Diakonia.id – Sekolah Menengah Atas Kristen Dago, Bandung, Jawa Barat. Pamornya meredup seiring terjadi sengketa lahan. Tempat yang sangat berarti bagi BJ Habibie dan Hasri Ainun Besari. Di sini sepasang sejoli ini belajar, bertemu pertama kali, kemudian hari menikah hingga maut memisahkan.
“Maka sebab itu diajarkan apalah akan kami membilang segala hati kami, supaya kami beroleh hati yang berbudi.” (Mazmur 90:12).
Sepenggal ayat dalam Alkitab tersebut menghiasi buku kenangan 25 tahun Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK) Dago Bandung yang kondisinya telah usang dan berdebu.
Buku kenangan itu satu-satunya literatur yang menceritakan ihwal sejarah berdirinya SMAK Dago Bandung.
Kabarnya, menurut pihak sekolah, setelah gedung dirobohkan banyak peninggalan BJ Habibie termasuk literatur ihwal sejarah ataupun kenangan sekolah SMAK Dago Bandung telah hilang entah ke mana rimbanya.
Dalam buku kenangan 25 tahun ini disebutkan sejarah awal berdirinya SMAK Dago Bandung. Orang pertama yang menggagas mendirikan SMAK Dago Bandung adalah A. Panggabean, seorang Inspektur Umum Kepala SMP Daerah Jawa Barat yang diberikan tugas oleh pemerintah kala itu untuk mengurusi penampungan murid-murid yang berasal dari sekolah-sekolah bekas sekolah-sekolah Belanda.
Karena waktu itu, sejak bergabungnya Negara Pasundan (sekarang Provinsi Jawa Barat) dengan Republik Indonesia sekitar Maret 1950 mewajibkan adanya perubahan sistem pendidikan, yaitu meng-indonesiakan seluruh sekolah yang ada.
A. Panggabean akhirnya bekerja sama dengan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kejuruan (BPSMK) Jawa Barat mendirikan SMA Kristen di Jalan Dago No. 81 Bandung. Sekarang Jalan Ir Juanda 93 (depan) Jalan Ciungwanara (belakang) Lb Jalan Siliwangi.
Harapan kami bisa melahirkan Habibie-Habibie lain sebagai penerus bangsa ini.
Adalah Het Christelijk Lyceum sekolah Kristen kala itu yang akhirnya menjadi atau diserahkan kepada SMAK Dago Bandung dengan tujuan, salah satunya menampung murid-murid yang tidak ikut pergi ke Belanda.
Setelah SMAK Dago Bandung terbentuk, Badan Perguruan Sekolah Menengah Kejuruan (BPSMK) Jawa Barat yang disingkat Yayasan BPSMKDB yang berkedudukan di Bandung dengan Akta Notaris Mr. Tan En Kiam, Nomor 113 28 Desember 1950. Yayasan ini berlandaskan dasar-dasar seperti yang tertuang dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Baru, dengan tujuan menyelenggarakan sekolah-sekolah menengah Kristen di Jawa Barat.
Disebutkan, pengurusnya terdiri dari anggota Gereja Kristen Pasundan dan Gereja Kristen Indonesia yang ditetapkan untuk dua tahun menjabat di antaranya; Ketua Yayasan BPSMK Jawa Barat, Mr. L.H.P.S Makallwy, Wakil Ketua Thio Kwat Siong, Sekretaris Jakin Elia, Bendahara Liem Swie Djoen, dan anggota-anggota yaitu; Dr. R. Gadroen (Alm), Dr Ong Tong Houw (yang sudah menetap di Amerika Serikat), Dr. J.E. Siregar, Dr. A.J.J Kaligis dan Dr. Lie Han Yang.
Setelah mengalami perubahan-perubahan, para pengurus BPSMK Jwa Barat berubah mulai 1975, di antaranya; Ketua Yayasan BPSMK Dr. J.E Siregar, Wakil Ketua Kosasih Kosim, Sekretaris I Daniel Wibawa (sejak bulan Agustus 1974 yang akhirnya non-aktif), Sekretaris II Hidajat Joesmoes, Bendahara Budiman J Santoso, dan 5 anggota yaitu,F. Leiwakabessy, Ny. K.Titus, Saul Adam, Lukman Satiputra dan Isak Zakaria.
Tahun-tahun Awal
Dikatakan dalam sejarah SMAK Dago, pembukaan resmi dilakukan pada 1 Agustus 1950 yang berada di bawah naungan BPSMK Jawa Barat dengan direktur pertama Dr. L. Zwan merangkap jabatan sebagai Rektor di Van Het Christelijk Lyceum yang berada dalam kompleks yang sama dengan SMAK Dago Bandung kala itu.
Mengingat adanya kesulitan dalam pelaksanaan tugas yang berbeda, maka Yayasan BPSMK Jawa Barat merasa perlu mengangkat direktur berwarganera Indonesia. Maka, sejak 1 Juli 1951, The Joe Twan diangkat sebagai direktur pertama berwarga negara Indonesia asli.
Sejak berdiri pada 1950, jumlah murid kala itu hanya 150 dan 6 kelas. Lambat laun, jumlahnya meningkat hingga akhirnya pada 1960 SMAK Dago Bandung memiliki 25 kelas dengan jumlah murid sebanyak 800. Terhitung pada 1 Oktober 1968, masa jabatan Direktur Yayasan BPSMK Jawa Barat The Joe Twan berakhir, yang kemudian digantikan M. Entoem dan Otong Suriaatmaja.
Setelah mereka yang menjabat sebagai Direktur Yayasan BPSMK Jawa Barat pada 1968, terdapat pergantian lagi. Setelah dipimpin oleh M. Entoem dan Otong Suriaatmaja pada 1968, sekitar 1970 kemudian diganti oleh Nawami, pada 1972 diganti lagi oleh Lily Muli Setia, hingga diganti oleh Dr. S. Nasution pada 1974-1975.
SMAK Dago Bandung pernah mengalami masa emas dibuktikan dengan jumlah siswanya yang hampir 1.000 orang mulai pada 1950-1995. Selama masa 1950-1975 itu pun banyak prestasi dari murid-muridnya salah satunya prestasi di bidang olah raga dan kesenian hampir 150 lebih piala atau kejuaraan yang telah ditoreh murid-murid SMAK Dago Bandung.
Selain itu, SMAK Dago baik dulu hingga sekarang memang dikenal sebagai sekolah yang melahirkan murid-murid berprestasi dan membanggakan, satu diantaranya adalah BJ Habibie. Dari kumpulan data-data nilai pun (1950-1975), tampak hampir rata-rata murid bernilai tinggi yaitu, nilai 90-100 untuk nilai ujian akhir.
Pamor Meredup Seiring Sengketa Lahan
Wakil Kepala Kurikulum SMAK Dago Bandung yang mulai bekerja pada 1976 sampai saat ini, Senglam Purba menuturkan SMAK Dago Bandung pernah mengalami masa emas sekitar tahun 1950-1995. Hal ini tampak dari jumlah siswa yang tergolong banyak sekitar 800-1.000 orang.
Namun, setelah memasuki tahun 1996 SMAK Dago Bandung ini mulai meredup karena beberapa faktor, tetapi yang paling mempengaruhi menurunnya pamor SMAK Dago Bandung adalah masalah sengketa lahan.
“Mulai meredup akibat sengketa lahan, yang akhirnya SMAK Dago hanya memiliki siswa kurang lebih 30 orang dari kelas 1-3. Memang Almarhum BJ Habibie ada keinginan untuk membantu, tetapi setelah melihat masalah ini karena persoalan internal, beliau tak bisa berbuat apa-apa. Beliau hanya mengaku sedih atas apa yang telah terjadi,” tutur dia.
Sebelumnya, Kepala Sekolah SMAK Dago Bandung Rosmian Simorangkir bercerita soal kondisi terkini sekolah BJ Habibie. Saat ini jumlah siswa sekitar 30 orang. Sedikitnya jumlah siswa karena pengaruh sengketa lahan, ditambah persaingan SMA Kristen saat ini yang jumlahnya menjamur dengan berbagai fasilitas menjadikan SMAK Dago Bandung ini mulai tidak diminati.
“Iya, dulu memang kita pernah mengalami masa emas. Tetapi, sekarang melihat penerimaan siswa baru saja sedikit. Di lingkungan SMAK Dago Bandung ini saja sudah ada 5 sekolah kristen paling top di Bandung,” tutur dia.
Tapi kata Rosmian, meskipun jumlah siswa sangat sedikit tetapi dari aspek kualitas SMAK Dago cukup diperhitungkan. Dari semua siswa yang ada hampir 80 persen semuanya diterima di PTN bergengsi. Hal itu menjadi kebanggaan SMAK Dago Bandung, meskipun murid sedikit tetapi prestasi dan kualitas pendidikan tetap dipertahankan.
“Siswa SMAK Dago kebanyakan diterima di PTN itu menjadi satu kebanggan bagi kami. Meskipun jumlah murid sedikit, honor para guru tidak pernah telat, dan sisi positifnya adalah semua murid dan guru semakin dan dekat dan lebih akrab seperti keluarga sendiri,” kata dia.
Rosmian sangat berharap, meskipun jumlah siswa sedikit tetapi SMAK Dago Bandung tetap akan melahirkan siswa-siswi berprestasi yang membanggakan, dan terutama melahirkan BJ Habibie-BJ Habibie lain yang menjadi bapak teknologi Indonesia.
“Harapan kami, kami bisa melahirkan Habibie-Habibie lain sebagai penerus bangsa ini,” ujarnya.
Meskipun eksistensi SMAK Dago Bandung mulai meredup, tambah Rosmian, ia bertekad tetap akan berupaya terus mempertahankan eksistensi SMAK Dago Bandung sebagaimana pesan terakhir BJ Habibie yang ingin sekolahnya ini tetap eksis dan tidak berpindah tangan kepengurusannya.
“Saat beliau ke sini 4 atau 5 tahun lalu. Saya masih ingat, saya sendiri yang menuntun Pak Habibie yang waktu itu sudah sakit-sakitan. Pak Habibie waktu itu sedih melihat kondisi sekolah yang mulai rusak,” tuturnya dengan wajah sendu.
Memang bagi keluarga besar SMAK Dago Bandung, berpulangnya BJ Habibie menjadi duka mendalam karena BJ Habibie sosok bapak yang dikasihi, bapak terbaik se-Indonesia, bapak reformasi yang akan selalu dihormati, bapak teknologi, bapak nasionalis yang dikenal sangat visioner.
“Tentunya, kami keluarga besar SMAK Dago mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya. Semoga Bapak BJ Habibie tenang di surga dengan kasih Tuhan Jesus,” tutur Rosmian.
Di tempat yang sama, seorang siswi, Amanda Febrianty 16 tahun mengakui sedih atas meninggalnya bapak teknologi dan reformasi Indonesia BJ Habibie yang sangat menginspirasi banyak pihak, tidak terkecuali bagi seluruh murid SMAK Dago Bandung.
“Kita tentu sangat sedih, beliau sangat menginspirasi khususnya kita yang bersekolah di sekolah dulu BJ Habibie. Saya berharap, bisa seperti Pak BJ Habibie yang dipandang orang bukan karena ketenarannya tetapi karena melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang,” kata dia.
Jujur, katanya, meskipun SMAK Dago kondisinya seperti ini tak akan menyurutkan dirinya untuk tetap bersekolah. Justru akan lebih bersemangat, apalagi melihat sosok BJ Habibie yang memilih bersekolah di sini bukan karena fisik sekolahnya, tetapi karena kualitas pendidikan yang tidak kalah dengan sekolah yang bangunannya mewah. (tagar)