Diakonia.id – Kasus pelaporan dugaan penodaan agama yang dilakukan terhadap 4 tenaga kesehatan (nakes) pria RSUD Djasamen Saragih Pematang Siantar karena memandikan jenazah perempuan psien susfec Covid-19 menjadi perhatian para pemimpin gereja. Lima pemimpin gereja itu, yakni Ephorus HKBP, Pdt Dr Robinson Butarbutar; Ephorus GKPS, Pdt Dr Deddy Fajar Purba; Bishop GKPI, Pdt Oloan Pasaribu MTh; Ephorus HKI, Pdt Manjalo Pahala Hutabarat STh MM dan Sekum Moderamen GBKP, Pdt Rehpelita Ginting STh MMin lewat pernyataan persnya meminta masyarakat agar menjaga kerukunan dan kedamaian dalam siatuasi pandemi Covid-19.
Dalam rilis pers kelima pimpinan gereja tersebut menyampaikan bahwa bahwa pada 20 September 2020, seorang pasien perempuan di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar meninggal dunia dan 4 nakes laki-laki yang melakukan pemulasaran jenazah untuk protokol pemakaman pasien Covid-19 yang harus segera dilakukan. Tindakan keempat nakes tersebut dilakukan dengan alasan ketiadaan nakes perempuan untuk pemulasaran jenazah.
Pada tanggal 24 Februari 2021, Kejaksaan Negeri Pematangsiantar mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan. Pemimpin gereja-gereja di Sumatera Utara melihat kasus ini telah mengundang berbagai reaksi dalam masyarakat. Karena itu, untuk menjaga kerukunan masyarakat dan kedamaian dalam situasi Pandemi Covid-19 di Pematangsiantar, kami menyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Kami mengapresiasi Kejaksaan Negeri Pematang Siantar yang mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan pada tanggal 24 Februari 2021. Kami percaya hal ini didasari oleh semangat dari para aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya secara adil, profesional, tanpa intervensi atau tekanan dari pihak lain. Tindakan mereka sejalan dengan semangat penegakan hukum Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk mengedepankan pendekatan restorative justice dan membawa kedamaian dalam masyarakat.
- Kami mengajak semua komponen masyarakat di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, untuk bersama-sama menjaga kehidupan sosial yang toleran, saling menghargai, dan kondusif; membuka ruang dialog; secara khusus di Kota Pematangsiantar yang dikenal sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia.
- Kami menghormati, mendukung, dan mendoakan mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan yang bekerja dengan kode etik mereka, bekerja untuk kesehatan masyarakat.
- Lebih lanjut, kami menghimbau Pemerintah, DPR/DPD, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan lembaga-lembaga negara/pemerintahan lainnya, baik di pusat maupun di daerah untuk meninjau ulang produk hukum terkait penodaan agama yang sangat diskriminatif dan sarat dengan pasal-pasal karet baik melalui legislative review, judicial review, ataupun hal-hal lain sesuai hukum yang berlaku baik untuk norma maupun pelaksanaan/enforcement dari produk hukum tersebut dengan prinsip yang berkeadilan dan restorative justice untuk membawa kedamaian di masyarakat.
Para pemimpin gereja ini juga menngimbau gereja-gereja di Sumatera Utara membuka diri terhadap seluruh komponen masyarakat untuk mencari solusi bersama dalam menyelesaikan masalah ini agar kita bisa tetap fokus bersama pemerintah untuk menghadapi Pandemi Covid-19, demi terciptanya hubungan sosial yang baik dan harmonis.
“Mari berdoa agar Tuhan Allah memberkati usaha-usaha kesehatian anak-anak bangsa menghadapi tantangan nyata yang kita hadapi sebagai bangsa,” kata 5 pimpinan gereja tersebut dalam surat pernyataan pers tertanggal 25 Februari 2021 tersebut..