Diakonia.id – Nama bagi Allah yang Esa itu banyak sekali. Dan banyak juga dipermasalahkan. Apa salahnya dengan Nama Allah yang digunakan agama Islam maupun Kristen untuk menunjuk pada Nama Tuhan yang Esa? Mengapa Nama “Allah” masih dipermasalahkan oleh kalangan tertentu? Pada prinsipnya kelompok ini berpendapat bahwa “Allah” adalah nama dewa berhala Arab karena itu haram disebut oleh umat Kristen dan harus dihapus dari dalam Alkitab (terbitan LAI / Lembaga Alkitab Indonesia). Konsekwensi dari keyakinan ini adalah bahwa kelompok ini kemudian menerbitkan Terjemahan Kitab Suci sendiri dengan menghilangkan kata “Allah.”
Tidak dapat dipungkiri, bahwa penolakan sebagian orang-orang Kristen di Indonesia pada penggunaan kata “Allah,” ketegangan tsb. dirangsang beredarnya fotocopy dan terjemahan buku tulisan Robert Morey: “THE ISLAMIC INVASION, Confronting the World’s Fastest Growing Religion” (Harvest House Publishers, Eugene, 1992) yang disebarkan oleh orang-orang Kristen “anti Allah.” Isi buku tsb. sarat ungkapan konfrontasi dan supremasi bangsa Barat Amerika atas bangsa Arab dan sentimen anti Islam/Arab yang kental yang di Indonesia yang sampai sekarang ini berpotensi mengganggu kerukunan antar umat Islam dan Kristen.
Kata Ibrani אֱלֹהִים – ‘ELOHIM yang dalam Alkitab Bahasa Indonesia terjemahan LAI diterjemahkan dengan “Allah,” אֱלֹהִים – ‘ELOHIM itu adalah bentuk “plural” dari kata Ibrani אֱלוֹהַּ atau אֱלֹהַּ – ‘ELOAH. Sedangkan אֵל – ‘ÊL adalah bentuk konstruk dari אֱלוֹהַּ – ‘ELOAH atau אֱלֹהִים – ‘ELOHIM itu.
Kata אֱלוֹהַּ – ‘ELOAH, dapat dibandingkan dengan kata yang serumpun dengan bahasa Ibrani, yaitu bahasa Aram: אֱלָהּ – ‘ELAH, dan juga bahasa serumpun lainnya, yaitu bahasa Arab: الله – ‘ALLAH. Dan, kata “Allah” ini telah diserap menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia. Ingat bahwa bahasa Ibrani, bahasa Aram dan bahasa Arab adalah bahasa yang serumpun, yaitu rumpun Semitik. Orang-orang Kristen Arab, mereka telah menggunakan kata “Allah” ini dalam makna yang sama dengan kata Ibrani אֱלוֹהַּ – ‘ELOAH atau אֱלֹהִים – ‘ELOHIM. Penggunaan kata “Allah” oleh orang-orang Kristen Arab ini jauh sebelum era Muhammad (yang baru muncul abad 7 Masehi), Maka, jika ada orang Kristen yang baru belajar “ke-Yahudian” dan ingin menjadi “Yahudi,” kemudian mereka berubah pola pikir menjadi “anti kata Allah,” mereka lupa bahwa Kekristenan itu berasal dari Timur. Atau mereka kurang wawasan, atau sekedar sikap rasis “Anti Arab” (Muslim). Kekristenan tidak berasal dari Barat (Eropa/ Amerika). Alih-alih ingin menjadi “Kristen Yahudi,” mereka justru sedang membuang khas semitik Kekristenan yang memang asalnya dari Timur Tengah. Dan Yesus Kristus bukan bule, Yesus Kristus lahir di Betlehem dekat Yerusalem, dan bukan di Eropa aatu Amerika.
Pendapat lainnya dari kalangan Kristen yang begitu anti kepada kata serapan Arab “Allah,” adalah bahwa bangsa dan bahasa Arab itu keturunan Ham yang terkutuk, sedang bangsa dan bahasa Ibrani itu sudah ada sejak dahulu kala sampai sekarang, akibatnya ada kecenderungan berat untuk menolak semua yang berbau istilah Arab termasuk agamanya, dan mengagungkan semua istilah-istilah Ibrani. Saya senang banyak orang Kristen mulai belajar bahasa Ibrani sebagai bahasa asli dari Kitab Suci kita Perjanjian Lama. Namun jangan lupa bahwa Allah pun mengizinkan agar Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Goyim, bahasa non Yahudi, bahasanya kalangan Kafir, yaitu: Bahasa Yunani. Hal ini agar Injil (Berita Baik) dari Tuhan kita Yesus Kristus dapat diterima segala bangsa-bangsa.
Sesudah air bah, Bumi dihuni ulang oleh 70 keturunan Nuh (Kejadian pasal 10). Bangsa-bangsa di dunia dibentuk dari 3 putera-putera Nuh bersama keturunan-keturunan mereka masing-masing, dalam total 70 orang keturunan Nuh. Tujuh puluh adalah angka yang, pada intinya, adalah angka tujuh kali angka sepuluh. Kata “tujuh puluh” digunakan 56 kali dalam Alkitab. Angka tujuh puluh (70) terdiri dari dua angka – tujuh, mewakili kesempurnaan dan sepuluh mewakili kelengkapan dan hukum Allah. Pada turunnya Hukum Taurat, ada satu kisah yang dipercayai orang-orang Yahudi yang ditulis dalam Midrash Rabbah, Shemot Rabbah 5:9:
-
- אָמַר רַבִּי יוֹחָנָן הָיָה הַקּוֹל יוֹצֵא וְנֶחְלַק לְשִׁבְעִים קוֹלוֹת לְשִׁבְעִים לָשׁוֹן, כְּדֵי שֶׁיִּשְׁמְעוּ כָּל הָאֻמּוֹת, וְכָל אֻמָּה וְאֻמָּה שׁוֹמַעַת קוֹל בִּלְשׁוֹן הָאֻמָּה
-
- ‘AMAR {dia berkata} RABBI YOKHANAN {rabbi yokhanan} HAYAH {ada} HAQOL {suara} YOTSE {yang keluar} VENEKHELAQ {dan itu terbagi} LESHIV’IM {menjadi 70} QOLOT {suara} LESHIV’IM {pada 70} LASHON {bahasa}, KEDEY {supaya bisa} SHEYISH’MEU {bahwa mereka mendengar} KOL {seluruh} HAUMOT {umat2}, VEKHOL {dan seluruh} ‘UMAH {bangsa} VE’UMAH {dan umat itu} SHOMA’AT {mendengar} QOL {suara} BIL’SHON {pada bahasa} HAUMAH {umat itu sendiri}
- Rabbi Yokhanan berkata: “Ada suara yang keluar dan terbagi ke dalam 70 suara, 70 bahasa supaya semua bangsa bisa mendengar dan semua umat dan bangsa mendengar suara tersebut dalam bahasa mereka sendiri.”
Adanya 70 bahasa ini, dapat kita mengerti bahwa sebenarnya Hukum Taurat itu tidak hanya diturunkan terbatas kepada bangsa Israel saja, namun juga kepada bangsa-bangsa lain. Angka 70 ini mewakili seluruh bangsa di dunia sebagaimana Alkitab menuliskan bahwa bangsa-bangsa di dunia ini memang terbentuk dari 70 orang keturunan Nuh (Kejadian pasal 10) selepas bencana Air Bah di bumi.
Rasanya bukan kebetulan pula, bahwa terjemahan Alkitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani: SEPTUAGINTA (LXX) dikerjakan oleh 70 orang Rabi-rabi Yahudi sekitar 3 abad sebelum Masehi. Hal ini tentulah ada dasar filosofinya, bahwa ketika Firman Allah itu diperkenalkan kepada bangsa-bangsa lain, melalui bahasa Yunani yang kala itu menjadi bahasa internasional/ lingua franca. Maka angka 70 itu bukanlah kebetulan. Dari ini ada tugas suci dari para rabbi-rabbi Yahudi itu untuk memperkenalkan Firman Allah kepada bangsa-bangsa di dunia, sebab bangsa-bangsa di dunia terbentuk dari 70 keturunan Nuh.
Pada perkembangan selanjutnya, SEPTUAGINTA (LXX) yang telah disusun 3 abad sebelum era Yesus Kristus, Kitab Terjemahan Tanakh Ibrani ke dalam bahasa Yunani ini menjadi kitab penting bagi para rasul untuk menjadi rujukan penulisan-penulisan Injil Perjanjian Baru dan Surat-surat penggembalaan. Tuhan Yesus membentuk “inner-circle”-nya pada kelompok 12 murid-murid yang mewakili jumlah suku-suku Israel (Matius 10:5-6), dan kemudian di ring selanjutnya Tuhan Yesus membentuk kelompok 70 murid-murid yang mewakili lambang angka bagi bangsa-bangsa di dunia (Matius 28:19-20 ). Rabbi Saul juga mengikuti Pattern itu (Reff: Roma 1:16): Pertama-tama orang Yahudi (simbol penginjilan 12 Murid). Tetapi juga orang Yunani (yg mewakili bangsa-bangsa, simbol penginjilan 70 murid). Injil bagi seluruh bangsa! Haleluyah.
Jika Injil adalah bagi semua bangsa, dan Allah berkenan dikenal dalam bahasa-bahasa Goyim maka penyebutan kepada Nama-Nya akan menjadi berkembang, dimulai dari bagaimana para Rabbi Yahudi menerjemahkan Nama-Nya dalam Septuaginta. Dan, dalam penulisan naskah-naskah bahasa asli Yunani untuk Perjanjian Baru. Para Rasul Kristus menggunakan pola yang sama dengan yang dilakukan oleh 70 rabi ketika menerjemahkan Septuaginta, bahwa Nama-Nya yang suci itu: יְהֹוָה – YHVH, diterjemahkan menjadi κυριος – KURIOS, artinya: Lord, Tuan/ Tuhan. Dan juga kata Ibrani אֱלֹהִים – ‘ELOHIM, diterjemahkan menjadi θεος – THEOS.
Hal tsb. tidak eksklusif bagi kalangan Kristen saja. Kalangan Yahudi Rabinik pun juga menggunakan pola yang sama. Contohnya pada penerjemahan Kejadian 1:1 kata אֱלֹהִים ELOHIM, oleh kalangan Yahudi Rabinik diterjemahkan dengan “God”. Dapat pula kita cermati bagaimana kalangan Yahudi Rabinik ketika menerjemahkan Kejadian 2:4, mereka menerjemahkan Nama-Nya yang suci, yaitu יְהֹוָה – YHVH, diterjemahkan dengan kata “Lord”. Jadi dengan demikian, masakan “sebagian orang Kristen” yang di Indonesia ini, juga sebagian “Kristen Bule-Amerika” yang justru bukan Yahudi itu harus memaksakan dalam pandangan mereka bahwa “Nama-Nya tidak boleh diterjemahkan”?
Blessings in Christ,
Rita Wahyu/ Sarapanpagi.org