Oleh: Asigor Parongna Sitanggang
Jumat kemarin saya diminta bawa seminar tentang keuangan jemaat, termasuk persepuluhan, di sebuah Gereja Kharismatik. Gereja pengundang menarik persepuluhan.
Percakapan menjadi menarik karena jemaat menanyakan tentang laporan keuangan, dll. Maka di antara pokok percakapan saya, saya katakan bahwa di zaman now, transparansi dan akuntabilitas itu menjadi standard values di dunia ini. Karena Yesus berkata: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar (periseuse, jauh lebih banyak) dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mt. 5:20), maka seharusnya standard values kita tidak boleh berada di bawah standard values dunia, tetapi malah seharusnya jauh di atas standard values dunia.
Karenanya, jika dunia punya transparansi dan akuntabilitas sebagai standard values-nya, maka Gereja juga harus minimal seperti itu, bahkan jauh lebih baik dari itu.
Karenanya, jika dunia punya transparansi dan akuntabilitas sebagai standard values-nya, maka Gereja juga harus minimal seperti itu, bahkan jauh lebih baik dari itu.
Jadi kalau dalam lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi dunia, keuangan dilaporkan dengan jelas, tepat dan tertib, maka.Gereja harus minimal seperti itu bahkan harus lrbih baik dari itu.
Maka jika keuangan Gereja sangat memadai, atas nama transparansi dan akuntabilitas, kalau keuangan gereja sangat sanggup, bikin saja secara resmi gaji pendeta/gembalanya 20, 30 atau 50 juta sekalian, tetapi dilaporkan dengan transparan dan akuntabel. Jemaat menanggapi saya: iya ya Pak, daripada supaya kelihatan santun, tidak dicantumkan, tetapi malah mengambilnya sampai seratus juta atau lebih. Saya pun menimpali: ya benar. Yang seperti itu malah jadi tidak benar.
Saya juga katakan, dengan prinsip Matius 20:5, maka Gereja tidak boleh menggaji para full-timernya di bawah standar UMP. Kalau Gereja membayar full-timer di bawah standar UMP, Gereja menjadi penindas. Kalau Gereja belum mampu menggaji full-timer, ya jangan pekerjakan full-timer.
Saya juga katakan, dengan prinsip Matius 20:5, maka Gereja tidak boleh menggaji para full-timernya di bawah standar UMP. Kalau Gereja membayar full-timer di bawah standar UMP, Gereja menjadi penindas. Kalau Gereja belum mampu menggaji full-timer, ya jangan pekerjakan full-timer.
*penulis adalah dosen STT Jakarta
Related post :