Diakonia.id – Seorang dosen Kampus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene Kelapa Gading, Jakarta Utara, Yohanes Parapat membuat laporan ke Polda Metro Jaya perihal kasus dugaan pemalsuan surat.
Yohanes mengeklaim laporan itu dilayangkannya lantaran ada lima mahasiswanya yang belum dapat nilai untuk mata kuliah yang diajarnya, tetapi sudah diwisuda secara virtual.
Laporan Yohanes teregister dengan Nomor: STTLP/B/6294/XII/2021/SPKT/ Polda Metro Jaya, tertanggal 15 Desember 2021.
Dalam laporannya itu, terlapor masih dalam proses penyelidikan.
Selain itu, dalam laporan polisi tertulis tempat kejadian di Kampus STT Ekumene Jakarta pada 2019 sampai 2021.
Sementara, ada dua orang saksi yang dihadirkan dalam membuat laporan tersebut.
Adapun pasal yang dilaporkan yaitu Pasal 263 KUHP, Pasal 28 Ayat 6 dan Ayat 7, Pasal 42 Ayat 4 juncto Pasal 93 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti.
Sementara itu, Yohanes Parapat mengungkap alasan membuat laporan dugaan pemalsuan surat atau ijazah ke Polda Metro Jaya.
Menurut Yohanes, lima mahasiswanya sudah diwisuda secara online, tetapi belum mendapat nilai mata kuliah yang diajarkannya.
“Saya melihat ada wisuda secara online dan ada beberapa mahasiswa yang mata kuliah saya itu belum saya berikan, atau tidak saya berikan nilai kepada beberapa mahasiswa tersebut,” kata Yohanes.
Lantas, Yohanes mencari tahu apakah lima mahasiswa program magister tersebut memasukkan mata kuliah yang diajarkan di Kampus STT Ekumene.
Ternyata, memang semua mata kuliah yang diajarkan Yohanes Parapat tercantum di riwayat studi lima mahasiswa yang diwisuda.
“Saya menanyakan atau minta klarifikasi bersama tim kuasa hukum kepada lima mahasiswa dan Pimpinan Kampus STT Ekumene. Undangan klarifikasi tidak dihadiri,” kata Yohanes.
Selanjutnya, Yohanes melayangkan somasi terhadap lima mahasiswanya itu.
Kelima mahasiswanya itu menjawab somasi yang dilayangkannya, tetapi tidak menjawab substansi.
“Saya dibantu kuasa hukum ‘melayangkan somasi’ dan sudah dijawab, tetapi tidak menjawab substansi yang kami harapkan. Lalu, kami melaporkan ke Polda Metro Jaya,” kata Yohanes.
Namun, Yohanes mengaku akan terbuka apabila kasus yang dilaporkannya itu diselesaikan secara damai atau di luar proses hukum.
“Apabila dari mahasiswa atau pimpinan STT mau bertemu dan memperbaiki, jika memang benar ada hal tidak tepat, tentu saya mau. Artinya, saya punya dan mau diselesaikan secara baik, tidak harus melalui hukum. Apabila memang belum berhak untuk lulus, maka mahasiswa tadi jangan diluluskan dahulu,” kata Yohanes.