• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Gereja

PENTAKOSTA: Turbulensi, Stagnasi dan Momen Transformasi Gereja

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
8 June 2022
inGereja
42 3
AA
0
PENTAKOSTA: Turbulensi, Stagnasi dan Momen Transformasi Gereja

Diakonia.id – Saya hendak mengawali refleksi ini dengan mengutip secuil buah refleksi 72 tahun PGI dari Ketum PGI, Pdt Gomar Gultom sbb: “Sebagai realitas sosial, gereja menyejarah dengan tradisi, ajaran, bahasa, suku dan adat istiadat yang ikut mempengaruhi keberadaannya. Itu semua memunculkan keragaman gereja, yang tentu memperkaya kehadiran gereja di muka bumi ini. Sayangnya, dalam perjalanan sejarahnya, keragaman itu kurang dirayakan dan disyukuri sebagai berkat yang memperkaya malah cenderung menciptakan keterpisahan satu sama lain. Masing-masing gereja membangun tembok yang bukan saja memisahkan dirinya dengan gereja lain, malah juga memisahkan dirinya dengan realitas sosial yang mengitarinya”

Kutipan ini hendak menjelaskan dua hal dari judul di atas dan satu hal lainnya ada pada bagian akhir refleksi pak Gomar. Dua hal itu adalah turbulensi dan stagnasi. Ibarat penerbangan di angkasa, pesawat gereja mengalami goncangan karena angin atau awan, tantangan internal dan eksternal. Goncangan ini tentu membuat tidak nyaman, dan memicu kepanikan dan rasa takut bahkan putus asa, seakan-akan pesawat akan kena musibah dan mengancam keselamatan para penumpang.

Namun, pada sisi lain, dapat menjadi momen kreatif dimana penumpang makin dekat dengan Tuhan dan saling solider di tengah ancaman bahaya.

Baca juga:   Menyusuri Jejak Sejarah dan Tradisi Paskah

Belajar dari gereja mula-mula dan gereja masa kini sebagaimana dipotret pak Gomar, terlihat adanya kontras yang mencolok. Gereja mula-mula sebagaimana digambarkan dalam KPR 2 justru solid dan kompak, sehati dan sepikir untuk kemasalahan bersama (bandingkan tema HUT 72 PGI). Sebaliknya, jemaat atau gereja-gereja masa kini makin egois, hedonis dan kapitalis (bukan komunis, dalam arti positif).

Diagnosa kritis terhadap kondisi gereja masa kini adalah kondisi stagnasi alias kemacetan. Gereja mestinya dinamis dan progresif, malah mengalami kemacetan di sana sini. Ibarat mobil yang mestinya makin bergerak cepat dan lincah, justru mogok dan atau berjalan lambat. Stagnasi itu makin parah ketika bukan hanya terkait soal-soal hal-hal teknis-manajemen tetapi kemacetan pada tataran gagasan dan pemikiran. Ide-ide visioner dan subtantif makin redup diganti slogan-slogan dan status-status di media sosial yang hanya mengejar like and subsribe. Terjadi banalitas/pendangkalan bahkan kemunduran pemikiran. Kita lalu mencoba menggali ke masa lalu, misalnya menggali kembali pikiran-pikiran teologi publik, seperti terbitan buku yang berisikan pemikiran Eka Darmaputera, dll.

Langkah ini tentu tidak salah, tapi menurut saya tidak cukup. Kita butuh transformasi dan terobosan. Kita tentu tidak bisa mengkopi gaya hidup jemaaat mula-mula seperti tergambar dalam KPR 2. Salah satu alasan mendasarnya karena basis sosial budayanya telah mengalami perubahan yang revolusioner. Jemaat mula-mula merupakan jemaat sederhana, sedangkan jemaat masa kini adalah jemaat yang kompleks. Jemaat perdana tidak ada gadget dan internet yang karenanya membuat orang makin selfish. Jemaat perdana, belum mengenal konflik ideologis antara kapitalis versus komunis, liberal versus komunitarian, modernism versi posmo, dst.

Baca juga:   Antara “Rumah Tuhan” dan Rumah Manusia

Dalam kondisi turbulensi dan stagnasi itu maka kita perlu transformasi. Dan momen Pentakosta dapat menjadi energi terbarukan untuk mendorong transformasi itu. Dengan begitu, daya dorong transformasi bukan semata karena kekuatan aktor dan struktur tetapi utamanya adalah daya dorong Roh Kudus. Kepercayaan kepada Roh dan karya Roh menjadi modal awal untuk proyek transformasi itu. Di sini kita bergerak dari kenosis menuju pleroma, dari pengosongan diri menuju kepenuhan hidup. Kita merendahkan diri dihadapan Roh Allah, dan membiarkan Roh itu merasuki hidup kita, dan Roh itu terus berkarya menuju kepenuhan hidup (pleroma). Proses ini yang saya maksudkan dengan transformasi. Dan transformasi itu berkaitan erat dengan perubahan cara berpikir dan cara bertindak tentang gereja dan panggilannya di tengah-tengah dunia yang berubah.

Baca juga:   Penjelasan PGI tentang Polemik Perayaan Paskah 2018 di Monas

Dalam kaitan ini saya hendak mengakhiri refleksi ini dengan mengutip pandangan Sekum PGI di hari Pentakosta kemarin sbb: “Gereja menerima pencurahan Roh Kudus bukan untuk memperkaya diri dalam kesalehan spiritual yang bersifat pribadi, tetapi harus menggerakannya pada tanggungjawab sosial yang menyatakan bahwa ia telah mengambil bagian dalam karya keselamatan Yesus. Jika karena kepenuhan Roh Kudus gereja dipanggil untuk menderita karena kesetiaannya pada kebenaran, maka ia akan menunjukan kepada dunia bahwa pengetahuannya tentang keselamatan telah menjadi lengkap”.

Marilah kita menggunakan momentum Pentakosta ini bukan untuk menghindari turbulensi atau menafikan adanya stagnasi. Turbulensi akan tetap ada sepanjang sejarah. Demikian pula stagnasi akan menyertai ziarah kita di bumi ini. Tetapi tugas kita saat ini adalah melakukan transformasi secara berkelanjutan dengan tetap mengandalkan Roh Kudus yang penuh kuasa itu. Roh yang memampukan gereja untuk terus bersaksi dan melayani kapan dan dimana saja dalam bingkai sejarah keselamatan Allah trinitas. Bukankah peristiwa Pentakosta telah membuat gereja ada dan tetap bermakna hingga saat ini bukan?

Selamat merayakan Pentakosta. Amin

Oleh: Pdt Rudy Rahabeat (Wasekum Sinode GPM)

Join @idDiakonia on Telegram
Share23SendShareTweet14Share4Share6Send
Previous Post

KPK minta tersangka kasus proyek gereja di Mimika kooperatif

Next Post

Apakah jodoh atau belahan jiwa itu benar-benar ada? Apakah Allah memang telah menentukan orang tertentu untuk kita nikahi?

Next Post

Apakah jodoh atau belahan jiwa itu benar-benar ada? Apakah Allah memang telah menentukan orang tertentu untuk kita nikahi?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 77 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2020 Diakonia Indonesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
 

Loading Comments...