• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Blog
    • APOLOGETIK & TANGGAPAN ATAS TUDUHAN
    • Gereja
    • Denominasi
    • Keluarga & Relasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
  • Our Services
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Blog
    • APOLOGETIK & TANGGAPAN ATAS TUDUHAN
    • Gereja
    • Denominasi
    • Keluarga & Relasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
  • Our Services
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Kebangsaan

Kementerian Agama: 73 Tahun Berkarya Bagi NKRI

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
27 October 2019
inAnalisis & Opini, Gereja, Kebangsaan
44 3
AA
0
Kementerian Agama: 73 Tahun Berkarya Bagi NKRI

“If religion cannot restrain evil, it cannot claim effective power for good” (Morris Raphael Cohen)

Diakonia.id – Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena pada 3 Januari 2019 Ia telah mengantarkan Kementerian Agama memasuki usia ke-73. Peringatan HUT, yang biasa disebut Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama dilaksanakan di seluruh Tanah Air dengan upacara dan pidato ulang tahun untuk menghayati makna pelayanan Kementerian Agama selama kurun waktu 73 tahun di negara yang amat majemuk dari segi agama. Memang sebagai sebuah negara yang mengklaim bahwa rakyatnya, 90 persen lebih, adalah rakyat yang beragama maka peran agama, kekentalan dan sensitivitas agama amat terasa dalam kehidupan di negeri ini. Dalam konteks seperti itu agama bisa selalu dibawa-bawa dalam banyak konflik, walaupun konflik itu sejatinya adalah soal ekonomi atau politik. Dalam berbagai peristiwa pemilihan kepala daerah, acap isu agama dimasukkan begitu rupa sehingga seolah-olah yang tengah bertarung dalam pilkada itu adalah “pertarungan antar agama”. Demikian juga pada banyak kasus lain, isu agama nyaris selalu dipakai sehingga memunculkan kegaduhan yang muaranya merusak sendi-sendi kehidupan bangsa.

Menurut beberapa literatur, pada zaman penjajahan Belanda urusan agama diurus oleh departemen pengajaran (Onderwys en Eredienst) tidak dalam suatu departemen yang khusus sehingga pelayanan yang dilakukan tidak memadai. Pada zaman penjajahan Jepang dibentuk Kantor Agama di setiap Karesidenan. Di Karesidenan Banyumas, Kantor Agama dikepalai oleh KH Abudardiri. Pada 24-28 November 1945 dilaksanakan sidang Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat di Jakarta. KH Abudardiri bersama 2 rekannya hadir dalam sidang tersebut mewakili Karesidenan Banyumas. Pada sidang 26 November yang berlangsung di Fakultas Kedokteran Salemba, utusan KNI Banyumas mengusulkan agar dalam negara RI dibentuk Kementerian Agama yang secara khusus akan menggarap hal-hal yang berhubungan dengan agama.

Baca juga:   Kriteria apakah yang penting dalam memilih gereja?

Berdasarkan usul itu, yang disetujui oleh Bung Karno dan Bung Hatta, pada 3 Januari 1946 diumumkan oleh Pemerintah berdirinya Kementerian Agama dengan Menteri Agama yang pertama adalah KH. Mohammad Rasjidi. Legalitas berdirinya Kementerian Agama pada 3 Januari 1946 ditetapkan dalam Penetapan Menteri Agama No. 6 tahun 1956 Tentang Hari Didirikannya Kementerian Agama RI, yang ditandatangani oleh Menteri Agama ad interim Mohd Sardjan pada 1 Maret 1956.

Fakta historis tentang berdirinya Kementerian Agama itu cukup penting baik bagi pejabat negara, pimpinan organisasi maupun masyarakat umum agar semua pihak bisa ikut memberi kontribusi pemikiran bagi pengembangan peran Kementerian Agama dalam merespons dinamika zaman menuju masa depan. Memang harus dicatat bahwa selain fakta historis seputar berdirinya Kementerian Agama, ada angle lain yang berbicara tentang hal tersebut. BJ. Boland misalnya dalam The Struggle of Islam in Indonesia menyatakan bahwa adanya Kementerian Agama sebagai kompensasi karena dasar negara Indonesia tidak berdasarkan agama.

Baca juga:   PBNU Kecam Bom Bunuh Diri di Katedral Makassar

Pemikiran akademik dari orang selevel Boland tentang berdirinya Kementerian Agama bisa saja kita pahami sebagai pengayaan dari fakta historis yang kita miliki. Hal yang penting bagi kita sekarang bukan pada fakta historis itu atau tesis Boland, tapi apakah Kementerian Agama telah benar-benar menjalankan perannya sebagai kementerian/tangan pemerintah yang melayani seluruh agama di Indonesia. Apakah Kementerian Agama telah menjadi milik semua umat beragama dan memberi ruang bagi semua umat beragama untuk berkiprah di kementerian itu.

Memang, dalam perjalanan waktu ada catatan-catatan kritis tentang peran yang dilakukan oleh Kementerian Agama, tentang para “oknum” di kementerian yang memperkaya diri dengan cara melawan hukum. Ada sinisme kuat tentang contradictio in terminis: kementerian agama yang oknum-oknumnya telah melakukan penodaan agama melalui berbagai perbuatan mereka. Pernah ada suara keras untuk meniadakan Kementerian Agama, pernah ada upaya merevitalisasi Kementerian Agama dari pendekatan kebahasaan, misalnya mengubah nama “Kementerian Agama” menjadi “Kementerian Keagamaan”. Dan kita tahu, suara dan gagasan itu akhirnya tenggelam ditelan kegaduhan.

Kementerian Agama sudah 72 tahun menjadi bagian dari sebuah NKRI yang majemuk. Nilai-nilai kemajemukan sudah semestinya mengalir dari kementerian ini menginspirasi lembah, ngarai dan semua sudut-sudut Indonesia yang berpanorama indah ini. Kementerian Agama justru harus lebih kuat bersuara bahwa UUD NKRI 1945 dan Pancasila ini sudah final dan definitif sehingga pikiran untuk menjadikan agama sebagai dasar negara tidak lagi relevan karena telah selesai pada 18 Agustus 1945.

Baca juga:   Apakah Allah mengharapkan orang Kristen untuk ikut memilih dalam Pemilu/Pilkada?

Di masa depan, Kementerian Agama harus mampu menjadi ruang dialog bagi agama-agama di Indonesia, berpikir out of the box, keluar dari skema mayoritas-minoritas dan memandang semua warga bangsa sebagai umat yang dilayani dengan sebaik-baiknya. Kasus-kasus yang berkaitan dengan kesulitan pembangunan rumah ibadah harus ditangani dengan lebih berhikmat, jangan sampai masalah teknis perizinan menghambat dan meniadakan ibadah umat kepada Khaliknya. Realitas ini, jika terjadi, merupakan sesuatu yang ironis dan tragis dalam konteks Indonesia yang warganya taat beragama. Ungkapan Hans Kung “Tak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian antaragama” menjadi inspirasi kuat bagi Kementerian Agama untuk menjalankan perannya di masa depan. Agama harus menjadi sumber moral dan dasar bagi perwujudan kehidupan yang baik. Agama tidak boleh sekadar status yang terpampang dalam KTP atau bio data. Agama harus fungsional dan membumi. Cohen, Profesor filsafat dari Amerika (1880-1947) menegaskan jika agama tidak dapat mengendalikan kejahatan, maka agama tidak dapat menganggap diri sebagai kekuatan efektif untuk kebaikan.

Selamat berjuang, God bless

 

– Pdt. Weinata Sairin

*Penulis adalah mantan Wakil Sekum PGI

 

Sumber: pgi.or.id, dengan pengubahan seperlunya.

Join @idDiakonia on Telegram
Share24SendShareTweet15Share4Share6Send
Previous Post

Ke Mega Church demi Dahaga Iman yang Ekspresif

Next Post

KerajaanMu Datanglah – WTC Worship (Cynthia)

Next Post
KerajaanMu Datanglah – WTC Worship (Cynthia)

KerajaanMu Datanglah - WTC Worship (Cynthia)

Leave a ReplyCancel reply

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 76 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Blog
    • APOLOGETIK & TANGGAPAN ATAS TUDUHAN
    • Gereja
    • Denominasi
    • Keluarga & Relasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
  • Our Services
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
  • Donate

© 2020 Diakonia Indonesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Follow & Support Us!!

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

true
 

Loading Comments...