Diakonia.id –

ANTISIPASI | Berbagai upaya dilakukan untuk menangkal terorisme terus dilakukan. Salah satunya dengan melakukan program deradikalisasi terhadap narapidana atau mantan narapidana kasus terorisme.
Program tersebut bermaksud menangkal atau meminimalisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan.
Masyarakat, termasuk pengguna aktif media sosial, juga bisa melakukan langkah prenventif agar terorisme tak leluasa bergerak, menebarkan jaring, dan memerangkap orang-orang terkasih di sekitar kita.
Salah satu tindakan yang bisa dilakukan agar mawas diri adalah mengenali gerakan-gerakan yang dikembangkan kelompok tersebut.
Orang tidak serta merta menjadi teroris. Harus melalui berbagai tahapan. Tangga pertama menuju itu adalah intoleransi. Demikian dikatakan oleh Halili dari Setara Institute dalam sebuah diskusi.
Ciri seseorang terafiliasi atau telah terdoktrin ajaran terorisme memang lebih mudah dengan melihat perlakuan alih-alih menuduh berdasarkan atribut, pakaian, atau ciri fisiknya.
Bisa saja atribut tersebut dijadikan kamuflase untuk penyamaran, meraih simpati korban yang akan direkrut, atau bermaksud menciptakan disharmoni dan saling curiga antarsesama pemeluk agama di negara yang Bhinneka Tunggal Ika seperti Indonesia.
Saat menghadiri sebuah diskusi di Malang pada 2016, Ali Imron menyatakan bahwa dirinya pernah mengecat rambut saat akan mengebom di Bali. Dalam hematnya, teroris tidak dapat dicirikan dengan celana cingkrang, jenggotan, atau rambut gondrong. (lokadata)