Diakonia.id – Ramai lagi hujatan Sepajang hari atas pengeboman di Makassar.
Beragam hujatan dilontarkan dari mulai biadab sampai jangan dikaitkan dengan Islam kata wakil ketua MUI yang selalu tampil kontroversial, dia yang baper kita yang sial.
Saya sengaja tampilkan potongan foto di bawah ini bagaimana kekerasan memakai nama agama itu dierami dan diternak. Mungkin awalnya untuk kepentingan jangka pendek politik, tapi mereka lupa, mengerami anak macan pasti kelak kita diterkam.
Zaman pemerintahan SBY HTI di biarkan tumbuh kembang dan subur, merambat melalui kampus dan di kasi panggung, statement Din Syamsudin yg menyatakan jgn pertentangan khilafah dengan Pancasila, JK sebagai ketua DMI sengaja membiarkan saat kampanye pilkada Jakarta begitu ganasnya penampilan Islam yang direpresentasikan oleh kelompok manusia dungu FPI, pembiaran mulut “sange”nya Rizieq yang malah dilindungi, diongkosi, hampir saja Indonesia dirajam dengan kejam karena kita melakukan pembiaran perbuatan jahanam kaum yang mau mengoyak Pancasila. Terus mereka ini siapa sebenarnya.
Menerima utusan pemberontak Taliban, yang dinegaranya sudah mereka hancurkan, memenggal hak kaum perempuan atas pendidikan dan kebebasan. Kok kita mau mendamaikan, jangan sok ngurus dapur orang, itu beresin Makassar dan Poso daeng !

Sadar atau tidak kadang politik cari kuasa dan kaya dilakukan dengan cara biadab berdampak panjang dan merusakkan.
Coba bagaimana orang-orang yang kita anggap waras bernegara dibanding kita yg katanya “idiot” berpolitik, tapi nyatanya mereka lebih keji terhadap ibu Pertiwi.

Mengerami HTI, FPI, membiayai, mengongkosi, berkoalisi dengan tujuan pelan tapi pasti mau mengganti ideologi, apa mereka yang kita anggap negarawan ini pantas dihargai atau pantas kita maki-maki. Karena mereka jahat dan bisa berkhianat.
Lihat kelakuan mereka kepada Jokowi, orang yang berani membubarkan HTI dan FPI kok malah kesannya dimusuhi. Mau di makjulkan, dicaci-maki, hasil kerjanya dianggap gak ada.
Mereka buta mata dan hati, orang sejenis ini adalah orang yang dibiarkan Tuhan, mereka tidak bisa membedakan baik dan buruk, karena hatinya tertutup oleh rasa syirik, tapi tak mampu dan tak punya malu.
Kita ini kan sudah dihujani bom oleh kaum pekok ini berkali-kali, dari bom Bali, Sarinah, gereja Surabaya, dst. Sekarang Makassar. Kita sudah lama harusnya siaga, bukan cuma waspada. Apa mau nunggu jadi Suriah yang terus banjir darah.
Ibarat panen, ini adalah panen pra musim. Kita tinggal tunggu panen rayanya. Sekarang bola panasnya ada di kita, mau ditunggu ledakan berikutnya, atau kita hentikan larinya.
Tapi yang pasti habisi sumbernya. Termasuk politikus muka kakus yang rakus, juga partai yang jelas menolak Pancasila, kalau sekarang mereka diam bukan berarti sadar, ibarat memakai cadar mata dibalik pakaiannya mengancam kita. Mereka mengawasi kesiagaan kita, begitu kita lengah mereka telah memegang leher kita.
Sekali lagi biarkan foto yang bicara, tak perlu ditanya mereka siapa, karena kepada Tuhan pun mereka bermuka dua.
Penulis: Iyyas Subiakto