• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Umum

Menteri Agama: ‘Ceramah agama jangan provokatif atau pertentangkan SARA’

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
3 July 2019
inUmum
52 0
AA
0
Menteri Agama: ‘Ceramah agama jangan provokatif atau pertentangkan SARA’
Diakonia.id – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyerukan agar setiap penceramah agama tidak mempertentangkan unsur suku, agama, ras dan antar golongan, atau SARA.Menteri Agama juga menyerukan agar materi ceramah agama itu tidak bermuatan penghinaan, penodaan, pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktik umat beragama.

Dua seruan itu merupakan bagian dari sembilan seruan yang disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jumat (28/04) di Jakarta.

“Seruan adalah respons atas sejumlah fenomena yang kita ikuti bersama beberapa waktu belakangan ini,” kata Lukman Hakim di hadapan wartawan.

“Juga adanya masukan permohonan, permintaan masyarakat sebagian tokoh masyarakat, tokoh agama agar pemerintah bisa bersikap terhadap fenomena belakangan ini,” tambahnya.

Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Menteri Agama telah menyatakan bahwa pihaknya tengah mewacanakan semacam standardisasi khatib atau penceramah salat Jumat menyusul munculnya kerisauan terhadap isi ceramah yang dilaporkan menebar kebencian.

menteri agama
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) menyatakan seruan terkait ceramaha agama ini menanggapi fenomena belakangan ini. (Hak atas foto : AFP/ADEK BERRY)

 

Dalam wawancara kepada BBC Indonesia, akhir Desember 2016 lalu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Abdurrahman Masud, menyatakan pihaknya saat ini tengah menyiapkan draf peraturan baru yang isinya membahas tentang batasan ceramah agama di masyarakat atau di media sosial.

Pernyataan ini menanggapi kekhawatiran meningkatnya isi ceramah agama yang penuh kebencian, yang antara lain peristiwa pelaporan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya oleh pimpinan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), karena isi ceramahnya dianggap menistakan agama Kristen.

Tetapi dalam seruannya, Menteri Agama tidak secara khusus menyorot secara khusus terhadap ceramah di masjid, tetapi di semua rumah ibadah agama apa pun.

Baca juga:   Manokwari rusuh: Massa berangsur tinggalkan lokasi demonstrasi, para pejabat Jatim minta maaf

Sembilan seruan Menag

Berikut sembilan seruan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terkait isi ceramah agama:

1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik lndonesi, dan Bhinneka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan atau pun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan rumah ibadah. [BBC]

Baca juga:   Pendeta di NTT adalah putri ‘eksekutor’ orang-orang yang dituding PKI, merangkul jemaah yang menjadi korban
Diakonia.id – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyerukan agar setiap penceramah agama tidak mempertentangkan unsur suku, agama, ras dan antar golongan, atau SARA.Menteri Agama juga menyerukan agar materi ceramah agama itu tidak bermuatan penghinaan, penodaan, pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktik umat beragama.

Dua seruan itu merupakan bagian dari sembilan seruan yang disampaikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jumat (28/04) di Jakarta.

“Seruan adalah respons atas sejumlah fenomena yang kita ikuti bersama beberapa waktu belakangan ini,” kata Lukman Hakim di hadapan wartawan.

“Juga adanya masukan permohonan, permintaan masyarakat sebagian tokoh masyarakat, tokoh agama agar pemerintah bisa bersikap terhadap fenomena belakangan ini,” tambahnya.

Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, Menteri Agama telah menyatakan bahwa pihaknya tengah mewacanakan semacam standardisasi khatib atau penceramah salat Jumat menyusul munculnya kerisauan terhadap isi ceramah yang dilaporkan menebar kebencian.

menteri agama
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (tengah) menyatakan seruan terkait ceramaha agama ini menanggapi fenomena belakangan ini. (Hak atas foto : AFP/ADEK BERRY)

 

Dalam wawancara kepada BBC Indonesia, akhir Desember 2016 lalu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Abdurrahman Masud, menyatakan pihaknya saat ini tengah menyiapkan draf peraturan baru yang isinya membahas tentang batasan ceramah agama di masyarakat atau di media sosial.

Pernyataan ini menanggapi kekhawatiran meningkatnya isi ceramah agama yang penuh kebencian, yang antara lain peristiwa pelaporan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya oleh pimpinan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), karena isi ceramahnya dianggap menistakan agama Kristen.

Tetapi dalam seruannya, Menteri Agama tidak secara khusus menyorot secara khusus terhadap ceramah di masjid, tetapi di semua rumah ibadah agama apa pun.

Baca juga:   Ini Pengakuan Nakes RSUD Siantar yang Dijerat Pasal Penistaan Agama

Sembilan seruan Menag

Berikut sembilan seruan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terkait isi ceramah agama:

1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik lndonesi, dan Bhinneka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan atau pun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan rumah ibadah. [BBC]

Share26SendShareTweet17Share5Share7Send
Previous Post

Mengenal komunitas Yahudi di Indonesia

Next Post

Upaya menjadikan Manokwari sebagai ‘Kota Injil’ pertama di Indonesia

Next Post
Upaya menjadikan Manokwari sebagai ‘Kota Injil’ pertama di Indonesia

Upaya menjadikan Manokwari sebagai 'Kota Injil' pertama di Indonesia

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 77 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2020 Diakonia Indonesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In