Diakonia.id – Di Matius 26:39, di malam sebelum penyalibanNya, Yesus berdoa :
“Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”
Kita semua tidak ada yang mampu mengerti benar apa yang Yesus lalui malam itu, tapi doaNya telah membingungkan banyak orang.
Sampai di titik ini, Yesus tampaknya sepenuhnya mengetahui apa yang akan dialamiNya di salib, dan tetap akan maju dengan rela dan yakin.
Tapi tampaknya Dia sedang berdoa untuk ‘menempuh jalan lain’.
Saat Dia berdoa, “Biarlah cawan ini lalu dari padaKu”, apakah Dia sedang minta ijin Bapa untuk menempuh jalur alternatif selain salib?
Sementara sejumlah pastor dan ahli Alkitab mengatakan bahwa doa Yesus itu menunjukkan sisi manusiaNya, saya tidak sependapat jika jawabannya sesederhana itu.
Saya yakin Yesus tidak berubah pikiran.
Mari kita lihat buktinya.
BUKTI DALAM ALKITAB
Pertama, rencana salib SUDAH DISIAPKAN sebelum dasar bumi diletakkan. Paulus menyebutkannya dalam Efesus 1:4.
Rencana ini menyebutkan adanya ‘penyembelihan’ Anak Allah, tercatat di Wahyu 13:8.
Sebelum Yesus lahir, Dia SUDAH TAHU bahwa Dia akan ‘mati’ di bumi.
Kedua, beberapa kali dalam pelayananNya, Yesus menyatakan kematianNya yg akan datang dengan rinci dan menyebutkan ‘minum dari cawan”.
Di Matius 16:21 Yesus mulai memberitahu murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem untuk menanggung penderitaan dan dibunuh (lihat juga Matius 17:22-23; Lukas 9:22).
Dia bahkan tahu detailnya, bahwa Ia akan ditangkap, diolok-olok, diludahi, disesah dan dibunuh (Markus 10:32-33).
Yesus menggunakan gambaran ‘minum dari cawan’ untuk menggambarkan penderitaan dan kematian yang harus Dia tanggung (Matius 20:22-23).
Di doaNya yang dicatat Yohanes, Yesus mengatakan bahwa Ia tidak minta Bapa menyelamatkanNya dari momen penderitaan yang akan datang (Yohanes 12:27-28).
Ketiga, setelah doaNya di Getsemani, Yesus tetap menunjukkan kesediaanNya meminum cawan penderitaan.
Yohanes 18:11, setelah berdoa Yesus ditangkap. Petrus menghunus pedang melawan penjaga yang bermaksud menangkapNya, tapi Yesus berkata, “Sarungkan pedangmu itu, tidakkah Aku harus minum cawan yang diberikan BapaKu kepadaKu?”.
Jika sebelum dan sesudah berdoa di Getsemani Yesus tahu bahwa kematian akan datang sebentar lagi dan Ia menunjukkan kesiapan menghadapinya, bagaimana kita memahami doaNya tentang ‘melalukan cawan’?
Apa Yesus punya momen dimana Ia jadi lemah?
Apa Yesus kehilangan niat meneruskan misiNya?
Apakah Ia takut akan penderitaan yg akan dihadapiNya?
Apakah Ia berubah pikiran?
Jawaban dari semua pertanyaan ini adalah TIDAK!!
GAMBARAN PASKAH
Kita tidak mengerti doa Yesus karena kita tidak mengerti gambaran perjamuan Paskah yang Yesus gunakan.
Sebelum ke taman Getsemani, Yesus dan para murid baru saja mengadakan perjamuan Paskah.
Dalam perjamuan Paskah mereka meminum anggur dari cawan.
Pada masa itu, cawan yg digunakan dalam perjamuan Paskah adalah satu cawan besar yang dipakai bergantian.
Kebiasaannya adalah saat cawan tiba di tempat seseorang duduk bersandar, orang itu wajib menghabiskan isi cawan, meneguk sampai habis, sebelum cawannya diisi kembali dan dioper ke orang di sebelahnya.
Sebelum ‘cawan ini lalu dari padaku’ maka anda harus meminum isi cawan itu sampai habis.
Di bagian dasar cawan sering ada ampas pahit.
Dan ampas itu harus diminum juga supaya anggur bisa diisikan lagi untuk diminum orang berikutnya.
Jadi saat Yesus berkata, “Biarlah cawan ini lalu dari padaKu”, Dia TIDAK bermaksud mengatakan, “Aku tidak mau meminumnya”.
Tapi Dia sedang mengatakan, “Biar Aku meminumnya sampai habis, sebelum cawan itu disodorkan kepada manusia. Biar Aku kosongkan cawan itu. Biarkan Aku minum semuanya, juga ampas-ampas pahit di dasar cawan itu”.
Yesus TIDAK SEDANG meminta pada Bapa untuk menghindarkan cawan itu daripadaNya.
Yesus sedang minta supaya Ia meminum isi cawan murka Allah itu sampai ke tetes terakhir, yang terpahit sekalipun.
Ini arti dari kata-kata “Bukan kehendakKu, tapi kehendakMu yang terjadi”.
Yesus tidak sedang berdoa supaya cawan penderitaan dan kematian itu berlalu dari Dia.
Tapi berdoa untuk mengakhiri era kekuasaan dosa dan kematian sekali untuk selamanya, dalam diriNya, di salib.
Yesus sedang berdoa untuk menyelesaikan rencana ilahi, untuk mengakhirinya dengan sempurna.
Apakah Dia menantikan penderitaan dan segala rasa sakit itu?
Tentu saja tidak.
Tapi Dia juga tidak sedang mundur ketakutan dan lari menghindarinya.
RENCANA ALLAH YANG MENGEJUTKAN
Andaipun kelihatannya seperti ada konflik antara kehendak Yesus dengan kehendak Bapa di Matius 26:39,42; menurut saya, itu bukan ada di kehendak Yesus. Tapi di kehendak Bapa.
Adalah Bapa yang kelihatannya ‘sedang bergumul’ dengan apa yang harus terjadi saat itu. Bukan Yesus.
Bapa berada dalam situasi dimana Ia harus ‘memutuskan’ akan membiarkan manusia menderita karena dosanya, atau menimpakan seluruh dosa itu kepada AnakNya yang satu-satunya itu, yang benar dan yang sangat dikasihiNya itu.
Siapa dari kita yang pernah mengambil keputusan mahaberat seperti itu?
Allah harus memutuskan antara AnakNya sendiri dengan manusia yang hilang, cacat, rusak, penuh dosa dan suka memberontak.
Jadi, dalam doaNya, Yesus sedang berkata,
“Bapa, karena inilah Aku dulu datang ke dunia ini. Oleh sebab inilah Aku ada disini.
Ini sudah jadi rencana Kita sejak awal dulu.
Aku menerimanya.
Aku bersedia meminum isi cawan ini. Sampai habis. Setiap tetesnya.
Aku tidak akan memberikan sisa apapun kepada manusia, tak setetes pun.
Aku bersedia meminum cawan murkaMu sampai habis (lihat juga Yeremia 25:17-38; Yesaya 51:17-23).
Sebesar inilah kasihKu pada mereka.
Sebesar inilah keinginanKu agar mereka ditebus dan diampuni.
Biar Aku lakukan. Ini keinginanKu.
Tapi, pada akhirnya ya Allah, terserah padaMu. Ini keputusanMu”.
Ini yang sangat saya sukai tentang Yesus.
Dia benar-benar adalah Imam Besar kita, Perantara antara Allah dengan manusia.
Ia tidak berdoa untuk diriNya sendiri supaya lolos dari salib pada saat-saat terakhir.
Tidak.
Ia menghadapinya semuanya.
Berdoa dan minta Bapa supaya Mereka tetap pada rencana, semenyakitkan apapun peristiwa ini bagi Mereka karena Yesus harus menjadi dosa bagi kita (2 Korintus 5:21).
Ya, itu kelihatannya.
Tapi tidak.
Bapa juga tidak pernah ragu.
Tidak sedetikpun.
Yesus bilang jika kita melihat Dia, kita melihat Bapa.
Bapa mengasihi kita sebesar Yesus mengasihi kita.
Tidak ada pertanyaan atau keraguan di salib.
Baik Bapa maupun Yesus sama-sama tidak berniat mundur di salib.
Bersama-sama mereka memikul salib.
Tak peduli betapa memalukannya.
Supaya Yesus bisa sekali lagi duduk di sebelah kanan Allah Bapa di surga, dan kita bisa menerima kehidupan yang kekal.
BUKTI EKSEGETIK YANG MENDASARI KALIMAT “KALAU BOLEH CAWAN INI LALU DARI PADA-KU”
Kata ‘lalu’ (Inggris : pass, Yunani : parerchomai) yang digunakan di Matius 26:39 dapat diterjemahkan dalam dalam beragam arti.
Bisa dipakai untuk menjelaskan sesuatu yang diselesaikan, atau bagaimana Firman Allah tidak akan selesai sebelum digenapi (lihat Matius 5:8; 24:35; Markus 13:31; Lukas 16:17; 21:33).
Saya adalah satu di antara golongan yang percaya bahwa dalam percakapan di ruang atas dan doaNya di taman itu, Yesus menggunakan bahasa Ibrani.
Sementara Injil ditulis dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani.
Jadi saat Yesus mengatakan ‘lalu’, dalam bahasa Ibrani Dia sedang berkata ‘abar’ (menurut Ginsburg Hebrew New Testament) yang berarti ‘melalui’ (to pass through).
Ini adalah kata kunci dalam peristiwa Paskah/Passover (lihat Keluaran 12:12,23).
Dalam peristiwa itu, Allah ‘melewati’ (Ibrani : pesach) rumah-rumah orang Ibrani yang memiliki tanda darah di ambang pintu mereka.
Tapi Ia ‘melalui/memasuki’ (Ibrani : abar) rumah orang Mesir yang tidak ada tanda darahnya.
Saat Yesus berdoa supaya cawan itu lalu dari padaNya, Ia tidak sedang minta supaya cawan itu ‘pesach’ dari Dia.
Tapi sedang mengatakan bahwa Ia menerima cawan itu, menerima segala penderitaan dan kematian, sepenuhnya.
Supaya cawan itu ‘abar’ daripadaNya.
Ini sesuai dengan makna Paskah.
Yesus, Anak Domba Allah yang disembelih sebelum dasar dunia diletakkan, menerima sepenuhnya hukuman atas dosa.
Menyediakan darahNya untuk disapukan di ‘ambang pintu’ setiap orang yang percaya kepadaNya, sehingga penghukuman itu ‘lewat’ dari mereka.
Biarlah cawan ini lalu dari padaKu.
[Jeremy D.Myers : Let This Cup Pass – Did Jesus Change His Mind?; 20 April 2011]
http://redeeminggod.com/let-this-cup-pass-did-jesus-change-his-mind/
(Mona Yayaschka/dailygracia)
Saya melihat dari sisi lain yg menunjukkan bahwa yesus ingin Allah merubah takdirnya. Saya melihat dari sisi dia SANGAT KAETAKUTAN. Bahkan dalam Lukas 22 dia sampai berkeringat darah dan semakin ketakutan meskipun malaikat menguatkannya.
Patutkah seseorg yg dianggap tuhan ketakutan seperti itu ketika dirinya akan ditangkap? Coba bandingkan dg para pahlawan indonesia yg tdk ada sebersit rasa takut menghadapi kematian. Bandingkan dg para pelaku bom bunuh diri. Bahkan dg seorg wanita yg dg gagah berani mendatangi mabes polri yg intinya mendatangi kematian.
Selain itu, mengapa “tuhan” repot2 harus disiksa dan dibunuh manusia hanya utk menebus dosa manusia? Bukankah dia maha mengampuni tanpa pamrih?
Ini ug seharusnya menjadi renungan umat yg berpikir.