• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
    • Gereja
  • Belajar Alkitab
  • Blog
    • APOLOGETIK & TANGGAPAN ATAS TUDUHAN
    • Denominasi
    • Keluarga & Relasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
  • Our Services
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
    • Gereja
  • Belajar Alkitab
  • Blog
    • APOLOGETIK & TANGGAPAN ATAS TUDUHAN
    • Denominasi
    • Keluarga & Relasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
  • Our Services
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Gereja

Cita Rasa Kebangsaan Gereja-gereja di Indonesia: Catatan Evaluatif dari Tanah Humba

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
23 December 2019
inGereja
47 2
AA
0
Cita Rasa Kebangsaan Gereja-gereja di Indonesia: Catatan Evaluatif dari Tanah Humba

Diakonia.id – Menggereja tanpa mengindonesia adalah sebuah ketidakmungkinan eklesial. Artinya, kita tidak bisa disebut gereja apabila kita mengabaikan konteks hidup bergereja kita, tanah air Indonesia.

Pikiran ini sejalan dengan wawasan teologi inkarnasi, Allah yang menjadi manusia dan menyejarah dalam konteks hidup konkret. Alhasil, tanah air Indonesia bukan hanya menjadi konteks historis-sosiologis, tetapi juga konteks teologis gereja-gereja. Karena itu, panggilan kebangsaan gereja-gereja di Indonesia menjadi panggilan teologis yang menentukan hidup-matinya kita sebagai gereja Tuhan dalam ziarah teologis-sosiologisnya di masa kini.

Panggilan teologis kebangsaan itu menyediakan ruang bagi kita untuk menjadi gereja dengan jalan menggulati dan menikmati proses sejarah sosial kita sebagai negara-bangsa dengan aneka kultur dan ragam persoalan sosial-politik yang dihadapi bersama. Dalam konteks itu, gereja-gereja tidak terpanggil sendiri, tetapi gereja selalu terpanggil bersama yang lain.

Realitas ini menantang gereja-gereja untuk membangun relasi dan kerjasama bukan hanya dengan gereja dari denominasi lain, tetapi juga dengan kelompok agama, aliran kepercayaan, bahkan kelompok orang yang tak beragama. Relasi dan kerjasama ini adalah manifestasi dari wawasan oikumene semesta.

Baca juga:   PGI Imbau Gereja Rayakan Natal 2020 Secara Virtual

Semesta dengan beragam manusia dan budaya adalah medan cinta dan karya Allah. Karena itu, oikumene yang diperjuangkan bukan hanya keesaan antar gereja, itu hal penting yang didoakan Yesus. Akan tetapi, gereja juga perlu memperjuangkan persatuan antar-manusia di dalam dunia ciptaan Allah, ini misi yang Allah mandatkan bagi gereja.

Dengan wawasan oikumene yang luas dan dalam itu, gereja-gereja diajak berkarya secara nyata bersama yang lain (oikumene in action with the others) untuk menghadirkan syalom Allah di dalam dunia yang sarat dengan ketidakadilan, diskriminasi, kekerasan, pelanggaran HAM, korupsi, perampokan dan pengrusakkan alam. Pertanyaannya, bagaimana wawasan oikumenis yang manis itu diwujudkan?

Kembali ke Gereja Lokal
Pertanyaan di atas perlu dilihat secara serius. Sependek amatan saya, Spirit oikumene in action di atas lebih terpusat pada titik-titik tertentu, seperti PGI Salemba 10, Kantor-kantor PGIW atau PGIS.

Spirit itu melembaga dan mati tertawan secara kelembagaan. Padahal, spirit oikumene in action itu harus menjadi kesadaran warga jemaat (warga gereja lokal) dan menjadi gerakan di akar rumput. Karena itu, tidak heran kalau wujud aktivitas gerakan oikumenis mandeg hanya dalam aktivitas ritual-seremonial dan rapat-rapat.

Baca juga:   Edaran Natal Kota Depok: Virtual, Maksimal 20 Orang di Lokasi

Menurut saya, momentum Sidang Raya di Sumba menjadi momentum untuk kita melihat kembali gereja lokal sebagai basis penting dalam arak-arakan oikumenis. Gereja lokal atau jemaat adalah wujud konkret gereja yang esa, kudus, am dan rasuli. Karena itu, karya-karya ministerial sebagai manifestasi dari gerakan oikumene in action harus pula dimulai dari gereja-gereja lokal.

Karena itu, Sidang Raya di Waingapu harus mengapungkan kembali kesadaran dasar ini, dan PGI serta Sinode-Sinode Gereja harus terus melakukan pendidikan transformatif di jemaat-jemaat untuk menumbuh-kembangkan kesadaran dan praksis oikumene in action bersama yang lain. Tanpa ini, oikumene in action hanya menjadi retorika elit, dan terus berada dalam stagnasi. Hidup berokumene harus dimulai dari gereja lokal.

Kedua, sebagai langkah praktis membangun gerakan oikumene-kebangsaan, gereja-gereja dan PGI perlu mempersiapkan warga gereja yang hidup dengan kesadaran ganda (warga kerajaan Allah dan warga negara) dan cakap mengaplikasikan panggilannya secara etis dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Baca juga:   Persekutuan Gereja Keluarkan Imbauan untuk Umat Soal Virus Corona

Sudah saatnya bagi gereja-gereja mempersiapkan warganya untuk berkarya dalam segala bidang dengan spirit membagi kasih Tuhan dengan jalan membangun kehidupan publik yang lebih baik.

Gereja tidak boleh alergi, takut, atau pun ragu-ragu untuk berbicara mengenai isu-isu sosial-politik. Gereja bertanggung-jawab untuk mempersiapkan warganya agar mampu berkiprah signifikan untuk kemajuan bangsa.

Akhirnya, dengan semangat menjemaatkan gerakan oikumene in action secara kontekstual dalam hidup berbangsa-bernegara, sudah saatnya gereja memperkaya dirinya dengan pelayanan-pelayanan diakonal yang reformatif dan transformatif. Acara ritual-seremonial yang menghabiskan ratusan juta dalam dua-tiga jam, harus diarahkan untuk pembangunan sumber daya manusia dengan dampak jangka panjang yang lebih melegakan.

Cara terbaik gereja berkontribusi bagi perbaikan kondisi sosial nasional adalah dengan mempersembahkan putra-putri terbaik untuk membangun bangsa. Bukankah Alkitab sendiri meminta hal ini? “Persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.” Dengan jalan itu, gereja sudah melayani dan menyenangkan hati Tuhan, Sang Pemilik dan Kepala Gereja. (pgi)

Penulis: Pdt. Hariman A. Pattianakotta

Join @idDiakonia on Telegram
Share25SendShareTweet16Share4Share6Send
Previous Post

Pembangunan gereja dan pura masih kerap ditolak, pemerintah klaim angka kerukunan umat beragama Indonesia ‘tinggi’

Next Post

EN 17 This Day the First of Days Was Made

Next Post

EN 17 This Day the First of Days Was Made

Leave a ReplyCancel reply

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 65 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
    • Gereja
  • Belajar Alkitab
  • Blog
    • APOLOGETIK & TANGGAPAN ATAS TUDUHAN
    • Denominasi
    • Keluarga & Relasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
  • Our Services
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate

© 2020 Diakonia Indonesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Follow & Support Us!!

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

true