Diakonia.id – Sepanjang hidup, kita berusaha untuk mengontrol.
Sebagai bayi, sebagai kanak-kanak, sebagai remaja, lalu sebagai orang dewasa, bahkan hingga menjadi orangtua. Kita mengontrol tubuh kita, ucapan kita, kelakuan kita, pasangan kita, karir kita, juga anak-anak kita.
Di sepanjang hidup, kita berusaha mengontrol moral kita. Membuktikan diri kepada org lain, menunjukkan bahwa kita pantas, kita layak.
Kita hidup dengan aturan ini : HUKUM.
Sesuatu yang bisa diukur dan dicapai dengan usaha kita.
Namun di satu titik, kita bertemu dengan satu konsep yang bertentangan dengan natur kita yang suka mengontrol.
Suatu kata yang menakutkan.
Dan kita menyimpannya jauh-jauh.
Kita tidak mau memikirkannya.
Sampai suatu hari kita begitu putus asa.
Lalu bertanya-tanya, apakah kata yang kita simpan jauh-jauh itu bisa memerdekakan.
Kata itu adalah ‘Kasih Karunia’.
Memahami dan berjemur di bawah kasih karunia berarti melepaskan kontrol, mengakui bahwa kita tidak ‘in-charge’ dan memang tak pernah ‘in-charge’.
Itu pekerjaan ‘orang lain’.
Memahami dan berjemur di bawah kasih karunia berarti melepaskan hasrat untuk mengontrol. Menyadari bahwa hasrat itu adalah akar dari segala dosa, dimulai di Taman Eden.
Melepaskan kontrol adalah seperti seorang pemabuk melepaskan botol yang selalu digenggamnya erat. Seperti seorang suami, di tengah-tengah adu mulut dengan istrinya, memutuskan untuk mengalah.
Seperti seorang karyawan gila karir yang dengan rendah hati menerima batal promosi.
Seperti seorang rabbi Yahudi yang mati dengan rela, memaafkan orang-orang yang memakukannya ke salib itu.
Masalahnya, kita kecanduan mengontrol.
Kita kepengen terus menerus memegang ‘botol’ kita.
Kita bisa benar-benar merdeka hanya dengan menyerahkan kontrol, tapi kita KECANDUAN.
Siapa yang akan melepaskan kita dari tubuh celaka ini?
Ironis, Seseorang melepaskan kuasaNya, membiarkan rantai kematian mengikatNya, untuk membuat orang seperti kita terbebas dari kerinduan kita untuk mengontrol; diampuni dari perilaku ini, dimana seolah segala sesuatu tergantung dari kemampuan kita mengatur dunia kita.
Tentu saja, sebagai warga masyarakat yang bertanggungjawab, kita harus punya kontrol atas hidup kita. Orang Kristen bukanlah orang anti-sosial. Kita menyukai hidup penuh sopan santun, sukses dan berdampingan dengan damai seperti orang lain.
Kita adalah orang yang mengerti bahwa kemampuan untuk mengontrol adalah hadiah sejak mulanya.
Bahwa kemampuan mengontrol yang besar yang tampaknya kita miliki hanya khayalan belaka.
Kita telah menemukan bahwa hukum tertinggi di alam semesta ini adalah KASIH KARUNIA.
[Mark Galli : The Ultimate Law of the Universe : Grace; 5 February 2015]
http://www.christianitytoday.com/behemoth/2015/issue-15/ultimate-law-of-universe-grace.html
*) Diterjemahkan oleh Mona Yayaschka/dailygracia