Diakonia.id – Salah satu dari 3 pernyataan berikut berbeda dengan yang lain. Apakah anda bisa melihat bedanya?
•Percayalah maka kamu akan selamat ~ Yesus (Markus 16:16; Lukas 8:12)
•Percayalah dan engkau akan selamat ~ Paulus (Kisah 16:31; Roma 10:9)
•Anda sudah selamat. Percayalah ~ kaum inklusionis
Anda tahu bedanya antara Injil kasih karunia dan doktrin inklusionisme?
Anda perlu tahu, karena yang satu adalah kabar baik, yang lain bukan.
Injil kasih karunia adalah berita terbaik sepanjang masa, sementara doktrin inklusionisme adalah ajaran berbahaya yang harus diwaspadai.
Apa itu inklusionisme?
Ide inklusi universal muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran sejak beberapa waktu lalu.
Aliran Mormon, contohnya, memegang doktrin inklusionisme, tapi tidak semua inklusionis adalah penganut Mormon.
Sebagian inklusionis percaya adanya kebangkitan, ada juga yang tidak. Tapi secara umum semua inklusionis percaya bahwa..
Yesus mati dan bangkit lagi BUKAN sebagai ‘salah satu’ dari kita, tapi sebagai ‘seluruhnya’, sehingga semua orang sekarang adalah benar dan kudus.
Semua orang, entah percaya atau tidak, ada di dalam Kristus dan sudah diselamatkan dan duduk di sebelah kanan Bapa bersama Kristus.
Anda mungkin bertanya, “Bukankah itu universalisme?”
Bukan.
Seorang universalis mengkhotbahkan bahwa setiap orang AKAN diselamatkan, tapi seorang inklusionis berkata, “Semua orang sudah selamat, mereka hanya belum tahu saja.”
Keduanya berbeda karena inklusionis tidak mengasumsikan setiap orang TETAP selamat.
Dengan kata lain, anda ada didalam sampai anda bikin kesalahan fatal. You’re in until you’re out.
Karena Yesus anda berada dalam Kerajaan Allah, tapi bisa saja nanti anda ditendang dari sana.
Padahal, yang benar adalah sebaliknya.
Anda diluar, lalu karena Yesus anda bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah, dan anda didalam UNTUK SELAMANYA. Allah tidak pernah menendang anakNya keluar dari keluarga.
Doktrin inklusionis adalah teologi ‘kembang gula’. Tampak indah dan enak, tapi, tidak baik bagi Anda.
Inklusionisme saat ini menjadi topik hangat, yang perlu anda cermati. Doktrin ini menipu terutama karena bahasa yang digunakan adalah bahasa kasih karunia.
Kasih karunia sifatnya inklusif.
Kasih karunia itu universal.
Kasih karunia ditawarkan pada setiap orang.
Kasih karunia itu inklusif. Itu benar.
Tapi inklusionisme BUKAN kasih karunia.
Injil kasih karunia :
Yesus mengasihi anda dan ingin membagi hidup-Nya bersama anda selamanya.
Terimalah kasih-Nya maka anda akan menyeberang dari penghakiman kepada hidup yang baru.
Dalam kesatuan dengan Kristus masa depan anda aman karena siapa yang datang pada-Nya tidak akan dibuang.
Pesan Inklusionis :
Yesus ‘mengawini’ anda di luar kehendak anda, tapi itu tak mengapa karena begitu anda mengenal Dia, anda akan mencintai-Nya. Andaikata anda memutuskan tidak ingin bersama Dia menghabiskan kekekalan, Dia akan menendang Anda dari kerajaan-Nya. Jadi ikutilah program-Nya dan mulailah tersenyum.
Anda tidak akan menemukan pernyataan yang jelas dalam tulisan-tulisan mereka. Itu karena mereka cenderung jadi kabur saat diminta menjelaskan implikasi inklusi universal.
Di permukaan inklusionisme tampak seperti sungai kebenaran yang mengalir dengan bahasa kasih karunia. Tapi coba minum airnya, maka Anda akan merasakan kemerdekaan dan ketenangan Anda dirampok.
Harap dipahami niat hati saya bukanlah ingin menjadi ‘Polisi Doktrin’. Kita semua sedang belajar dan saya tidak mengatakan saya sudah memahami semuanya. Saya hanya ingin membagikan yang saya tahu sehingga anda memiliki informasi yang seimbang.
Sejak saya membahas mengenai inklusionisme ini, saya menerima pesan-pesan seperti, “Saya adalah seorang inklusionis, tapi apa yang Anda jabarkan mengenai inklusionisme sangat mengerikan. Saya tidak percaya. Saya tidak pernah mendengar yang seperti ini sebelumnya”.
Itu karena Anda tidak mendapatkan cerita yang lengkap, hanya cerita permukaannya saja.
Saat saya menyadari munculnya paham ini beberapa tahun lalu, saya mencari sumbernya. Saya membaca banyak buku, saya mendengarkan pengkhotbah-pengkhotbah inklusionis, saya mengajukan banyak pertanyaan, tujuannya supaya mendapatkan gambaran yang lengkap. Dan saya menemukan bahwa gambar yang sesungguhnya tidaklah seindah cuplikannya.
Keprihatinan saya adalah anda tidak mendapat gambaran utuh. Tujuan saya adalah menghadirkan gambaran yang lebih komplit sehingga anda bisa memutuskan dengan informasi yang lengkap.
BAHAYA INKLUSIONISME
Jujur, saya menganggap doktrin ini ibaratnya penyerangan rumah. Mengejutkan. Lucuti semua ‘jubah pinjaman kasih karunia’ maka yang tersisa daripadanya hanyalah pengkhianatan pada kasih Allah dan kehendak bebas kita.
1. Inklusionisme mendistorsi kasih Allah
Injil kasih karunia menggambarkan kasih Allah sebagai kasih ilahi tanpa syarat dan cuma-cuma. Tapi inklusionisme menggambarkan kasih yang ‘memaksakan’ kehendak.
Pesan utama inklusionisme adalah :
“Karena Adam pertama membuat anda semua jadi orang berdosa di luar kehendak anda, maka Adam terakhir juga melakukan hal yang sama, Ia membuat anda dibenarkan di luar kehendak Anda.”
Ini benar-benar distorsi yang luar biasa terhadap kasih Allah.
Yesus Perjanjian Baru digambarkan sebagai Raja yang menjamu Mempelai-Nya (Matius 22:2, 25:1). Dialah Yang Indah yang menyelamatkan dunia, Seorang yang -menurut perkataan-Nya sendiri- menarik semua orang datang pada-Nya (Yohanes 12:32).
Sementara Yesus yang digambarkan dalam inklusionisme adalah seorang pencuri yang mengambil apa yang bukan haknya lalu memaksa anda untuk menerimanya.
Pokok utama Injil adalah ‘Percayalah pada Yesus’, dan tema ini diulang-ulang dalam berbagai bentuk lebih dari 200x dalam Perjanjian Baru.
Sebaliknya pokok utama inklusionisme adalah ‘Yesus mengawini Anda di luar kehendak Anda, jadi ya..terima saja’.
Pemuntiran gambaran cinta Kristus ini sangat tidak masuk akal dan tidak alkitabiah. Itu adalah pemutarbalikan dari keintiman berdasarkan kehendak yang Yesus ingin miliki bersama kita.
2. Inklusionisme merusak harapan
Yesus berkata, “Barangsiapa yang datang pada-Ku tidak akan Kubuang” (Yohanes 6:37). Itu adalah fakta yang bisa anda percayai.
Sebaliknya inklusionisme mengatakan bahwa anda lahir dalam kesatuan dengan Kristus tapi suatu saat bisa saja ‘dipecat’ dan dibuang dari kerajaan-Nya.
Tanyakanlah, “Apakah saya selamat?”, maka anda akan mendapat 3 jawaban berbeda : Ya, Tidak dan Mungkin.
Yesus berkata apa yang dipersatukan Allah tidak bisa diceraikan oleh manusia, tapi inklusionisme tidak sependapat.
Yesus berkata Allah membenci perceraian, inklusionisme bilang Dia tidak begitu.
Paulus mengatakan pengharapan Injil adalah sesuatu yang kokoh dan pasti (Kolose 1:23), tapi inklusionisme berurusan dengan ketidakpastian pengalaman hidup manusia.
Kegagalan memahami kesatuan Anda dengan Kristus akan merusak pengharapan Anda.
3. Inklusionisme merusak iman
Injil kasih karunia berkata bahwa karena Yesus, kita semua memiliki pilihan seperti yang Adam miliki : memercayai Allah atau diri sendiri.
Tapi inklusionisme berkata anda tidak punya pilihan selain menerima apa yang telah Tuhan lakukan.
Ini merusak iman dalam 2 cara ;
Pertama, ini menyatakan bahwa Allah telah membuat kesalahan dengan memberi Adam kehendak untuk memilih, tapi Allah kemudian sadar dan tidak ingin mengulangi ‘kesalahan-Nya’ dengan anda.
‘Allah’ yang membuat kesalahan tentu saja tidak dapat dipercaya, demikian pula firman-Nya.
Alkitab berkata bahwa Allah memberi kasih karunia kepada orang yang rendah hati (1 Petrus 5:5), sementara inklusionisme berkata bahwa Ia ‘memaksakan’ kasih karunia-Nya atas kita.
Karena iman adalah respon positif terhadap firman Allah, maka setiap pesan yang berkontradiksi dengan firman-Nya akan melemahkan iman.
Kedua, inklusionisme berkata manusia sendiri tak dapat dipercaya. Sehingga Allah tidak bisa membiarkan rencana-Nya yang terlalu besar dan penting itu tergantung pada pilihan manusia.
Injil berkata bahwa Allah mempercayai manusia. Dia tahu sepenuhnya bahwa dengan memberi Adam kesempatan untuk memilih, Dia akan membayar harga yang sangat mahal. Tapi Dia melakukannya karena itulah cinta yang sejati. Dia lebih memilih mati daripada hidup tanpa kita.
Adalah cinta dan iman-Nya yang ‘merangsang’ respon kita untuk mengasihi dan beriman pada-Nya (1 Yohanes 4:19).
Iman bukan sesuatu yang Anda hasilkan.
Iman adalah REST, beristirahat, sebuah perhentian dari kerja keras menolak kasih karunia-Nya yang berlimpah. Iman adalah berkata bahwa Allah itu baik dan Dia mencintai Anda sebagaimana ‘adanya’ Anda, bukan sebagaimana ‘harusnya’ Anda.
Paulus berulangkali menyebutkan 3 inti yang menghubungkan manusia dengan Bapa surgawinya : iman, pengharapan dan kasih (1 Korintus 13:13; 1 Tesalonika 1:3, 5:8). Adalah dengan iman dalam pengharapan akan Yesus yang membuat kita mengalami kasih-Nya, sekarang disini.
Saya mungkin keliru mengenai inklusionisme. Jika demikian saya minta maaf. Jika saya yang salah, kerusakannya minimal. Injil masih tetap diberitakan.
Tapi jika saya benar mengenai bahaya doktrin ini, bahayanya sungguh besar, karena inklusionisme merampas ketenangan orang percaya dengan mengatakan bahwa mereka berisiko kehilangan keselamatannya dan adalah tergantung pada mereka sendiri untuk mempertahankannya.
Injil yang Yesus bawa dan Paulus beritakan membutuhkan respon Anda. Undangan untuk orang yang belum mengenal Yesus adalah sama dengan yang Dia katakan (Matius 11:28, 19:14; Yohanes 5:40, 6:37,44,65, 7:37) dan para rasul katakan (Kisah 3:19, 20:21, 26:20). Percayalah pada kabar baik dan diselamatkan.
Iman bukan perbuatan/melakukan. Iman adalah respon. Satu cara atau lainnya, semua orang merespon.
Injil kasih karunia adalah standar kita, sebagai satu-satunya Injil untuk kita kabarkan (Markus 16:15), satu-satunya Injil yang merupakan kekuatan/kuasa Allah untuk menyelamatkan orang berdosa (Roma 1:16).
Pesan lain, sebagus apapun kelihatannya, harus ditolak sebagai alternatif murahan.
[Paul Ellis : Grace is Inclusive, but Inclusionism is not Grace; August 22, 2013]
http://escapetoreality.org/2013/08/22/grace-is-inclusive/