Diakonia.id – Label tokoh agama dengan pengalaman sebagai mantan pemeluk agama lain menjadi isu yang cukup ramai diperbincangkan belakangan ini. Di media sosial, beredar sejumlah video beberapa penceramah agama yang tengah membagikan pengalaman masa lalunya ketika memeluk agama lain sebagai bahan dakwahnya.
Tidak ada fasilitas akselerasi dalam tahapan pendidikan calon imam. Sebaliknya, justru malah ada calon imam yang belajar dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Salah satunya video tersebut merupakan video Steven Indra Wibowo yang dibagikan oleh akun twitter @RomoKristiadipr pada 24 Februari 2020 pukul 3.38 PM. Dalam video tersebut, Steven menyebutkan misdinar merupakan orang yang membantu pelayanan di altar gereja pada hari Minggu. Selain itu, ia juga menjelaskan tahapan yang ia jalani hingga ditahbiskan menjadi imam.
“Di misdinar itu bantuin untuk di altar segala macam, naik diakon, prodiakon, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil sakramen imamat,” ujar Steven dalam video tersebut.
Dalam unggahannya, akun Twitter @RomoKristiadipr menyebut pernyataan yang disampaikan Steven adalah keliru.
Sementara itu, dalam video yang dibagikan akun twitter @Lady_StayClassy pada 26 Februari 2020, ada pula Ustad Bangun Samudra yang mengaku mantan pastor dan menjalani pendidikan pastor secara akselerasi ketika sedang berdakwah.
Asal Usul Informasi
Berdasarkan penelusuran, versi penuh dari video Steven Indra tersebut diunggah oleh kanal video YouTube Vertizone TV pada 22 Januari 2020 dengan judul “(BARU) Koh Steven Indra Wibowo – dari Nge-gembel sampai jadi Ketua Mualaf Center Indonesia.”
Video tersebut diambil pada acara Talkshow Inspiratif pada 17 Januari 2020 di Masjid Baitut Taqwa, Kota Malang. Dalam poster acara di Instagram, Steven ditampilkan sebagai satu-satunya pembicara pada acara tersebut. Hingga Kamis (27/2/2020) pukul 15.00, video tersebut telah ditonton 47 ribu kali.
Mualaf Center Indonesia merupakan organisasi yang pelayanan dan sarana belajar bagi para mualaf. Dalam laman resminya, Steven Indra Wibowo bertindak sebagai direktur di organisasi tersebut.
Selain itu, Steven Indra juga sering muncul di berbagai pemberitaan media sebagai tokoh yang berbagi pengalamannya menjadi mualaf. Sedangkan Bangun Samudra dikenal sebagai ustad dengan label S3 Vatikan di sebuah baliho yang belakangan viral.
Fakta
Tahapan untuk menjadi imam di kepercayaan Kristen/Katolik membutuhkan waktu yang cukup lama. Para calon imam (seminaris) bersekolah di sekolah khusus yang disebut seminari.
Menurut laman SMA Seminari Mertoyudan, Magelang, bagi seminaris lulusan SMP, mereka akan menempuh kelas persiapan pertama selama setahun. Selama periode tersebut, seminaris akan belajar pengetahuan tentang Katolik dan pengetahuan umum.
Setelah tahap tersebut, seminaris akan menjalani kelas layaknya SMA selama tiga tahun. Selama periode itu seminaris akan memperdalam ilmu tentang gereja dan Katolik. Mereka juga dapat melakukan kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan.
Lulus kelas SMA, seminaris akan menjalani tahun rohani selama setahun untuk persiapan menuju tahapan seminari tinggi (Frater).
Menurut Romo Ambrosius Heri Krismawanto, setelah menempuh pendidikan frater, barulah calon imam bisa ditahbiskan. “Ada 3 tingkatan tahbisan, yakni tahbisan diakon, tahbisan imam, dan tahbisan uskup. Semua tahapan ini hanya khusus untuk laki-laki,” ujar pengajar di Fakultas Teologi Sanata Dharma.
Mengenai tahapan prodiakon, Romo Heri menyebutkan prodiakon bukan tahapan untuk menjadi imam gereja. Prodiakon adalah umat awam yg dipilih untuk membantu imam dalam perayaan liturgi dan ibadat, secara khusus untuk membantu membagikan komuni suci. Laki-laki maupun perempuan dapat menjadi prodiakon.
Menurut Romo Heri, dalam menjalani tahapan pendidikan calon imam, tidak ada fasilitas percepatan (akselerasi). Ia mengatakan, ada calon imam yang justru malah belajar lebih lama.
Tahapan pendidikan calon imam dilakukan secara penuh. Artinya, tidak ada kemungkinan sang seminaris untuk mendapat fasilitas percepatan (akselerasi) untuk semua alasan.
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan fakta yang telah dilakukan, klaim Steven Indra Wibowo mengenai tahapan pendidikan calon imam dan klaim Ustad Bangun Samudra mengenai akselerasi pada pendidikan calon imam adalah informasi yang salah dan menyesatkan (false & misleading).
Dalam menempuh pendidikan calon imam, tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan fasilitas percepatan atau akselerasi. Selain itu, Prodiakon bukan merupakan tahap yang lebih tinggi daripada diakon dan tidak termasuk ke dalam tahap pendidikan calon imam. (tirto.id)