Diakonia.id – Pakistan saat ini tengah ‘panas’ akibat isu agama dan sosial. Arzoo Raja, gadis Katolik berusia 13 tahun, dikabarkan diculik dan dinikahi oleh tetangganya, Azhar Ali.
Arzoo disebut dipaksa pindah agama dari Katolik ke Islam dan menikahi Ali yang berusia 43 tahun.
Pada 28 Oktober 2020 kemarin, lebih dari 500 orang berkumpul di Katedral St. Patrick, Karachi, untuk menuntut keadilan atas kasus Arzoo. Melansir dari Asia News, demonstrasi damai ini digagas oleh Kardinal Joseph Coutts, Uskup di Keuskupan Agung Karachi, juga diikuti oleh perwakilan agama Kristen, Hindu, Sikh dan sejumlah masyarakat sipil.
Pada 13 Oktober lalu, Arzoo hilang saat bermain di sekitar rumahnya. Di hari yang sama orang tua Arzoo melaporkannya ke kantor polisi Frere.
Kemudian melansir dari Catholic Herald, dua hari setelahnya polisi mengumumkan bahwa mereka telah menerima surat nikah. Polisi mengklaim Arzoo telah berusia 18 tahun dan dia sudah masuk Islam untuk menikahi Ali.
Orang tua Arzoo membawa akta kelahiran puteri mereka untuk membuktikan umur dia yang sebenarnya. Namun, pada 27 Oktober, Arzoo muncul di pengadilan tinggi dan memberikan bukti ia telah masuk Islam.
Pengadilan pun mengesahkan pernikahannya.
Pengadilan menyatakan,”Setelah memeluk Islam, nama barunya adalah Arzoo Faatima. Pemohon menyetujui pernikahannya dengan Azhar atas kemauannya sendiri dan kesepakatan tanpa paksaan dan ketakutan.”
Akan tetapi putusan pengadilan menuai kekecewaan berbagai pihak. Gelombang protes pun terjadi di Quetta, Lahore, Hyderabad, juga wilayah-wilayah lain di Pakistan. Di Lahore, ada tuntutan untuk mengembalikan Arzoo ke keluarganya dan kasus harus diselesaikan sesuai hukum negara.
Sedangkan di Hyderabad, demonstrasi damai diikuti oleh Society for Human Awareness, Development and Empowerment (SHADE), National Minority Rights Network (NMRN), National Commission for Justice and Peace, para aktivis politik, pemimpin agama juga kelompok masyarakat sipil. Pengacara Hyderabad, Sooba Bhatti, mengajukan banding sebab sulit dipercaya gadis 13 tahun memutuskan pindah agama dan menikah dengan pria yang berusia jauh di atasnya.
Praktik perkawinan anak di Pakistan tidak dibenarkan secara hukum merujuk pada Undang-Undang Pembatasan Pernikahan Anak Sindh. Seperti dilansir dari Asia News, dalam UU Sindh 2013 No.XV Tahun 2014 disebutkan,
‘Barangsiapa, laki-laki di atas usia 18 tahun, kontrak perkawinan anak dihukum dengan penjara yang berat yang dapat diperpanjang sampai tiga tahun tetapi tidak kurang dari dua tahun dan akan dikenakan denda. Hukuman karena melakukan perkawinan anak.’
Ini bukan kali pertama insiden pemaksaan pindah agama dan perkawinan di Pakistan. Gereja di Pakistan juga memprotes kasus Huma Younus dan Maira Shahbaz. Dua remaja Katolik ini diculik pria Muslim dan dipaksa tunduk pada validasi pengadilan.
Younus yang diculik pada 2019 lalu kini mengandung anak pertamanya dari perkawinannya dengan si penculik. Sedangkan Shahbaz ditodong senjata pada April 2020 lalu tetapi berhasil melarikan diri.
(els/ayp/CNN)