskah dirayakan kerap dipertunjukkan oleh umat Kristen arus utama Katolik Roma maupun Protestan. Mengingat Kekristenan lahir di tanah Timur Tengah, seperti apa Paskah dirayakan di sana?
Mayoritas umat Kristen di Timur Tengah adalah jemaat Gereja Kristen Ortodok Timur atau Ortodok Oriental–selanjutnya Ortodok Timur, yang berdiri tak lama setelah wafatnya Yesus.
Dalam ritus Ortodok Timur, Paskah didahului dengan masa Pra-Paskah selama 40 hari. Tak semua Gereja Ortodok menjalani 40 hari Pra-Paskah. Beberapa Gereja Ortodok ada yang menjalani masa Pra-Paskah lebih panjang seperti di Gereja Koptik Mesir dan Ortodok Ethiopia yang 55 hari. Sedangkan di Gereja Ortodok Suriah, Gereja Katolik Kaldea, Gereja Asiria Timur, Gereja Ortodok Malankara dan Gereja Maronit dari Antiokhia selama 50 hari.
Masa Pra-Paskah ditandai dengan Senin Suci yang mengacu pada penyucian dari sikap berdosa melalui puasa dan berpantang mengonsumsi daging, ikan, susu, anggur dan pantangan berpikir, berkeinginan dan berbuat jahat. Berpuasa mengharuskan seseorang tidak mengonsumsi makanan atau minuman apa pun dari tengah malam hingga siang hari.
Puncak Pra-Paskah di hari Sabtu Lazarus ketika memperingati mujizat Yesus membangkitkan Lazarus yang telah terbaring mati selama empat hari. Keesokan harinya, dirayakan sebagai Minggu Palma yang memperingati masuknya Yesus ke Yerusalem dan diikuti oleh Pekan Suci.
Selama Pekan Suci, terdapat beberapa hari penting seperti Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci dan puncaknya hari Minggu Paskah. Kamis Putih memperingati perjamuan terakhir Yesus bersama keduabelas muridnya sebelum keesokan harinya disalib yang diperingati sebagai Jumat Agung. Sabtu Suci memperingati terbaringnya tubuh Yesus di pemakaman sebelum akhirnya diimani bangkit dari maut dan naik ke sorga sebagai hari Paskah.
Di kalangan Ortodok Timur, sudah jadi kebiasaan ketika Paskah untuk saling menyapa dengan seruan Salam Paskah, “Kristus Bangkit!”. Rangkaian masa Pra-Paskah sampai Minggu Paskah itu jatuh di tanggal berbeda dari Kristen arus utama lantaran Ortodok Timur mendasarkan penanggalan pada kalender Julian.
Di Yerusalem, sebagai kota suci bagi perkembangan Kristen mula-mula, tak ada tempat lain yang sesibuk Yerusalem selama perayaan Paskah. Dikutip dari laman organisasi Kristen Open Doors, umat Kristiani dari berbagai denominasi dan gereja menyatu merayakan dengan ritus mereka sendiri.
Misalnya pada hari Kamis Putih, gereja-gereja tradisional membuka pintu mereka untuk upacara pembasuhan kaki. Pada Jumat Agung, saatnya peziarah dan orang-orang Kristen setempat untuk melakukan prosesi Jalan Salib atau Via Dolorosa menyusuri lorong-lorong Kota Tua di Yerusalem yang diyakini sebagai jalan yang dilalui Yesus saat memanggul kayu salib menuju tempat penyaliban di Bukit Golgota yang di atasnya menjadi komplek Gereja Makam Kudus.
Saat Sabtu Suci, orang-orang Kristen Ortodok Timur berkumpul di dalam dan sekitar Gereja Makam Kudus untuk pelaksanaan upacara Api Suci. Orang-orang Kristen Ortodok Suriah memiliki kapel mereka sendiri di Gereja Makam Kudus, di mana peziarah dapat melihat gua penguburan kuno dari abad pertama Masehi.
Ray Hananian, seorang penulis dan jurnalis Kristen Palestina kelahiran Amerika Serikat dalam tulisannya untuk The Daily Hookah pada 2018 menyebut, perayaan Paskah di keluarga Arab meskipun telah berdiaspora dari tanah leluhurnya tetap berlangsung meriah. Selain identik dengan telur berwarna perayaan Paskah disuguhkan dengan sajian makanan tradisional Arab dan Yunani. Menurut Hananian, orang Yunani dan Arab sangat dekat lantaran akar historis yang panjang sebagai jemaat Kristen awal.
Hananian ikut mengungkapkan kegelisahannya tentang pandangan orang Kristen arus utama di Barat yang seakan tak begitu peduli dengan Kekristenan Timur termasuk Kristen Arab Palestina. Baginya, jemaat Kristen mula-mula tak cuma orang Yahudi yang masuk Kristen tetapi juga orang Arab.
“Jadi siapa sebenarnya ‘Orang-Orang Pilihan?’. Jika Anda percaya pada Yesus Kristus, jawabannya sederhana, orang-orang Kristen Arab Palestina,” tutup Hananian.
Perpecahan dan Keterasingan Kekristenan Timur
Bagaimanapun, Timur Tengah adalah tempat kelahiran agama Kristen dan rumah bagi beberapa denominasi Kristen paling lawas di dunia. Jutaan umat Kristen ada sampai detik ini dan tersebar di banyak negara meski kini menjadi kelompok minoritas. Menurut BBC, jumlahnya kian merosot karena faktor tingkat kelahiran rendah, migrasi dan persekusi.
Di daerah yang kiwari merujuk pada Palestina, Israel, Suriah, Libanon, Yordania, Kurdistan dan beberapa wilayah Turki di masa lalu adalah bagian dari kawasan Suriah Raya. Kelompok etnis yang menghuni Suriah Raya adalah orang Akkadia, Amori, Kanaan, Fenisia, dan Aram. Sejak 64 SM, Suriah Raya berada di bawah kendali Kekaisaran Romawi dan memecah-mecah menjadi beberapa daerah provinsi termasuk Yudea yang dicaplok Romawi pada 34 SM dan dipimpin oleh Herodes.
Beberapa tempat masih mempertahankan Kekristenan sampai sekarang seperti di sekitar Gunung Qalamun, Suriah yang warganya masih bertutur dalam bahasa Aram, bahasa yang sama yang dipakai Yesus semasa ia hidup. Begitu juga dengan orang Kristen Asyur yang menjadi kelompok etnoreligius di wilayah yang kini menjadi Suriah dan Irak modern. Menurut tradisi, gereja Asyur didirikan oleh tiga dari 12 murid Yesus, Tomas, Tadeus dan Bartholomeus saat berdakwah di kawasan Mesopotamia. Kekristenan kemudian menyebar di sepanjang rute perdagangan sungai Tigris dan Eufrat.
Jika ditilik, ada banyak kemiripan ritus antara Katolik Roma, Ortodok Timur dan Ortodok Oriental termasuk perayaan hari-hari besar menyambut Paskah. Itu tidak mengherankan lantaran keduanya mulanya adalah satu kesatuan, berakar pada kehidupan dan pelayanan semasa Yesus hidup dan diteruskan oleh 12 muridnya. Namun, keretakan dalam Gereja yang berisi kumpulan orang Kristen awal adalah keniscayaan. Selama rentang waktu sepuluh abad sejak Yesus wafat sekitar 30 M, gereja terpecah-pecah.
Encyclopaedia Britannica mencatat, Konsili Kalsedon 451 M menandai perpecahan pertama saat Gereja-gereja Ortodok Oriental menyatakan keluar dari persekutuannya dengan Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodok Timur karena perbedaan pandangan dalam keagamaan. Gereja Ortodok Oriental meliputi Gereja Apostolik Armenia, Gereja Ortodok Tewahedoo Ethiopia, Gereja Ortodok Tewahedoo Eritrea, Gereja Ortodok Koptik, Gereja Ortodok Patriark Suriah dari Antiokhia dan Gereja Ortodok Malankara.
Perpecahan besar berikutnya adalah antara Ortodok Timur yang banyak mendominasi Yunani dan Eropa Timur dan Katolik Roma. Aroma perselisihan sudah semerbak sejak abad ke-4 karena faktor perbedaan budaya dan peristiwa politik seperti pemindahan ibukota Kekaisaran Romawi ke Byzantium. Pembagian Kekaisaran Romawi menjadi Timur dan Barat membikin persaingan makin nampak. Ortodok Timur di wilayah Kekaisaran Romawi Timur dikepalai oleh Patriarkh, dan Kekaisaran Romawi Barat dengan Katolik Roma dikepalai oleh Paus.
Dalam urusan keagamaan, Hannah Hunt dalam Byzantine Christianity: The Blackwell Companion to Eastern Christianity (2007) menjelaskan, Ortodok Timur dan Katolik Roma tak mencapai kata sepakat dalam perkara keagamaan seperti sifat Roh Kudus, pandangan pernikahan, praktik puasa dan penggunaan roti tak beragi. Keduanya saling mengklaim pandangannya sudah didasari pada Alkitab. Puncaknya pada 1054 kedua Gereja berpisah saling mengekskomuni yang kemudian peristiwanya disebut Skisma Timur – Barat atau Skisma 1054. Kala itu Orthodok Timur dipimpin oleh Patriark Konstantinopel Micahel Cerularius dan Katolik Roma dipimpin oleh Paus Leo IX.
Menurut Emma Loosey dalam Eastern Christianity in the Modern Middle East (2010), situasi dan sejarah Kekristenan Timur mungkin tak banyak dikenal karena kalah pamor dengan Kekristenan Barat. Baik secara sosial dan budaya, Kekristenan Timur juga tak punya persatuan dengan Barat. Konsekuensinya, orang-orang Kristen Barat kerap gagal untuk memahami keragaman dan dinamika denominasi Gereja di Timur Tengah. (tirto)