Unjuk rasa yang semula berlangsung damai di Kota Manokwari, Papua Barat, Senin (19/08), berubah menjadi rusuh, setelah massa dilaporkan membakar gedung DPRD dan gedung dealer mobil. (Hak atas foto: Safwan Ashari)
Massa demonstrasi di sejumlah titik di Papua, seperti Manokwari dan Jayapura, mulai meninggalkan lokasi unjuk rasa setelah menyampaikan aspirasi mereka. Sementara itu, sejumlah pejabat di Jawa Timur meminta maaf atas terjadinya insiden yang memicu unjuk rasa yang berakhir dengan kerusuhan tersebut.
Sekitar pukul 19.00 WIB (atau pukul 21.00 WIT), situasi keamanan di Manokwari dilaporkan berangsur kondusif, dan aparat keamanan masih melakukan penjagaan di sejumlah titik.
“Sudah berangsur-angsur kondusif, walaupun masih ada beberapa titik yang masih dipalang (oleh massa),” kata wartawan harian Cahaya Papua di Manokwari, Safwan Ashari, untuk BBC News Indonesia, sekitar pukul 19.00 WIB, Senin malam.
Dia melaporkan, aparat keamanan masih melakukan penjagaan di sejumlah titik yang dijadikan lokas bentrokan dan kerusuhan. “Lebih banyak aparat di jalan, masyarakat tidak berani keluar rumah,” ungkapnya.

“Pusat perbelanjaan dan toko-toko banyak yang belum buka,” tambahnya.
Sebelumnya, massa pengunjukrasa di sejumlah titik di Manokwari mulai meninggalkan lokasi unjuk rasa, setelah perwakilan pendemo bertemu Wakil Gubernur Papua Barat dan pejabat keamanan setempat, Senin (19/08) siang.
Saat bertemu pengunjukrasa, menurut Wakil Gubernur Mohamad Lakotani, pihaknya mengutuk keras apa yang disebutnya sebagai dugaan rasisme atas mahasiswa Papua di Jatim.
Dirinya juga mengaku langsung melakukan kontak telepon dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang disebutkan akan berjanji melakukan langkah-langkah sesuai wewenangnya,
“Beliau juga menyatakan meminta maaf kepada seluruh masyarakat Papua,” kata Lakotani, mengutip Khofifah, kepada wartawan.
Dalam percakapan melalui sambungan, ungkapnya, pihaknya mendapat jaminan dari Gubernur Jatim bahwa “tidak ada mahasiswa Papua yang akan diusir dari Malang”.
Bagaimana kondisi terakhir di Jayapura?
Serupa dengan itu, ribuan massa di Jayapura, yang berkumpul di depan kantor Gubernur Papua, mulai meninggalkan lokasi demonstrasi (19/08) sore, setelah menyampaikan tuntutan mereka.
Wartawan Engel Wally mengatakan salah satu aspirasi massa di Jayapura adalah agar Walikota Malang segera meminta maaf secara terbuka melalui media.
Selain itu, Engel mengatakan, massa meminta Presiden RI agar segera membuat sebuah regulasi yang tujuannya memberikan rasa aman dan nyaman kepada mahasiswa Papua yang menentu pendidikan di luar Papua.
Sebelumnya, massa membakar Gedung DPRD Papua Barat dan gedung ruang pamer mobil di Manokwari, Papua Barat, sementara massa menggelar longmarch di Kota Jayapura, Sorong, dan Merauke, Senin (19/08), memprotes tindakan kekerasan aparat atas aksi mahasiswa Papua di Jatim.
“Kami tidak terima atas (perlakuan kepada) teman-teman kami yang ada di Jawa, yang menyatakan bahwa kami orang Papua sebagai monyet,” kata salah-seorang pengunjukrasa, Isai Woniana, kepada kepada wartawan di Manokwari, Safwan Ashari, untuk BBC News Indonesia, Senin.
Para pengunjukrasa juga menuntut agar sekelompok mahasiswa Papua yang ditahan di Surabaya agar dibebaskan.
“Kita ini bagian dari NKRI. Kalau tidak bisa (merangkul kami), biarkan kami merdeka,” kata salah-seorang perwakilan pendemo di Manokwari, Isai Woniana, mahasiswa STIH Manokwari,
Selain di Manokwari dan Jayapura, laporan-laporan media menyebutkan bahwa aksi unjuk rasa juga digelar oleh sekompok orang di Kota Merauke, Provinsi Papua dan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat.
Beberapa kendaraan, termasuk kendaraan milik kepolisian dilaporkan dibakar sejumlah orang, di area sekitar Bandara Deo Sorong. Sejumlah bagian bandara pun dikabarkan dirusak oleh massa.
Saat ini kondisi di Sorong dilaporkan sudah mulai kondusif. Lalu lintas yang sempat lumpuh akibat aksi massa, berangsur-angsur normal kembali, seperti dilaporkan Kompas TV.
Belum ada klarifikasi dari pejabat terkait atas informasi adanya unjuk rasa di Merauke dan Sorong.
‘Masyarakat sudah dapat ditenangkan’
Seusai Rapat Koordinasi tentang Masalah Keamanan Nasional (19/08), Menko Polhukam, Wiranto, mengapresiasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Papua Barat, yang kata Wiranto, telah mampu menenangkan masyarakat untuk menjaga stabilitas keamanan wilayah.
Ia mengatakan pemerintah menyesalkan insiden pelecehan bendera merah putih di Jawa Timur yang disusul dengan pernyataan-pernyataan negatif oleh oknum-oknum tertentu, yang kemudian memicu aksi di beberapa daerah di Papua dan Papua Barat.
“Telah diinstruksikan untuk melakukan pengusutan secara tuntas dan adil bagi siapapun yang dianggap melakukan pelanggaran hukum dalam peristiwa ini,” ujar Wiranto.
Para pejabat minta maaf
Wiranto juga mengapresiasi ucapan maaf terbuka yang disampaikan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Sebelumnya, dalam konferensi pers bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Khofifah mengatakan ia telah berkomunikasi dengan Gubernur Papua.
“Kami telepon gubernur Papua, mohon maaf. Sama sekali itu bukan suara Jatim. Harus bedakan letupan bersifat personal dengan apa yang menjadi komiten Jatim,” kata Khofifah.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ikut menyatakan maaf dan menegaskan tidak ada kebijakan untuk mengusir mahasiswa Papua dari kota Surabaya, menyusul unjuk rasa mahasiswa Papua di Surabaya, Sabtu (17/08), yang diwarnai insisen kekerasan fisik dan verbal.”Jadi, tidak benar kalau ada pengusiran (mahasiswa Papua dari Surabaya). Kalau itu terjadi, mestinya pejabat saya yang duluan (yang melakukannya),” kata Rismahari ini kepada wartawan di Jakarta, Senin (19/08). Menurutnya, insiden keributan di asrama mahasiswa Papua, Surabaya, diawali apa yang disebutnya sebagai insiden “penurunan bendera Merah Putih” di lokasi itu.”Nah kemudian ada ormas yang meminta kepolisian untuk melakukan tindakan itu,” katanya.
Dia menjelaskan, bukti bahwa pihaknya tidak mengeluarkan pengusiran mahasiswa Papua di Surabaya, terlihat dari apa yang disebutnya bahwa kehidupan mahasiswa di Papua di kota itu “masih normal”.”Dan sekali lagi boleh dicek selama ini di kegiatan apapun, kami melibatkan mahasiswa Papua yang ada di Surabaya,” ungkapnya.Walaupun demikian, di akhir pernyataannya, Tri Rismaharini mengatakan: “Kalau memang itu ada kesalahan di kami di Surabaya, saya mohon maaf, tapi tidak benar kalau kami dengan sengaja mengusir (mahasiswa Papua).”
Ucapan maaf juga diucapkan Wali Kota Malang Sutiaji. Sebelumnya, Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko mengatakan ia akan memulangkan mahasiswa asal Papua ke daerah asalnya setelah demo Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia for West Papua di Malang pada Kamis (15/08) berakhir rusuh.
“Kalaupun ada insiden kecil yang dimaknai besar, kalau antar masyarakat, atas nama pemerintah Kota Malang, saya mohon maaf sebesar-besarnya,” kata Sutiaji.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat untuk saling memaafkan.
“Memaafkan itu lebih baik, sabar itu juga lebih baik. Yakinlah pemerintah akan terus menjaga kehormatan dan kesejahteraan ‘pace-mace’, mama-mama yang ada di Papua dan Papua Barat.”
Kapolri: Dipicu penangkapan mahasiswa di Jatim
Adapun Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui mobilisasi massa di Manokwari dan Jayapura dipicu dari kasus penangkapan mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Sabtu (17/08) lalu.
“Ini sekali lagi kejadian di Surabaya dan Malang, itu hanya peristiwa kecil semula yang saat ini sudah dilokalisir, dan diselesaikan oleh Muspida setempat, baik Ibu Gubernur, Kapolda atau Pangdam,” jelas Tito kepada media, Senin (19/08).
Namun, kata Tito, terjadi kesimpangsiuran informasi. Berita bohong atau hoaks pun tersebar hingga ke Papua. Salah satu hoaks adalah berita mengenai kematian seorang warga Papua.
“Ini hoaks. Nah, ini berkembang, ada yang mengembangkan di Manokwari berkembang kemudian di Jayapura, dan kemudian terjadi mobilisasi massa,” kata Tito.
Lebih lanjut Tito mengeklaim adanya pihak-pihak yang mengembangkan informasi seputar dugaan ucapan rasial terhadap mahasiswa Papua.
“Dan ada pihak-pihak yang mengembangkan informasi-informasi seperti itu untuk kepentingan mereka sendiri,” katanya sambil meminta warga di Papua dan Papua Barat tidak terpancing oleh berita bohong.
Aksi pembakaran di Manokwari
Di Jalan Yos Sudarso, sekitar pukul 10.00 WIB, seperti dilaporkan wartawan di Manokwari, Safwan Ashari, sebagian massa dilaporkan melakukan pembakaran gedung penjualan mobil.
Sebelumnya, sekelompok orang dilaporkan melakukan pembakaran Gedung DPRD Papua Barat di Manokwari, Senin (19/08) pagi.
Aksi pembakaran ini terjadi setelah unjuk rasa ini berakhir rusuh, setelah sekelompok orang menggelar unjuk rasa memprotes tindakan aparat kepolisian terhadap aksi demo mahasiswa Papua di sejumlah kota di Jawa dan tempat lainnya.
Dalam waktu hampir bersamaan, massa pengunjuk rasa dilaporkan melempari pejabat setempat dan aparat keamanan yang berencana mengajak dialog para pengunjuk rasa.
Unjuk rasa semula berjalan damai, namun belakangan menjadi rusuh, demikian lapor Safwan, setelah terjadi bentrokan antara aparat keamanan dan massa.
Akibat unjuk rasa yang berakhir rusuh, aktivitas masyarakat di kota Manokwari nyaris lumpuh. “Warga menghentikan aktivitasnya,” kata Safwan saat dihubungi melalui sambungan telepon, sekitar pukul 10.00 WIB.
Sejumlah media nasional sebelumnya melaporkan, melalui tayangan video sekitar pukul 09.00 WIB, gedung DPRD di Manokwari terlihat terbakar dan asap tebal membumbung tinggi.
Belum jelas siapa pelaku pembakaran gedung DPRD, namun sejumlah pejabat di Papua Barat dilaporkan telah mengklarifikasi terbakarnya gedung tersebut.
Sekelompok orang dilaporkan menutup jalan-jalan protokol di Manokwari, dengan antara lain membakar ban bekas.
Para pejabat setempat, seperti Wakil Gubernur Papua Barat, Muhammad Lakotani, dilaporkan akan berusaha menemui perwakilan pengunjukrasa untuk melakukan dialog, demikian laporan stasiun televisi Kompas, Senin, pukul 09.15 WIB.
Wartawan Kompas TV melaporkan massa pengunjukrasa bertambah, setelah mereka sebelumnya memblokade sejumlah jalan protokol di Manokwari.
Unjuk rasa semula dilaporkan berjalan tertib, yang ditandai aksi membawa spanduk dan poster. Mereka dilaporkan memprotes tindakan kekerasan aparat kepolisian, baik verbal ataupun fisik, terhadap unjuk rasa mahasiswa Papua di sejumlah kota di Jawa dan tempat lainnya, Sabtu (17/08) lalu.
Ribuan orang menuju pusat kota Jayapura
Sementara, ribuan orang dari berbagai distrik berbondong-bondong bergerak ke pusat kota Jayapura, menuju ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), sebagaimana dilaporkan wartawan Engel Wally.
Engel mengatakan gerakan tersebut tidak diakomodir satu komando, tapi bersifat spontan dan cair.
Sampai pukul 12.00 WIB, mereka berdemonstrasi sambil membawa spanduk-spanduk yang berisi ujaran menentang apa yang mereka sebut sebagai rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Unjuk rasa juga terjadi di Sentani. Aksi itu diinisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Gerakan angkatan muda Kristen Indonesia (GAMKI), juga terjadi di Sentani.
Ratusan massa yang berkumpul di pertigaan bandara Sentani itu mengutarakan sembilan tuntutan.
Salah satunya, mereka meminta presiden dan Kapolri untuk menindak oknum aparat hukum yang terlibat aksi rasisme.
‘Kerusuhan Manokwari buntut aksi penangkapan mahasiswa’
Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya menilai kasus kerusuhan di Manokwari, Papua Barat dan sejumlah wilayah lainnya di Papua merupakan buntut aksi penangkapan mahasiswa Papua di sejumlah tempat, termasuk ujaran rasis, oleh aparat keamanan di Surabaya.
“Seharusnya dewasa pola pikir kita, dan pola pikir juga kedekatan kita, kita juga punya hukum. Kenapa saat itu muncul kata-kata tidak baik,” kata Lenis kepada BBC Indonesia, Kamis (19/08).
Setidaknya 213 orang yang terdiri dari mahasiswa Papua dan kelompok solidaritas ditangkap saat hendak melakukan aksi demonstrasi damai terkait New York Agreement di sejumlah kota seperti Ternate, Ambon, Malang, Surabaya, dan Jayapura pada akhir pekan lalu.
Lenis meminta TNI untuk memproses hukum oknum aparat yang melontarkan kata-kata rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Sebanyak 42 mahasiswa Papua ditangkap saat itu.
“Ada video-videonya, kan penegak hukum bisa menangani toh. Supaya (bisa) meredam,” katanya.
Berita ini akan terus dilengkapi. [BBC]