Diakonia.id – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) buka suara terkait hasil survei Setara Institute pada 2021 yang menyatakan Depok menjadi kota paling intoleran. Menurut Ridwan Kamil, metode survei harus diklarifikasi.
“Saya nggak melihat itu (intoleran) dalam pandangan saya. Mungkin metode surveinya perlu diklarifikasi,” papar Ridwan Kamil saat meresmikan Pasar Jabar Juara di Sawangan, Depok, Jumat (8/4/2022).
Berdasarkan pandangan Ridwan Kamil, masyarakat di Depok hidup rukun dan baik-baik saja. Ia meminta warga tak berpedoman pada hasil tersebut untuk menggeneralisasi.
“Dalam pandangan saya orang Depok baik-baik, sangat toleran. Saya doakan tentunya di mana pun, khususnya di Jawa Barat. Realitanya di lapangan adalah masyarakat sangat toleran,” imbuhnya.
Ridwan juga mengingatkan masyarakat tak cepat mengambil kesimpulan dari suatu survei. Ia pun menilai survei yang dilakukan Setara Institute terlalu dini.
“Yang terberitakan tentunya situasional ya dan tidak harus mencerminkan kesimpulan. Karena kesimpulan itu, menurut saya, terlalu prematur, saya kira begitu,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, Kota Depok menjadi kota yang mendapat skor toleransi paling rendah dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2021 versi Setara Institute.
Setara Institute membeberkan alasannya. Kota Depok menduduki peringkat ke-94 atau paling bawah dalam laporan IKT 2021 itu. Sedangkan di atas Depok, ada Banda Aceh, yang menduduki peringkat ke-93.
Setara menjelaskan temuan mereka mengenai Depok dan Banda Aceh. Menurut Setara Institute, kedua kota itu masih terjebak dalam siklus intoleransi atas hubungan mayoritas-minoritas.
“Kedua kota ini berdasarkan temuan SETARA Institute sampai 2021 masih terjebak dalam siklus intoleransi atas hubungan mayoritas-minoritas,” tulis Setara Institute dalam keterangannya, Rabu (30/3).
Setara menilai salah satu kota itu memiliki keberpihakan terhadap agama tertentu. Hanya, kebijakan untuk penganut agama lain dalam kota itu belum tercermin jelas.
“Bahwa pada salah satu kota, keberpihakan terhadap agama tertentu telah menjadi distingsi, akan tetapi perimbangan kebijakan untuk penganut agama lainnya belum tecermin secara jelas,” tuturnya.