Diakonia.id –“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Mat 19:6)
Menjadi satu bukan berarti kita harus kehilangan diri kita untuk menjadi serupa dengan pasangan. Masing-masing kita harus tetap jadi pribadi yang unik agar pernikahan tetap berwarna. Menjadi satu berarti segala keputusan dalam pernikahan bukan lagi untuk diri sendiri tapi juga untuk pasangan karena dia sudah menjadi satu tubuh dengan diri kita.
Perceraian, jika harus terjadi tidak hanya melukai satu dua orang saja tapi seluruh keluarga besar.
Sudahkah kamu menyelesaikan 8 pertanyaan ini sebelum membuat keputusan final?
1. Apakah kamu masih punya cinta untuk pasanganmu?
Perceraian terkadang bicara perasaan sayang dan benci pada saat bersamaan. Kita mencintai pasangan kita tapi beberapa sikapnya tidak bisa lagi kita tolerir. Coba pikirkan sekali lagi, apakah setelah bercerai kamu benar-benar bisa menyingkirkan perasaan cinta? Atau apakah setelah itu kamu masih akan menyimpan perasaan benci yang sangat besar? Hidup kamu tetap tidak akan bahagia setelah bercerai kalau kamu belum selesai dengan perasaan cinta dan benci ini. Coba lihat pasangan kamu dari sudut pandang yang berbeda. Coba timbang lagi mana perasaan yang lebih besar, rasa cinta atau rasa benci?
2. Apakah selama ini kalian benar-benar ‘menikah’?
Menikah berarti menjadi ‘kita’ bukan aku dan kamu. Apakah selama ini kamu hanya jadi pribadi yang memikirkan apa yang terbaik buat dirimu bukan buat kita? Apakah selama ini kamu merasa tersaingi dengan kelebihan pasangan dan tidak menganggap bahwa keberhasilannya juga keberhasilanmu? Perceraian ini, apakah baik buat semuanya atau hanya baik buat kepentinganmu?
3. Apakah kamu benar-benar siap untuk proses perceraian atau hanya terbawa emosi?
Menikah berarti bicara tentang dua kepala yang sangat berbeda. Menikah berarti meleburkan dua latar belakang. Mustahil kalau tidak ada perdebatan sepanjang pernikahan. Kadang perbedaan hanya menimbulkan api kecil, tapi tak jarang juga menimbulkan api pertengkaran yang besar. Saat bertengkar hebat segala keputusan bisa tercetus begitu saja. Saat marah kita tak pernah berpikir tentang esok, tentang kebahagiaan kemarin, tentang anak-anak. Coba pikirkan lagi apakah keputusanmu adalah keputusan yang tepat? Semua keputusan harus melewati tiga pintu, apakah benar, apakah penting dan apakah baik untuk disampaikan? Jangan sampai ini hanya kemarahan sesaat yang nantinya akan kamu sesali.
4. Sudahkah kamu bertanya pada pihak ketiga yang bersikap netral?
Sekian lama menikah bisa membuat kita dan pasangan menjadi terlalu lekat. Kita tak bisa lagi memandang jernih satu sama lain. Butuh pendapat pihak ke tiga yang berjarak dan tidak berpihak. Teman atau keluarga terkadang tidak bisa bersikap netral. Keberpihakan yang tidak disengaja bisa menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Maka mencari konselor pernikahan adalah salah satu alternatif yang bisa dilakukan. Carilah konselor pernikahan dengan reputasi baik dan membuat kalian nyaman. Jika kalian tidak percaya dengan satu konselor mencari konselor pembanding pun rasanya tak ada salahnya. Tapi apa pun pendapat para konselor, jawaban hati kamu adalah yang utama. Pendapat itu hanya sebagai masukan bukan keharusan. Jadikan masukan dari mereka untuk meredam emosi dan memahami situasi. Kembalilah saat perasaan kamu sudah lebih tenang. Kembalikah saat kamu sudah berkepala dingin dan tidak akan melontarkan kalimat yang melukai pasangan.
5. Apakah yang benar-benar kamu inginkan dari perceraian ini?
Saat kamu memutuskan bercerai, apakah alasannya karena butuh ketenangan dan sudah lelah? Apakah kamu sudah berdamai dengan pernikahan ini dan merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan? Atau perceraian ini hanya untuk sebuah dendam? Banyak orang yang bercerai dengan alasan agar pasangan sadar diri dan tahu kalau mereka telah sangat melukai. Kalau kamu berharap dengan perceraian ini pasangan sadar kalau kamu sudah berkorban sangat banyak dan kemudian berharap dia menyesal, ini tidak akan pernah terjadi. Ini hanya akan memberi rasa sakit yang lebih panjang. Agar pasangan tahu bagaimana perasaan kamu, ajaklah dia bicara. Jangan tunggu sampai perceraian terjadi.
6. Apakah kamu sudah menyelesaikan konflik dirimu sebelum menikah?
Banyak konflik pribadi kita yang akhirnya bercampur baur dengan masalah pernikahan. Masalah dengan keluarga, pola asuh kita yang salah, masa lalu kita yang belum selesai. Setelah menikah seringkali kita bertengkar bukan karena marah satu sama lain tapi karena latar belakang kita yang belum selesai. Coba pikirkan lagi. Jangan-jangan kemarahan kamu bukan pada pasangan tapi pada ketidakmampuan kamu bekerja dan mencapai target di kantor? Jangan-jangan pasangan kamu baik-baik saja tapi kamu sedang tidak mampu menghadapi keluarga besar dan lingkungan sosial kamu? Kamu harus bisa menempatkan diri dan tidak menjadikan pasangan sebagai proyeksi semua permasalahanmu.
7. Apakah kamu sudah siap menghandle semua akibat perceraian?
Banyak sekali hal yang akan timbul dalam perceraian. Luka batin yang dialami anak, masalah finansial dan pembagian tugas, sorotan keluarga, dan respon lingkungan sosialmu. Siapkah kamu menghadapi semuanya? Sudahkah kamu punya jawaban atas pertanyaan anak-anak dan keluarga besar? Siapkah kamu mandiri dan menghadapi segala hal akibat perpisahan ini?
8. Apakah kamu bisa bertanggung jawab terhadap dirimu sendiri?
Apakah kamu bisa menjaga diri sendiri setelah semua perpisahan ini? Bisakah kamu menghadapi dunia yang baru lalu menyembuhkan dirimu sendiri? Bisakah kamu membuat dirimu merasa nyaman setelah semua kejadian ini?
Sekali lagi, perceraian berarti hilangnya salah satu mimpi menjadi keluarga bahagia. Siapkah kamu mendengarkan apa kata orang di luar sana dan punya cara menghibur diri sendiri?
Sudah mampukah kamu berkata pada diri sendiri “Aku memang sudah melakukan segalanya untuk menyelamatkan pernikahanku, tapi memang sudah tidak ada lagi yang bisa kuberikan. Aku berusaha berdamai dengan diriku sendiri. Aku tidak membenci diriku dan siapa pun.”
Perceraian bukan hal yang mudah, sebelum atau sesudahnya. Sediakan waktu untuk menjawab sekian banyak pertanyaan. Libatkan beberapa orang yang mungkin bisa membantu kamu. Minta pada Tuhan untuk mempertemukan kamu dengan orang yang bisa berpikir dan memberi solusi terbaik. Jangan pernah merasa sendirian. Ada banyak orang yang bisa diajak bicara dan berbagi. (gkdi.org)