Diakonia.id –
Di tengah keramaian yang memburu Penebus menuju ajalnya, ada beberapa jiwa murah hati yang penderitaan pahitnya mencari kelepasan melalui tangisan dan ratapan — sebagai musik yang pas untuk mengiringi derap kesedihan. Ketika jiwaku, di dalam imajinasi, dapat melihat sang Juruselamat memikul salib-Nya ke Kalvari, jiwaku bergabung dengan para perempuan saleh itu dan menangis bersama mereka; karena memang ada penyebab yang lebih hakiki dari kesedihan itu — penyebab yang lebih dalam daripada yang dipikirkan para perempuan yang berkabung itu. Mereka menangisi kemurnian hati yang diperlakukan dengan salah, kebaikan yang dianiaya, cinta yang berdarah, kelemahlembutan yang hampir mati; tapi hatiku memiliki alasan yang lebih dalam dan lebih pahit untuk berkabung. Dosa-dosakulah cambuk yang mengoyak bahu-Nya yang mulia, dan dosa-dosakulah yang mengenakan mahkota duri pada alis-Nya yang berdarah: dosa-dosaku berseru: “Salibkan Dia! salibkan Dia!” dan meletakkan salib itu di atas bahu-Nya yang murah hati. Pengarakan Dia kepada kematian merupakan sebuah kesedihan kekal: tetapi menyadari bahwa dirikulah pembunuh-Nya merupakan duka yang jauh lebih besar, tidak terhingga besarnya, lebih dari yang dapat diungkapkan pancuran air mata.
RENUNGAN HARIAN (diterjemahkan dari Morning and Evening: Daily Readings, Charles H. Spurgeon).
Isi renungan ini bebas untuk disalin dan disebarluaskan.