Diakonia.id – Ketua Tim Kemanusiaan Provinsi Papua untuk Kasus Kekerasan Terhadap Tokoh Agama di Kabupaten Intan Jaya, Haris Azhar, menyatakan pihak keluarga mendiang Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua menolak mengizinkan autopsi terhadap jasad pemuka agama tersebut yang meninggal ditembak.
Hal itu sekaligus menepis klaim dari Ketua Tim Investigasi Lapangan TGPF Intan Jaya Benny Mamoto yang menyatakan pihak keluarga bersedia memberi izin autopsi terhadap jasad Yeremia.
“Bahwa pihak keluarga korban, juga menyampaikan bahwa mereka menolak dilakukan autopsi,” kata Haris dalam konferensi pers secara daring, Kamis (29/10).
Haris menjelaskan ada dua alasan pihak keluarga menolak proses autopsi Pendeta Yeremia. Pertama, karena sudah banyak bukti dan kesaksian yang diberikan untuk menghukum pelaku penembakan. Kedua, bertentangan dengan nilai adat yang dijunjung di Papua.
“Bahwa membuka kembali kuburan bertentangan dengan nilai adat di Papua, bisa berdampak tidak baik bagi keluarga,” kata dia.
Diketahui, Benny Mamoto sempat menyatakan bahwa pihak keluarga bersedia memberikan upaya autopsi setelah pihaknya mencoba meyakinkan.
Selain itu, Haris menjelaskan sampai saat ini banyak masyarakat Hitadipa yang mengungsi imbas merebaknya peristiwa kekerasan yang dilakukan aparat terjadi belakangan ini.
Puncaknya, kata Haris, saat peristiwa pembunuhan pendeta Yeremia. Setelah jasad Yeremia dikubur, masyarakat berbondong-bondong ke luar menuju hutan-hutan hingga ke sejumlah kabupaten lain pada 20 September 2020.
“Kondisi hari ini, kampung Hitadipa kosong,” kata Haris.
Haris menyatakan banyak masyarakat Hitadipa berharap kembali ke kampung halamannya untuk melanjutkan kehidupan mereka. Demikian pula dengan keluarga pendeta Yeremia. Mereka berharap bisa melakukan ibadah duka atas meninggalnya Pendeta Yeremia.
Tak hanya itu, Haris menyatakan masyarakat Hitadipa turut berharap agar pasukan TNI, baik yang organik maupun non-organik untuk ditarik dari wilayahnya.
“Agar tidak lagi berada di Hitadipa, selain karena mereka trauma, masyarakat berkeyakinan bahwa Hitadipa adalah tanah suci misa gereja yang tidak boleh untuk praktik kekerasan,” kata dia.
Sebelumnya, Haris Azhar menyatakan hasil investigasi yang dilakukan timnya menunjukkan penembakan terhadap Pendeta Yeremia pada Sabtu (19/9) lalu dilakukan oleh oknum TNI menggunakan senjata api standar militer.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD beberapa waktu lalu turut mengakui ada dugaan keterlibatan oknum aparat dalam penembakan yang menewaskan Pendeta Yeremia tersebut.
(rzr/bac/CNN)