Diakonia.id – Media baru seperti media sosial dan telepon genggam telah memfasilitasi gerakan sosial di banyak negara. Termasuk aksi unjuk rasa di beberapa daerah yang mengecam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah atas pembahasan dan pengesahan beberapa undang-undang bermasalah tahun lalu.
Aktivis dengan mudah menggunakan media baru untuk memobilisasi beragam sumber daya dan membagi informasi dengan sesama aktivis dan ke publik untuk mencapai tujuan jangka pendek gerakan sosial.
Pertanyaannya adalah apa yang terjadi pada aktivis dan media baru yang mereka gunakan setelah gerakan sosial berakhir?
Penelitian antara 2015 dan 2017 yang saya lakukan pada gerakan Provokator Damai di Ambon, Maluku, dapat menawarkan jawaban untuk itu.
Walau gerakan tidak lagi seaktif dulu, artefak online (daring) yang para pelaku gerakan miliki tetap ada. Mereka dapat mengaktifkan gerakan kembali jika perlu karena jejaring yang mereka bangun tetap ada.
Gerakan lewat media baru
Kekerasan di Ambon melibatkan komunitas Kristen dan Islam, terjadi dari 1999 hingga 2004 dan kemudian mencuat kembali pada 2011 hingga 2012.
Di periode kedua kekerasan, banyak disinformasi beredar yang memperbesar skala kekerasan. Filterinfo, sebuah grup tertutup di platform media sosial (medsos) Facebook, lahir dari kenyataan itu.
Aktivis Provokator Damai menggunakan Filterinfo untuk berbagi informasi dengan satu sama lain saat kekerasan berlangsung di Ambon.
Grup ini merupakan sarana bagi aktivis untuk berkoordinasi ketika mereka sedang mengumpulkan informasi untuk memeriksa disinformasi yang beredar luas waktu itu.
Kekerasan telah berakhir di Ambon; Filterinfo kini non-aktif. Namun hubungan antar aktivis berlanjut dan kegunaan media baru berubah mengikuti bergantinya situasi.
Kegunaan media baru itu berubah seiring dengan pergantian episode gerakan sosial: naik, memuncak, dan menurun setelah tujuan utama tercapai dan situasi berubah.
Setelah gerakan sosial menurun, aktivis menggunakan medsos untuk mengingat kenangan, memperkuat gerakan sosial berikutnya, dan melanjutkan partisipasi di banyak kegiatan lain yang mengikuti penurunan aktivitas di Filterinfo.
Penggunaan medsos setelah gerakan perdamaian melalui Filterinfo menunjukkan bahwa para aktivis mempertahankan jaringan yang mereka kembangkan ketika gerakan itu masih berlangsung, sehingga memungkinkan untuk mendukung gerakan-gerakan sosial selanjutnya yang muncul di Ambon pasca-kekerasan.
Para aktor menggunakan Facebook untuk menampilkan kembali artefak online seperti tautan, foto, dan dokumen yang mereka bagikan saat Filterinfo masih aktif.
Mereka kemudian berusaha meletakkan artefak tersebut dalam konteks dan kondisi terkini dan berusaha membagikan pengalaman mereka dalam membangun perdamaian ke wilayah lain di Indonesia yang rentan pada kekerasan berbasis agama.
Post (kiriman) ulang itu mengingatkan aktivis pada kenangan yang mereka bangun saat bersama-sama mencari informasi dari lokasi kekerasan dan membagikannya dengan aktivis lainnya.
Kiriman di Facebook setelah gerakan selesai isinya gurauan, cerita masa lalu, dan penjelasan tambahan yang tidak sempat para aktivis sampaikan saat mereka masih aktif. Dengan kata lain, penggunaan media baru beralih dari sarana berbagi informasi terkait gerakan perdamaian menjadi sarana mengingat kembali kenangan bersama.
Beberapa aktivis pindah dari Ambon karena pekerjaan, sekolah, dan keluarga setelah kekerasan berakhir. Meski demikian, partisipasi mereka pada gerakan-gerakan sosial di Ambon tidak berhenti.
Media baru menjadi jembatan untuk memberi dukungan, misalnya, pada saat gerakan Save Aru yang menolak perkebunan tebu di Kepulauan Aru pada 2013 dan Save Ema untuk perbaikan jalan dan fasilitas pendidikan di Desa Ema pada 2015.
Para aktivis yang dulu aktif di Filterinfo kemudian menggunakan akun medsos Twitter pribadi untuk membagikan ulang informasi yang mereka percaya akan membantu memobilisasi sumber daya yang diperlukan kedua gerakan sosial tersebut.
Bukan hanya itu, para aktivis juga melanjutkan partisipasi mereka dengan menghubungkan sejumlah aktivis kunci dalam kedua gerakan tersebut dengan pesohor dan tokoh terkemuka.
Hasilnya, kedua gerakan sosial memperoleh perhatian besar dari publik. Dengan kata lain, kedua gerakan sosial ini adalah sempalan (spin-off) dari gerakan provokator damai.
Salah satu warisan Filterinfo adalah munculnya pemimpin-pemimpin baru di tingkat komunitas di Ambon. Mereka banyak berkiprah di bidang kreatif, wisata, dan lingkungan. Banyak dari para pemimpin baru ini berjumpa dan bermitra melalui kerja perdamaian.
Media baru, sebagai warisan kerja para anggota Filterinfo, menjadi salah satu alat kuat untuk menggerakkan sumber daya saat kebutuhan untuk mengorganisasi aksi-aksi bersama muncul kembali.
Potensi untuk gerakan selanjutnya
Temuan dari Ambon dapat menjelaskan keberlanjutan dan perubahan yang terjadi dalam banyak gerakan sosial berbasis media baru.
Mereka tidak padam sebagaimana banyak dikritik; hanya meredup. Filterinfo, Save Ema, dan Save Aru di Ambon non-aktif setelah mencapai tujuan jangka pendeknya.
Para aktivis dapat mengaktifkan Filterinfo kembali jika perlu. Jejaring yang mereka bangun tetap hidup, sebagaimana terlihat dari penggunaan untuk berbagi kenangan, mendukung gerakan-gerakan sosial selanjutnya, dan melanjutkan partisipasi di aksi bersama dari luar Ambon.
Jaringan tersebut berkelanjutan baik di ranah daring maupun luring (offline). Jaringan ini dapat melemah tapi tidak mati.
Jejaring menunggu untuk aktif kembali seiring dengan para aktivis berbagi keluh kesah terkait masalah sosial baru yang berdampak pada Ambon. Para aktivis menjaga jaringan ini tetap hidup melalui media baru, tempat mereka berbagi informasi tentang kehidupan personal yang menjadi pengikat untuk kesinambungan hubungan mereka setelah gerakan perdamaian melalui Filterinfo meredup.
Gerakan lain, seperti #ReformasiDikorupsi, bisa saja hilang dari sorotan media dan publik. Namun, artefak onlinenya masih ada dan sejumlah penggiatnya dapat saja mengaktifkannya kembali jika keperluan untuk beraksi bersama mengemuka kembali.
Sementara itu, para aktivis kunci dapat menggunakan pengalaman, jejaring, dan ingatan yang mereka jalin selama gerakan tersebut aktif untuk mendukung gerakan-gerakan sosial lain yang muncul selanjutnya.