• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Umum

Wabah Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi Berlanjut Karena Budaya Impunitas

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
7 July 2022
inUmum
45 1
AA
0
Wabah Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi Berlanjut Karena Budaya Impunitas


Diakonia.id – Pada 27 Oktober 2021, seorang mahasiswi memasuki ruang kerjaSyafri Harto, Dekan Fakultas Ilmu Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Riau di Pekanbaru, dan pembimbing skripsinya. Mahasiswi itu mengaku tercengang ketika Syafri mulai menggodanya, memberi isyarat dan mengatakan “I love you,” sebelum akhirnya Syafri meletakkan kedua tangannya di bahunya. Syafri diduga mencium pipi mahasiswi itu dan memintanya untuk mencium bibirnya. Sang mahasiswi kemudian mendorong Syafri dan meninggalkan ruangan.

Mahasiswi tersebut meminta kepada kepala jurusan dan sekretarisnya agar menugaskan seorang pembimbing skripsi lainnya, tapikedua pria itu mengabaikan ceritanya, dan menyebut itu adalah “masalah kecil” dan memintanya untuk bertemu dengan Syafri saja. Mereka juga menyarankan agar mahasiswi itu tidak menyuarakan tuduhannya karena bisa “membahayakan rumah tangga Syafri.” Mahasiswi itu menghabiskan waktu sepekan untuk mendorong agar pihak kampus mengambil sikap. Sementara itu, Syafri yang mengetahui soal keluhan mahasiswi itu dari para dosen, mengirim pesan singkat kepadanya, menulis bahwa kejadian itu adalah “soal ayah dan anak”.

Pada 4 November, mahasiswi itu melaporkan kasus yang menimpanya ke serikat mahasiswa di jurusannya,Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi). Komahi lantas merekam kisahnya dan memposting video berdurasi 13 menit itu di akunInstagrammereka. Video ini beredar luas di jagat maya Indonesia, dan mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mengutus inspektur jenderalnya mendatangi kampus itu juga pihak kepolisian agar menyelidiki Syafri.

Syafrimembantah tuduhan pernah mencium mahasiswi itudan mengajukan gugatan pencemaran nama baik terhadap mahasiswi itu dan Komahi, dengan ganti rugi finansial sebesar Rp.10 miliar. Ratusan mahasiswa menggelar aksi protes di kampus tersebut guna menuntut agar pejabat universitas membentuk satuan tugas untuk menangani kekerasan seksual.

Baca juga:   Apakah boleh berdoa berulang-ulang untuk hal yang sama, atau kita sepatutnya hanya minta satu kali saja?

Sayangnya, kasus ini hanya satu dari banyak kasus di berbagai kampus di seluruh Indonesia. Sebagian besar kasus semacam itu berakhir dengan negosiasi “penyelesaian damai” yang gagal memberikan keadilan bagi para korban, yang merasa tidak berdaya melawan para staf senior dan pejabat di kampus. Berbagai laporan muncul di media Indonesia tentang dosen atau mahasiswa senior yang melecehkan, menyerang, dan memperkosa mahasiswi. Keputusasaan para korban yang merasa tidak mampu mencari keadilan tercermin dari tagar yang beredar luas di internet yang mengiringi isu tersebut, termasuk#NamaBaikKampus.

November lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarimmenyatakan bahwa kekerasan seksual di kampus-kampus di Indonesia dalam kondisi “gawat darurat.” Dua bulan sebelumnya, Nadiem telah menandatangani Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 yang mewajibkan kampus untuk membentuk unit kerja untuk menangani pelecehan, penyerangan, dan kekerasan seksual.

Peraturan tersebut mendefinisikan 20 tindakan terlarang sebagai jenis kekerasan seksual, termasuk tindakan verbal, non-fisik, dan daring. Peraturan ini mengharuskan setiap kampus untuk membentuk gugus tugas dengan mayoritas anggota perempuan yang mencakup dosen dan mahasiswa.

Nadiem mengutip sebuah survei yang dilakukan kementerian tersebut pada tahun 2020, di mana ditemukan bahwa sebanyak 77 persen dosen Indonesia percaya bahwa kekerasan seksual terjadi di kampus mereka dan 63 persen di antaranya tidak melaporkan kasus tersebut ke pejabat kampus.

Baca juga:   Apakah Bintang Daud dan apakah simbol itu alkitabiah?

Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas menyebut peraturan tersebut “revolusioner” dibandingkan dengan berbagai kebijakan yang biasanya “stagnan” seputar pelanggaran seksual. Yaqut juga menegaskan bahwa Kementerian Agama yang mengurusi perguruan tinggi dan sekolah Islam, mendukung penuh peraturan baru ini, meminta agar perguruan tinggi Islam membentuk satuan tugas serupa di kampus.

Namun upayaNadiem dan Yaqut menghadapi reaksi keras dari sejumlah kelompok Muslim konservatif. Fauzi Bahar—politisi asal Padang, Sumatera Barat, yang mengepalai sebuah organisasi lokal bernama Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau—mengajukanuji materi ke Mahkamah Agungyang meminta agar Permendikbudristek tersebut dibatalkan.

Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau juga adalah organisasi yang berhasil menggugat Permendikbudristek lainnya pada Februari 2021 yang mengizinkan siswi dan guru perempuan untuk bebas memilih pakaian mereka. Pada Mei 2021,Mahkamah Agung memutuskan bahwa siswi Muslim dari kelas 1 hingga 12 di sekolah negeri tidak memiliki hak untuk memilih — mereka harus mengenakan jilbab(pakaian Muslim yang menutupi kepala, leher, dan dada).

Lintas, sebuah majalah kampus terbitan Lembaga Pers Mahasiswa di Institut Agama Islam NegeriAmbon, Malukupada Maret 2022 menerbitkansatu reportase tentang 32 mahasiswayang mengalami pelecehan seksual antara tahun 2015 hingga 2021 di kampus tersebut. Alih-alih menyelidiki tuduhan tersebut, pihak kampus malah memutuskan untukmemberedel redaksi, menyita peralatan, dan menutup kantorLPM Lintas.

Kembali di Pekanbaru, kampus akhirnya membentuk tim pencari fakta independen dan jaksa penuntut umummenangkap Syafri Harto pada 17 Januari 2022, dengan tuduhan “pelecehan seksual.” Sidang Syafri menghadirkan 16 saksi antara lain mahasiswi korban, sekretaris Syafri, dua dosen, rekan kerja dan bibi mahasiswi korban, serta tiga saksi ahli. Seorang psikolog bersaksi bahwa cerita mahasiswi itu konsisten, dan dia mengalami trauma.

Baca juga:   Bagaimana seharusnya orang Kristen menanggapi doa yang tidak dijawab?

Syafri membantah bahwa dia mengisyaratkan “I love you” kepada mahasiswi itu atau menciumnya, tetapi mengaku meletakkan kedua tangannya di bahu mahasiswi tersebut.

Pada 30 Maret,majelis hakim yang berisi tiga laki-lakimemutuskan Syafri tidak bersalah, dengan menetapkan bahwa “satu saksi bukanlah saksi.” Puluhan anggota Komahi, baik laki-laki maupun perempuan, menyatakan keterkejutan mereka atas putusan tersebut dan bereaksi di pengadilan dengan tangisan dan ekspresi kemarahan terhadap sistem hukum Indonesia.

Penanganan kasus ini di pengadilan menunjukkan kurangnya kepekaan gender. Aturan umum bahwa sebuah kasus tidak dapat berdiri berdasarkan satu saksi, terlepas dari kredibilitas saksi dan fakta lain yang ada, akan menghalangi banyak penyintas kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan. Jaksa penuntut umum berencana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung di Jakarta. Jumlah perempuan di Mahkamah Agung yang sedikit, di mana hanya adaenam perempuan dari total 51 hakim. Hal ini membuat besar kemungkinan tidak akan ada satu orangpun perempuan di antara tiga hakim yang menangani perkara banding ini.

Pemerintah Indonesia harus segera mengakui dan menangani kasus-kasus pelecehan dan penyerangan seksual yang meluas terhadap mahasiswi di berbagai perguruan tinggi di seluruh negeri. Kehidupan perempuan dan akses mereka untuk mendapatkan pendidikan akan terus terganggu selama dosen dan pengelola kampus bisa terlibat dalam pelecehan tanpa tersentuh hukum.

Penulis: Andreas Harsono/ cocunuts



Follow Us:
Instagram: @diakona.id
Facebook: @diakonia.id
Join @idDiakonia on Telegram
Tags: Pelecehan
Share24SendShareTweet15Share4Share6Send
Previous Post

Mengapa perselingkuhan begitu merusak pernikahan?

Next Post

Ceritakanlah kiranya kepadaku, karena apakah kekuatanmu demikian besar. [Hakim-hakim 16:6]

Next Post

Ceritakanlah kiranya kepadaku, karena apakah kekuatanmu demikian besar. [Hakim-hakim 16:6]

Leave a ReplyCancel reply

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 76 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2020 Diakonia Indonesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Follow & Support Us!!

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

true