Diakonia.id – Peneliti Setara Institute Ismail Hasani menilai pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama ( FKUB) tingkat nasional belum diperlukan dalam mengatasi persoalan intoleransi dan konflik kebebasan beragama.
Menurut Ismail, saat ini yang terpenting harus dilakukan pemerintah adalah mengevaluasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Dua Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
Dua peraturan yang biasa disebut sebagai Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri ini merupakan instrumen hukum dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah ibadah.
“Yang terpenting pemerintah evaluasi dulu PBM yang di dalamnya mengatur juga soal FKUB,” kata Ismail, Jumat (13/3/2020).
Evaluasi yang dimaksud tepatnya pada bagian aturan pendirian rumah ibadah.
Ismail menilai, adanya SKB inilah yang menjadi salah satu pemicu diskriminasi terkait pembangunan rumah ibadah di masyarakat.
Pendirian rumah ibadat, mensyaratkan 90 KTP pengguna rumah ibadah dan 60 KTP dukungan.
Oleh karena itu, Ismail menilai pemerintah lebih perlu mengevaluasi SKB Dua Menteri dibanding membuat FKUB tingkat nasional.
“Dari situ need assesment dimulai. Jangan asal bikin tapi tidak bertolak dari kebutuhan aktual,” ungkap Ismail.
Secara terpisah Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengusulkan agar pemerintah merevisi aturan dalam SKB terkait Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Ia meminta agar posisi FKUB tidak lagi berbentuk proporsional.
Gomar ingin FKUB menjalankan tugas dan fungsi secara musyawarah serta tidak selalu melalui jalan pemungutan suara atau voting.
“Kita menuntut itu supaya tidak dipakai kata proporsional karena dengan proporsional itu yang terjadi voting bukan musyawarah, itu yang menghilangkan spirit bangsa kita untuk musyawarah,” ucap Gomar di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020).
“Oleh karenanya setiap FKUB itu jumlahnya harus terdapat cerminan dari seluruh komponen masyrakat,” kata dia.
Menurut Gomar, seharusnya FKUB tidak bertugas mengeluarkan rekomendasi, tetapi fokus pada dialog antar-umat beragama.
Namun, selama ini FKUB lebih banyak mengeluarkam rekomendasi untuk menentukan pemberian izin membangun rumah ibadah atau izin pelaksanaan ibadah.
“FKUB kan perangkat sipil bukan otoritas negara. Kalo mau disebut rekomendasi haruslah rekomendasi dari kemenag, misalnya kanwil atau kandep. Karena dia yg vertikal dari negara, kalo FKUB ini kan masyarakat sipil. Sangat mudah ditunggangi dan disalahgunakan,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, FKUB tingkat nasional dibutuhkan untuk memperkuat kerukunan antar-kelompok beragama.
Ia menilai keberadaan lembaga itu penting untuk menangani persoalan kerukunan di tingkat nasional.
“Saya juga bisa mengerti bahwa FKUB ini memang adanya di provinsi dan kabupaten/kota sehingga ketika ada masalah di tingkat nasional, (FKUB) itu tidak ada,” ujar Ma’ruf Amin saat bertemu dengan Asosiasi FKUB di Kantor Wapres, Selasa (10/3/2020).
Menurut Ma’ruf, masalah kerukunan antarumat beragama tidak hanya terjadi di daerah tetapi juga bisa terjadi skala nasional.
Dengan demikian, FKUB tingkat nasional dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalah kerukunan yang mungkin terjadi secara nasional. (kompas)