• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Kebangsaan

Fatwa MUI jadi dasar pemenjaraan ‘orang yang dituduh sesat’: ‘Kekacauan hukum dan ketidakadilan’

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
24 April 2020
inKebangsaan, Umum
AA
0
Fatwa MUI jadi dasar pemenjaraan ‘orang yang dituduh sesat’: ‘Kekacauan hukum dan ketidakadilan’

Diakonia.id – Pemerintah didorong menghentikan diskriminasi terhadap penganut dan kelompok beragama minoritas, terutama penerapan pasal penodaan agama yang berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) semata.

Sikap resmi pemerintah terhadap jaminan hak beragama dianggap penting di awal tahun 2020 karena kasus penodaan agama terus bermunculan di berbagai daerah.

Di sisi lain, MUI menilai fatwa sesat mereka sahih dan dapat digunakan dalam perkara yang mereka sebut ‘memicu intoleransi’.

Millah Mardiathi mengaku belum bisa melupakan bagaimana Fatwa MUI mempengaruhi tuduhan penodaan agama dan ujaran kebencian terhadap suaminya.

Alnoldy Bahari, suaminya Millah, pada November 2017 hingga pertengahan 2018, dipersoalkan karena unggahan di Facebook terkait syahadat dan Allah.

Walau belakangan Pengadilan Negeri Pandeglang menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun terhadap Alnoldy, bukan karena penistaan Islam tapi ujaran kebencian, fatwa MUI disebut Millah berdampak besar pada kehidupan keluarga mereka.

Alnoldy dan Millah dianggap menjalankan ajaran yang menyimpang, kata MUI Pandeglang kala itu. Dampaknya, kata dia, mereka dipersekusi dan diintimidasi masyarakat.

Baca juga:   Sejarah Hari Penghapusan Rasial Sedunia, Diperingati Tiap 21 Maret

Fatwa itu menurut Millah, berat sebelah karena para ulama di lembaga itu disebutnya tidak pernah meminta keterangan dari mereka.

“Kalau berniat baik, setidaknya mereka panggil kami untuk mendengar cerita dari dua sisi, tapi tidak seperti itu,” ujarnya kepada BBC News Indonesia.

“Di fatwa itu suami saya dinyatakan murtad, artinya secara syariat suami saya harus pindah agama, tidak harus pidana. Tapi itu tidak berlaku untuk suami saya.”

“Itu berdampak pada semuanya. Rumah kami dirusak, harta benda dan nama baik sudah tidak ada, mata pencaharian juga tidak punya.”

“Darah kami halal, apalagi barang-barang kami. Yang tersisa tinggal nyawa saja,” kata Millah.

Kasus Alnoldy sudah bergulir hingga tahap kasasi. Meski sempat diturunkan, Mahkamah Agung mengembalikan hukuman lima tahun penjara untuknya.

Menurut riset lembaga pemantau HAM, Setara Institute, kasus penistaan agama melonjak drastis usai 1998.

Sejumlah orang dilaporkan ke polisi dengan tuduhan melakukan kejahatan pasal 156a KUHP itu.

Baca juga:   Setara Sebut Ada Peningkatan Tindakan Intoleransi di Pemerintahan Kedua Jokowi

Salah satu di antaranya, warga Palopo, Sulawesi Tenggara bernama Eka Trisusanti Toding, yang dihukum lima bulan atas tuduhan menista agama Islam.

Pratiwi Febry, pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, menyebut polisi, jaksa dan hakim kerap menggunakan fatwa sesat yang diterbitkan MUI, walau secara teori dokumen itu tak mempunyai kekuatan hukum.

Tak hanya itu, kata Pratiwi, fatwa sesat di sejumlah kasus penodaan agama baru terbit setelah proses hukum bergulir.

Fakta itu disebutnya bertentangan dengan logika hukum bahwa undang-undang harus lebih dulu ada ketimbang perbutan melawan hukum.

“Menjadikan fatwa MUI sebagai rujukan merupakan bentuk kekacauan hukum dan favoritisme negara terhadap suatu ormas keagamaan tertentu,” ujar Pratiwi.

“MUI mengakui bahwa ada fatwa untuk menyatakan sesuatu itu salah, ada juga fatwa pesanan.”

“Pesanan seperti dalam kasus penodaan agama, yang jaksa meminta. Ini semacam penundukan diri negara pada regulasi yang dibuat ormas,” tuturnya.

Namun seluruh tudingan terhadap fatwa yang memicu diskriminasi dan persekusi kelompok minoritas dianggap berlebihan oleh pimpinan MUI, Muhyiddin Junaidi.

Baca juga:   PGI: Pelaku Pembakaran Gereja di Sulbar Idap Gangguan Jiwa

Muhyiddin berkata, fatwa terhadap suatu kelompok atau individu, baik yang disebutnya menyimpang hingga sesat, diputuskan melalui kajian dan pertimbangan mendalam.

“Sebetulnya merekalah yang intoleran kepada umat Islam, terutama karena melabeli MUI sebagai pendorong kasus intoleran,” kata Muhyiddin.

“Ada pihak yang meminta fatwa, dari masalah agama, sosial, budaya, politik, akidah, dan sebagainya. Pertanyaan itu kami bawa ke Komisi Fatwa dan dibahas bersama Komisi Kajian.”

“Tidak diputuskan seseorang yang menyatakan ini haram, halal, toleran atau tidak toleran. Kami lakukan kajian yang merujuk ke berbagai sumber dan narasumber yang bisa dipercaya,” ujarnya.

Indeks Kerukunan Umat Beragama yang diterbitkan Kementerian Agama menyebut Indonesia meriah skor 73,83 pada tahun 2019.

Angka itu masuk kategori tinggi.

Meski begitu, koalisi masyarakat sipil yang antara lain terdiri dari Gusdurian, LBH Jakarta, dan Pusad Paramadina, menilai skor itu tidak menghitung konflik agama yang sudah dan masih terjadi di akar rumput. (BBC)

Tags: Intoleransi
Share23SendShareTweet14Share4Share6Send
Previous Post

Apa jalan keselamatan?

Next Post

Bagaimana Alkitab menentukan sukses?

Next Post
Apakah manusia benar-benar memiliki kehendak bebas?

Bagaimana Alkitab menentukan sukses?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 77 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2020 Diakonia Indonesia