Diakonia.id – Tanyakan kepada Hans Powalla apakah dia seseorang yang beriman dan tanggapan cepatnya adalah “tidak”.
Meski demikian, dia dan warga di sebuah desa di kota Stiege, Jerman, sedang melakukan tugas mulia untuk memindahkan gereja kayu bersejarah dari tengah hutan ke tengah kota.
Powala (74), mantan tukang listrik, mengatakan ia dan warga lain tergugah oleh “arsitektur bangunan yang unik” dan “makna yang diberikannya kepada wilayah tersebut” di pegunungan Harz.
Gereja kayu ini dilengkapi dengan ornamen naga di bagian atapnya dan dibangun dengan gaya Nordik pada 1905.
Bangunan itu adalah salah satu dari tiga gereja kayu kuno yang masih berdiri di Jerman sehingga masuk dalam daftar cagar budaya nasional.
Tidak seperti kebanyakan gereja kuno yang ada di pusat kota, gereja kayu ini dibangun sebagai tempat perlindungan pribadi bagi pasien yang baru sembuh dari penyakit paru-paru di sanatorium yang terletak di dalam hutan.
Sejak sanatorium telah ditutup pada tahun 2009 gereja kayu tersebut tidak lagi digunakan.
Lokasinya yang terisolasi menjadikannya target para perusak. Kebakaran yang terjadi di bekas klinik paru-paru 2013 menambah kerusakan strukturnya.
“Dari desa, kami melihat gumpalan asap hitam dan berpikir ‘oh tidak, itu gereja kayu’,” kata Regina Nowolski (69) anggota Stiege Stave Church Association, yang didirikan bersama Powalla, seperti yang dikutip dari AFP.
Ajaibnya, gereja tersebut tidak rusak.
“Dan muncul gagasan bahwa sesuatu harus dilakukan sekarang atau gereja suatu hari akan runtuh,” kata Regina Bierwisch, juru bicara asosiasi tersebut.
“Satu-satunya solusi untuk menyelamatkan gereja adalah dengan memindahkan lokasinya.”
Seperti Lego
Sementara idenya terdengar mudah, proses memindahkan gereja kayu ini amatlah rumit.
Tantangannya segudang: mendapatkan izin untuk memindahkan bangunan, mencari lokasi baru, dan mencari cara untuk mengantarkannya ke sana.
Pada satu titik, mengangkat seluruh bangunan dengan helikopter militer Bundeswehr sedang dipertimbangkan.
Masalah paling besar ialah uang jutaan euro untuk mendanai proyek tersebut.
Anggota asosiasi membawa masalah tersebut ke walikota, menulis kepada otoritas federal tentang konservasi dan membuat permohonan publik untuk penggalangan dana.
“Pada awalnya saya menganggapnya sebagai ide yang lucu. Tapi saya segera menyadari bahwa mereka tidak menyerah,” kata Ronald Fiebelkorn, walikota wilayah Oberharz am Brocken.
Didukung oleh gelombang antusiasme, Fiebelkorn membawanya ke otoritas negara bagian dan federal yang reaksi awalnya adalah “Anda gila”.
Namun tak lama kemudian, para pejabat juga mengalah.
Dengan dukungan dan pendanaan yang dijamin, proyek 1,1 juta euro untuk memindahkan gereja sekarang sedang menunggu keputusan terakhir.
Sebidang tanah telah diamankan di kota Stiege, ditawarkan oleh otoritas regional kepada asosiasi dengan harga simbolis satu euro.
Asosiasi juga membeli gereja dari pemiliknya saat ini, sebuah perusahaan properti di Berlin, dengan harga satu euro.
Peletakan batu pertama di situs baru dimulai pada November dan setelah pondasi beton dipasang, mulai Maret, gereja akan dibongkar dari atas ke bawah, papan demi papan.
“Sama seperti rumah Lego,” kata Bierwisch, mencatat bahwa kayunya harus dibangun kembali dengan cepat di lokasi barunya sekitar lima kilometer dair lokasi lama, dengan target penyelesaian pada September.
Sebenarnya sudah ada gereja komunitas di Stiege, dan Bierwisch menjelaskan tujuan menempatkan gereja kayu di sana bukan untuk “bersaing”.
Asosiasi berharap gereja kayu menjadi ruang terbuka untuk acara berbagai komunitas sekaligus menjadi objek wisata baru di Stiege.
(AFP/ard)