Diakonia.id – Ormas terlarang Front Pembela Islam (FPI) terseret dalam pusaran isu terorisme usai penangkapan simpatisan maupun mantan anggotanya. Sementara, proses hukum belum bisa membuktikan kaitannya. Terlebih, ada banyak organisasi yang bisa jadi pintu aksi teror.
FPI banyak disorot lantaran sejumlah pihak yang diduga sebagai simpatisannya atau mantan anggotanya diringkus oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Namun demikian, hingga saat ini pihak kepolisian belum mengkonfirmasi secara utuh mengenai keterkaitan ormas terlarang itu dengan rentetan penangkapan yang dilakukan oleh Polri. Mereka hanya menyatakan bahwa masih melakukan pendalaman.
“Saya rasa bukan suatu rahasia lagi, apa yang ada di publik (pengakuan terduga teroris) dan tentunya akan didalami oleh Densus 88,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigadir Jenderal Rusdi Hartono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (6/4).
Misalnya, terhadap pengakuan sejumlah terduga teroris yang ditangkap melalui sebuah rekaman video yang direkam yang kemudian tersebar di media sosial.
Salah seorang tersangka yang ditulis bernama Ahmad Junaidi mengatakan bahwa dirinya aktif mengikuti pengajian-pengajian dari mantan pimpinan FPI Rizieq Shihab kala itu.
Kemudian, terduga teroris lain bernama Bambang Setiono mengatakan bahwa dirinya telah menjadi simpatisan FPI sejak Desember 2020 lalu. Dia mengaku membuat bahan peledak dari Sukabumi dan merencanakan penyerangan ke SPBU dengan bom molotov.
Hanya saja, tak ada penjelasan dari kepolisian mengenai lokasi dan waktu pembuatan video tersebut. Tak diketahui juga, apakah video pengakuan itu merupakan rangkaian dari interogasi yang dilakukan penyidik Densus 88.
Satu hal yang pasti, para terduga teroris itu ditangkap dalam serangkaian operasi senyap oleh Densus 88 di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Semula, Densus menangkap empat orang di Condet, Jakarta Timur dan Kabupaten Bekasi.
Polri turut menangkap terduga teroris bernama Husein Hasni yang merupakan Sekretaris bidang Jihad DPW FPI Jaktim periode 2015-2020. Hanya saja, FPI menyatakan bahwa Husein telah dipecat dari ormas tersebut sejak 2017.
Dalam konferensi pers yang digelar Polda Metro Jaya pada Senin (29/3), dipamerkan sejumlah atribut baju dan buku berlogo FPI sebagai barang bukti. Terpampang juga kartu tanda anggota (KTA) FPI atas nama Husein Hasni dalam kegiatan tersebut.
Tak hanya di Jakarta, sejumlah operasi kepolisian di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan pasca bom bunuh diri juga mengisyaratkan keterlibatan simpatisan FPI di dalamnya.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa terdapat sejumlah tersangka yang melakukan baiat di Markas FPI. Namun demikian, Ramadhan tak merinci lebih jauh mengenai proses baiat itu.
Hal itu terungkap dari peran beberapa tersangka yang ditangkap oleh Densus 88. Baiat yang dimaksud, dipimpin oleh seorang Ustaz bernama Basri.
“Hasil interogasi dilakukan pengembangan dan penangkapan terhadap satu AS alias EKA alias AR, dimana perannya adalah ikut dalam perencanaan, mengikuti kejadian di Villa Mutiara, kemudian telah berbaiat di markas FPI yang merupakan markas organisasi yang sekarang sudah terlarang,” kata Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/3).
Para tersangka teroris yang diduga membantu pasangan suami istri berinisial L dan YSF meledakkan diri di depan Gereja tersebut diduga bergabung dalam kelompok kajian Villa Mutiara di Makassar. Mereka terafiliasi dengan jaringan teror Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sekitar 20 orang anggota Villa Mutiara pernah ditangkap polisi pada awal Januari 2021 lalu. Mereka pun disebut sebagai anggota dari organisasi terlarang FPI Makassar ketika masih eksis.
“Jadi semuanya yang ditetapkan tersangka dan dibawa ke Jakarta untuk penanganan lebih lanjut oleh Densus ini juga tercatat sebagai anggota FPI Kota Makassar,” kata Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes E Zulfan, Kamis (4/2).
![]() |
Praduga Tak Bersalah
Terkait tudingan polisi tersebut, sejumlah eks pengurus ormas tersebut pun menegaskan bahwa Front Pembela Islam (FPI) telah dibubarkan pemerintah. Sehingga, setiap temuan-temuan yang ada sudah tidak dapat dikaitkan dengan ormas itu.
“FPI udah bubar. Jadi enggak mau komentar terkait hal itu,” kata Eks Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar kepada wartawan, Selasa (30/3).
Namun, ia mengakui salah satu terduga teroris yang ditangkap di Condet, HH, pernah menjadi anggota FPI Jaktim yang kemudian dipecat pada 2017.
Keputusan pemecatan itu terlampir dalam surat keputusan Dewan Tanfidzi Wilayah FPI Jakarta Timur dengan nomor: 005/SK-DPW FPI/RABIUL AWAL/1439 H tentang Personalia Pengurus DPW FPI Jakarta Timur periode 2015-2020.
“Ini bukti HH sudah dipecat FPI dari 2017,” kata Aziz, Senin (5/4).
Lihat juga: BIN Bantah Isu Polri Sengaja Kaitkan FPI dan Aksi Terorisme
Senada, eks kuasa hukum FPI Achmad Michdan meminta semua pihak menghormati asas praduga tak bersalah terkait kasus terorisme yang diduga melibatkan FPI ini. Meskipun, kata dia, aparat mengklaim menyita bukti berupa atribut FPI.
“Enggak bisa kalau kemudian atribut-atribut itu langsung dituduhkan atau disangkakan kepada organisasi. Kecuali jelas kemudian dapat dibuktikan pemiliknya adalah anggota,” kata Michdan.
Pakar hukum pidana dari UI, Mardjono Reksodiputro, dalam bukunya Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP sebagai bagian dari hak-hak warga negara dalam Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana (1995), menyebut bahwa unsur-unsur dalam asas praduga tak bersalah tersebut merupakan asas utama perlindungan hak warga negara dalam proses hukum yang adil.
Jika asas praduga tak bersalah tersebut tidak diterapkan selama proses peradilan, tersangka dan terdakwa, atau terduga teroris dalam konteks kasus terorisme, tidak akan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia.
Premanisme, Bukan Terorisme
Pengamat terorisme Sidney Jones menyebut sejauh ini kasus yang terlihat adalah para mantan anggota FPI yang kemudian bergabung dengan kelompok jaringan teroris.
Awal tahun 2015 lalu, ungkapnya, sempat terjadi pembaiatan massal di maskar FPI Makassar untuk bergabung dengan kelompok pro Negara Islam Irak-Suriah (ISIS) yang dipimpin oleh seseorang bersama ustaz Basri.
Pembaiatan massal itu juga turut diikuti oleh orang-orang yang pernah tergabung dalam kelompok Darul Islam, Laskar Jundullah, dan lainnya.
Tiga bulan setelah pembaiatan itu, FPI mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak terkait dengan ISIS dan meminta anggota yang berbaiat kepada ISIS untuk keluar.
“So, saya kira itu agak keliru dan tidak tepat kalau FPI dicap organisasi teroris,” ucap dia, Selasa (30/3).
Lihat juga: Selisik Kaitan Atribut FPI dan Penggerebekan Teroris
Ia pun menyebut kegiatan FPI secara umum lebih bersifat premanisme, atau hanya memakai senjata sederhana, seperti batu hingga senjata tajam, dan tak bisa disebut sebagai terorisme.
“Pada umumnya apa yang mereka lakukan tidak bisa dikategorikan sebagai terorisme,” kata dia.
(mjo/arh)