Diakonia.id –
Sering kali kita memandang masa tua dengan firasat buruk, lupa bahwa waktu malam akan ada terang. Bagi banyak orang suci, masa tua adalah masa berharga dalam hidup mereka. Tiupan udara yang hangat terasa di pipi si pelaut saat ia mendekati pantai keabadian, ombak yang bergemuruh di lautnya semakin sedikit, maka berkuasalah ketenangan yang dalam, tenang, dan khusyuk. Dari mezbah usia, kerlip api masa muda pun hilang, tetapi nyala api yang lebih nyata dari perasaan sesungguhnya tetap ada. Para peziarah telah mencapai dataran Beulah [“yang bersuami”, Yesaya 62:4], negara yang bahagia, yang hari-harinya bagaikan hari-hari surga di dunia. Para malaikat mengunjunginya, angin surgawi bertiup di atasnya, bunga-bunga Firdaus tumbuh dalamnya, dan udaranya dipenuhi dengan musik serafim. Ada yang tinggal di sini bertahun-tahun, ada juga yang datang ke sini hanya selama beberapa jam sebelum mereka berangkat lagi, namun inilah Eden di bumi. Kita mungkin saja rindu akan saatnya kita berbaring di hutannya yang rindang dan merasa puas dengan pengharapan hingga datangnya waktu tercapainya hasil. Matahari yang terbenam tampak lebih besar daripada saat berada tinggi di atas langit, dan semarak kemenangan mewarnai awan-awan yang mengelilingi terbenamnya matahari. Kesakitan tidak merobek ketenangan senja usia yang manis, karena kekuatan dalam kelemahan yang menjadi sempurna [2 Korintus 12:9] bertahan dengan sabar dalam segala kesakitan. Buah-buah matang dari pengalaman yang berharga dikumpulkan sebagai santapan yang luar biasa dalam senja hidup, dan jiwa siap-siap beristirahat.
RENUNGAN HARIAN (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).
Isi renungan ini bebas untuk disalin dan disebarluaskan.