Oleh: Harry Puspito
Kita sudah membahas dua dari tujuh jenis dosa yang oleh para bapa gereja diberi nama Tujuh Dosa Maut – kesombongan dan keserakahan. Pada tulisan ini kita akan melihat dosa maut berikut, yaitu ‘kemalasan.’ Kita mungkin tidak pernah berpikir mengenai dosa kemalasan di tengah kehidupan kita yang sibuk, tidak saja oleh tugas-tugas pribadi dan pekerjaan, urusan keluarga, bahkan mungkin juga pelayanan. Mungkin kita juga tidak terpikir bahwa kemasalasan adalah suatu dosa. Namun ketika memasukkan ke dalam satu dari Tujuh Dosa Maut, tentu bapa-bapa gereja kita melihat seriusnya dosa kemalasan itu.
Dalam Bahasa Inggris jenis TDM ini disebut ‘sloth’ atau dalam Bahasa Indonesia ‘kemalasan.’ Dalam Kitab Amsal Bahasa Inggris seorang yang malas disebut ‘sluggard’ (Bahasa Indonesia: ‘pemalas’). Kata yang Yunani yang digunakan mula-mula adalah ‘akedia’ (tidak peduli) yang berarti keadaan lesu atau mati suri, tidak peduli, tidak perhatian dengan posisi atau kondisinya di dunia. Keadaan yang bisa membawa seseorang tidak mampu melaksanakan tugas-tugasnya di dunia. ‘Kemalasan’ ini bukan berarti tidak beraktivitas tapi lebih berarti dalam keadaan apatis. Seorang penulis memberikan ciri-ciri dosa ‘kemalasan’ ini dengan empat karakteristik, yaitu kecerobohan, ketidakmauan bertindak, usaha setengah hati, dan mudah menyerah karena kesulitan.
Sekarang menjadi jelas, kenapa ‘kemalasan’ adalah dosa dan dosa yang umum dilakukan, termasuk oleh orang-orang yang sibuk. Di tengah kesibukan, kita sering ceroboh dalam memperhatikan situasi orang lain. Ketika melihat orang yang membutuhkan pertolongan kita tidak bersedia turun tangan. Ketika kita melibatkan diri dalam suatu kegiatan atau pelayanan, sering kita lakukan dengan setengah hati. Kita datang terlambat dalam rapat dan dalam rapat kita pikiran kita sibuk dengan urusan lain atau dengan gadget kita. Ada orang yang ‘maha hadir,’ ikut banyak kegiatan, tapi tidak dengan komitmen dan tidak memberikan perhatian yang cukup. Selanjutnya ketika kita menghadapi kesulitan dalam pekerjaan atau pelayanan, kita mudah menyerah dan meninggalkan tempat kerja atau gereja.
Kemalasan bukan dosa melakukan tapi dosa tidak melakukan. Dosa ini mematikan (maut) karena tidak melakukan kehendak-kehendak Allah. Ini adalah dosa ‘suam-suam’ yang Allah benci (Wahyu 3:14-22). Tanpa semangat berdoa, beribadah dan melayani dosa kemalasan dengan mudah membangkitkan dosa-dosa lain, baik dosa tidak melakukan – tidak bersuka-cita, tidak memberi, tidak melayani, dsb – misalnya, termasuk dosa ‘melakukan’ – gampang marah, bersungut-sungut, rakus, iri dsb. Ketika kita tidak melakukan kebaikan, maka kita akan melakukan yang lain, yaitu kejahatan. Dalam kemalasan, maka talenta yang Allah percayakan tidak kita gunakan dan panggilan-Nya untuk melakukan ‘pekerjaan baik’ (Ef 2:10) tidak kita kerjakan. Dan ketika kita malas, kita tidak mengalami sukacita tapi kawatir, iri dengan orang lain, dan tertekan. Kita bercukacita ketika tidak menunda-nunda dan menyelesaikan tugas dengan baik.
Bagaimana kita menangani dosa ‘kemalasan’? Seperti menyelesaikan dosa-dosa lain, kita mulai dengan pertobatan. Mengakui bahwa kita telah terlibat dalam dosa ‘kemalasan’ ini seperti Tuhan ingatkan. Kita mohon pengampunan-Nya. Sesuai dengan janji-Nya maka kita mendapatkan pengampunan-Nya (1 Yoh 1:9).
Selanjutnya kita membangun strategi, agar kita tidak terjatuh dalam dosa yang sama. Satu strategi yang penting, adalah membangun persekutuan dan keintiman dengan Kristus, yang adalah sumber kekuatan kita menghadapi natur dosa ‘kemalasan’ dalam diri kita. Yohanes 15:5 mengatakan: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
Dalam persekutuan dengan Dia, kita mendengar suara-Nya. Firman Tuhan banyak berbicara mengenai sikap tidak malas, sikap rajin, bertekun, pantang menyerah. Dalam kerajaan-Nya orang percaya adalah ‘hamba’ dan pada waktunya, seorang hamba akan dinilai berdasarkan kerajinan dan kesetiaannya. Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (Matius 25:21). Kita harus taat dengan perintah-perintah yang bernuansa melakukan itu; membangun disiplin, dan tidak menunda-nunda.
Menghafalkan ayat-ayat Alkitab tertentu yang mendorong kita tidak malas akan sangat menolong. Salah satu ayat yang sangat mendorong semangat kita adalah Roma 12:11 – Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Semangat kita beribadah dan melayani juga terjaga ketika kita bersekutu dengan sesama orang percaya (Ibrani 20:25). Tuhan memberkati! (Reformata.com)