• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Kebangsaan

Pentingnya Merawat Kebhinnekaan demi Kesatuan Bangsa yang Mulai Terkoyak

Diakonia Indonesia by Diakonia Indonesia
20 March 2021
in Kebangsaan, Umum
0
Pentingnya Merawat Kebhinnekaan demi Kesatuan Bangsa yang Mulai Terkoyak
62
SHARES
325
VIEWS


Diakonia.id – Inilah yang menjadi tema besar seminar yang belum lama ini digelar oleh Pertiwi di Jakarta dimana saya menjadi salah satu pembicaranya, selain Jenderal Hamli dari BNPT Polri dan Susaningtyas Kertopati dari DPR RI. Ketua Umum Pertiwi, Putri K. Wardani, menegaskan tentang urgensi merajut kembali spirit kemajemukan dan nilai-nilai kebangsaan yang mulai “terusik” demi keutuhan dan masa depan bangsa dan negara Indonesia yang gemilang. Menurutnya, spirit kebhinnekaan dan nilai-nilai kebangsaan itu kini bukan hanya terganggu oleh munculnya berbagai kelompok radikal-intoleran tetapi juga oleh sisa-sisa Pilpres yang menimbulkan sejumlah luka menganga.

Saya setuju dengan pendapat Putri Wardani bahwa semua elemen bangsa Indonesia memang perlu diingatkan mengenai gejala dan fenomena memudarnya spirit kebhinnekaan dan kebangsaan lantaran “diserbu” oleh berbagai kelompok agama, ideologi, dan politik radikal-intoleran yang antikemajemukan dan kontrakebangsaan.

Sangat disayangkan kalau Indonesia yang supermajemuk dan superkaya dengan aneka etnis, suku, bahasa, agama, kepercayaan, budaya, tradisi, dan adat-istiadat ini kemudian musnah di kemudian hari hanya karena ulah sekelompok ektremis-intoleran tersebut.

Sementara itu kelompok toleran-pluralis dan kaum pecinta kemajemukan dan perdamaian lengah, abai, atau mungkin takut dan tak mampu berbuat apa-apa untuk menyelamatkan aset-aset kultural bangsa yang tak ternilai harganya. Jika tidak diantisipasi dengan cermat dan strategis, bukan hal yang mustahil jika kelak kebhinnekaan bangsa Indonesia itu rontok berkeping-keping ditelan oleh limbo sejarah dan hanya menyisakan penyesalan tiada tara seperti apa yang pernah terjadi di Afganistan, Suriah, Irak, Arab Saudi, dlsb.

Sumanto Al Qurtuby adalah anggota dewan pendiri Nusantara Kita Foundation dan Presiden Nusantara Institute. Ia juga Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi. Ia pernah menjadi fellow dan senior scholar di berbagai universitas seperti National University of Singapore, Kyoto University, University of Notre Dame, dan University of Oxdord. Ia memperoleh gelar doktor (PhD) dari Boston University, Amerika Serikat, di bidang Antropologi Budaya, khususnya Antropologi Politik dan Agama. Ia telah menulis lebih dari 20 buku, ratusan artikel ilmiah, dan ribuan esai popular, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia yang terbit di berbagai media di dalam dan luar negeri. Bukunya yang berjudul Religious Violence and Conciliation in Indonesia diterbitkan oleh Routledge (London & New York) pada 2016. Manuskrip bukunya yang lain, berjudul Saudi Arabia and Indonesian Networks: Migration, Education and Islam, akan diterbitkan oleh I.B. Tauris (London & New York) bekerja sama dengan Muhammad Alagil Arabia-Asia Chair, Asia Research Institute, National University of Singapore.
Penulis: Sumanto al Qurtuby

Sudah muncul sejak lama 

Meskipun, dalam konteks Indonesia, sejumlah kelompok radikal-intoleran sudah muncul sejak lama di berbagai daerah: dari Sumatera dan Jawa hingga Sulawesi dan Maluku tetapi gaungnya baru terasa mengglobal atau menasional sejak tumbangnya rezim Orde Baru (Orba) dan terutama sejak munculnya “dunia medos”.

Di zaman Orba, nyaris sulit bagi kaum ekstremis-intoleran untuk tumbuh dan berkembang biak (apalagi sampai menyebarkan paham dan ideologi) karena Pak Harto sangat otoriter dan tidak memberi peluang secuil pun bagi mereka untuk berkembang karena dianggap berpotensi mengoyak keamanan dan stabilitas nasional (serta keluarga dan kroni Cendana tentu saja).

Begitu rezim Orba tersungkur, “angin segar” (demokrasi dan kebebasan) pun datang yang langsung dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok radikal-intoleran tersebut. Atas nama kebebebasan dan demokrasi, mereka yang dulu bersembunyi di “lorong-lorong kegelapan” mulai bermunculan ke publik dan berani unjuk gigi.

Rezim pasca-Orba yang cenderung lembek, khususnya rezim SBY, turut memberi kontribusi bagi tumbuh-berkembangnya kelompok ini. Begitu pula, media medsos yang bebas-merdeka di Indonesia dijadikan semaksimal mungkin sebagai medium untuk mendistribusikan ideologi keagamaan yang antikemajemukan dan antikemanusiaan serta ujaran-ujaran radikal-intoleran yang menyesatkan.

Sejumlah saluran “tivi mainstream” yang mulai oleng akibat gempuran media online (khususnya YouTube) pun mulai kehilangan idealisme. Demi menghidupi “dapur tv”, mereka pun rela memberi panggung bagi para penceramah dan simpatisan radikalisme dan intoleransi untuk berdakwah dan meracuni publik Indonesia di stasiun-stasiun tv melalui ceramah-ceramah keagamaan maupun program-program “relijius” lain yang overdosis. Akibatnya, para penceramah toleran-pluralis yang mumpuni dan berkualitas pun tersingkir diganti oleh para “penceramah abal-abal kelas pedagang kaki lima”.

Problem bangsa semakin bertambah dengan munculnya sekelompok elit politik dan bisnis (termasuk lingkaran keluarga dan kroni Cendana) yang sakit hati dengan Presiden Joko Widodo atau pemimpin politik-pemerintahan siapapun yang bersih, anti-korupsi, berjiwa nasionalis, dan berkomitmen kuat membangun kejayaan dan kemajuan bangsa (seperti mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok) lantaran akses politik dan previlase bisnis mereka dikebiri dan dipereteli.

Oleh karena itu kaum serakah kekuasaan dan bisnis ini pun tidak segan-segan melakukan apa saja, termasuk kekerasan, menggelontorkan dana, dan menggalang persekongkolan dengan para pedagang agama, tengkulak ideologi, dan kelompok radikal-intoleran untuk menggoncang stabilitas rezim Jokowi dengan berbagai macam cara: dari menghembuskan hoaks-hoaks murahan dan isu-isu sentimen SARA yang dulu di zaman Orba “dimumikan” hingga “proyek kerusuhan” dan makar.

Dimanapun di dunia ini, kelompok-kelompok agama, khususnya kaum Islamis radikal, tidak memiliki komitmen kuat untuk memperjuangkan idealisme keagamaan yang sering mereka kampanyekan dan propagandakan. Mereka hanya berkoar-koar diluar saja tetapi rapuh dari aspek komitmen dan idealisme. Itulah sebabnya kenapa mereka gampang sekali diajak bersekongkol atau berjihad dengan kelompok manapun demi memerangi apa yang mereka anggap atau imajinasikan sebagai “musuh umat Islam”.

Meskipun ironisnya apa yang mereka anggap sebagai “musuh umat Islam” itu adalah umat Islam itu sendiri, sedangkan apa yang mereka anggap sebagai “teman” umat Islam sejatinya adalah “musuh” umat Islam itu. Sejarah mencatat, kelompok Islamis-radikal pernah berkoalisi dengan rezim komunis Soviet, fasis Italia, Nazi Jerman, demokrasi Amerika, dlsb. Itu artinya mereka tidak memiliki idealisme dan komitmen kuat membela Islam dan umatnya yang sering mereka propagandakan.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/W. Kurniawan)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Aksi di berbagai wilayah

    Pada tanggal 23-24 September ribuan mahasiswa berdemonstrasi di depan Gedung DPR. Mereka menganggap sejumlah RUU (seperti RUU KUHP dan UU KPK) bermasalah dan menuntut agar dibatalkan. Selain di Jakarta, aksi mahasiswa juga terjadi di berbagai wilayah lain di Indonesia.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/Antara Foto/M. Adimaja)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Bentrok dengan polisi

    Beberapa aksi unjuk rasa mahasiswa berakhir ricuh. Aksi yang diikuti oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Medan di depan gedung DPRD Sumatera Utara pada Selasa (24/09) sore waktu setempat sempat memanas. Mahasiswa tampak mulai kesal karena tidak diizinkan masuk ke gedung dan dua ban bekas pun dibakar.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/W. Kurniawan)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Ada provokator?

    Sementara di Jambi, aksi juga mulai ricuh ketika massa menyerang kantor gedung DPRD dan mengakibatkan pecahnya kaca-kaca di gedung itu. Polisi sempat menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa. Sementara seorang orator mengimbau agar rekan-rekannya tidak terpancing provokator.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/Antara Foto/A. Abhe)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Korban jiwa di Sulawesi

    Di Sulawesi, demonstrasi mahasiswa menelan korban jiwa. Aksi yang berujung bentrok dengan polisi di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada Kamis (26/09) menyebabkan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari, meninggal dunia. Yusuf Kardawi meninggal akibat luka parah di kepala, sementara Randy meninggal tertembak peluru tajam.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/Antara Foto/I. Eko Suwarso)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Investigasi kasus di Kendari

    Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya kedua mahasiwa tersebut. Selain itu ia juga menegaskan dalam penanganan demonstrasi mahasiswa, pihak kepolisian tidak diberikan perintah untuk membawa senjata berpeluru tajam. Jokowi memerintahkan Kapolri untuk menginvestigasi kasus ini dan memeriksa seluruh jajaran kepolisian yang diterjunkan di lokasi pada saat bentrok terjadi.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/W. Kurniawan)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Aksi demonstrasi juga diikuti pelajar

    Menurut Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof. Koentjoro, aksi pelajar adalah bentuk konformitas dengan kelompoknya dan tidak memiliki tujuan konkrit seperti aksi mahasiswa. “Saya kira enggak, mereka pikirannya belum sampai di situ. Kalau kakak-kakak mahasiswa itu kan sudah punya … tujuan tertentu. Kalau anak-anak ini mereka kumpul-kumpul bareng saja,” jelasnya seperti dikutip dari Kompas.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/W. Kurniawan)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Batu dan bom molotov

    Di Jakarta, sekitar 500 pelajar dan mahasiswa sempat mendekam di tahanan kepolisian menyusul kerusuhan selama aksi demonstrasi . Dalam beberapa kasus, sejumlah demonstran dikabarkan melemparkan batu dan bom molotov ke arah aparat keamanan.

  • Indonesien Studentenproteste in Jakarta (DW/D. Purba)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Pasta gigi lawan gas air mata

    Mahasiswa dengan wajah beroleskan pasta gigi menjadi pemandangan lazim pada aksi demonstrasi. Pasta gigi di sekitar mata diyakini bisa meredam efek perih dari tembakan gas air mata aparat keamanan.

  • Indonesien Protesten gegen neue Gesetze (Reuters/W. Kurniawan)

    Wajah Demonstrasi Generasi Milenial di Indonesia

    Meriam air andalan polisi

    Pada demonstrasi di Gedung DPR RI, Jakarta, gas air mata dan meriam air menjadi andalan polisi anti huru hara untuk memukul mundur demonstran dan membubarkan konsentrasi massa. Demonstran berusaha merangsek masuk ke halaman gedung DPR. (za/hp)

Lalu apa yang perlu dilakukan guna membendung laju kelompok radikal-intoleran?

Yang jelas strategi “top down” (misalnya melalui kebijakan pemerintah) maupun “bottom up” (misalnya gerakan masif-intensif masyarakat) perlu dilakukan secara simultan dan sinergis. Kolaborasi pemerintah-masyarakat (state-society cooperation) perlu terus digalakkan. Jelasnya, lebih khusus lagi, elemen “civil state” dan “civil society” yang prokebhinnekaan, toleransi dan perdamaian perlu terus bahu-membahu bekerja sama membendung arus deras radikalisme dan intoleransi yang disebarluaskan oleh elemen-elemen “uncivil state” (baca “oknum” pemerintah dan aparat radikal-intoleran) maupun “uncivil society” seperti kelompok milisi/paramiliter, LSM provokator kebencian, preman berkedok agama, sindikat bisnis yang serakah, dan seterusnya.

Jenderal Hamli dalam seminar yang disponsori oleh Pertiwi seperti saya singgung di awal tulisan ini menegaskan perlunya penyebarluasan pendidikan kearifan lokal warisan luhur leluhur bangsa yang sangat kaya yang menjunjung tinggi kebhinnekaan dan toleransi melalui berbagai media: sekolah, forum-forum pengajian, public gathering, dlsb.

Pendidikan memang sangat penting sekali. Kurikulum dan buku-buku bacaan di sekolah-sekolah dari PAUD hingga Perguruan Tinggi yang mengujarkan intoleransi, radikalisme, rasisme, etnosentirisme, dlsb harus dienyahkan diganti dengan yang berspirit atau bermuatan toleransi dan perdamaian. Selanjutnya, guru-guru dan dosen-dosen intoleran dan radikal harus ditatar dan “diruwat”, dan jika tidak mau mengajarkan dan mendidik pentingnya toleransi dan perdamaian kepada para siswa dan mahasiswa harus ditindak tegas. Perlu dibentuk semacam dewan pengawas toleransi dan kebhinnekaan di semua instansi pendidikan.

Bukan hanya di dunia pendidikan saja, oknum-oknum pemerintah dan aparat dan juga pegawai negara (ASN) yang terpapar intoleransi dan radikalisme harus disikapi secara serius dan ditindak tegas agar virus-virus kekerasan dan antikemajemukan tidak menular. Para pekerja di BUMN yang terpapar virus antipluralisme dan proradikalisme juga harus “diamankan” dan diruwat.

Hanya dengan kerja sama intensif-sinergis antara “civil state” dan “civil society” itulah, masa depan bangsa Indonesia diharapkan masih bisa tetap terjaga dengan baik dan lestari serta selamat dari gempuran kelompok intoleran dan radikal yang berusaha merusak sendi-sendi kemajemukan, kebangsaan, keagamaan, dan keindonesiaan.

Sumanto Al Qurtuby adalah anggota dewan pendiri Nusantara Kita Foundation dan Presiden Nusantara Institute. Ia juga Dosen Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi. Ia pernah menjadi fellow dan senior scholar di berbagai universitas seperti National University of Singapore, Kyoto University, University of Notre Dame, dan University of Oxdord. Ia memperoleh gelar doktor (PhD) dari Boston University, Amerika Serikat, di bidang Antropologi Budaya, khususnya Antropologi Politik dan Agama. Ia telah menulis lebih dari 20 buku, ratusan artikel ilmiah, dan ribuan esai popular, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia yang terbit di berbagai media di dalam dan luar negeri. Bukunya yang berjudul Religious Violence and Conciliation in Indonesia diterbitkan oleh Routledge (London & New York) pada 2016. Manuskrip bukunya yang lain, berjudul Saudi Arabia and Indonesian Networks: Migration, Education and Islam, akan diterbitkan oleh I.B. Tauris (London & New York) bekerja sama dengan Muhammad Alagil Arabia-Asia Chair, Asia Research Institute, National University of Singapore.

Join @idDiakonia on Telegram
Source: DW
Previous Post

Sri Lanka Klarifikasi Pelarangan Burkak dan Cadar

Next Post

Menista agama bisa dihukum mati di beberapa negara Muslim, mengapa dianggap pelanggaran besar?

Next Post
Menista agama bisa dihukum mati di beberapa negara Muslim, mengapa dianggap pelanggaran besar?

Menista agama bisa dihukum mati di beberapa negara Muslim, mengapa dianggap pelanggaran besar?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment Daftar jadi Agen Pulsa, Voucher Game, dan Multipayment
No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 1 other subscriber

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Service funding support: BCA 2100103331 (Sunardo Panjaitan)

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Berita
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Filsafat
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2025 diakonia.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2025 diakonia.id