Diakonia.id – Lebih dari seperempat (27,6 persen) profesional muslim mendukung peraturan daerah (perda) syariah karena dianggap tepat untuk mengakomodir penganut agama mayoritas.
Demikianlah temuan survei tentang potensi radikalisme di kalangan profesional muslim, yang mencakup tujuh kota besar utama Indonesia, selama 10 September – 5 Oktober lalu. Adapun publikasinya dilakukan awal pekan ini di Jakarta.
Survei dengan wawancara tatap muka terhadap 1.200 responden, oleh Mata Air Foundation dan Alvara Research Center — keduanya berbasis di Jakarta — itu mendapati pendukung terbanyak perda syariah berlatar pegawai swasta (36,6 persen).
Sedangkan pendukung berlatar pegawai negeri sipil (PNS) ada 35,3 persen, dan dari kalangan pegawai badan usaha milik negara (BUMN) lebih sedikit: 13,7 persen.
Perihal pembentukan negara Islam, 29,6 persen responden setuju. Pengertian setuju pun diukur tiga tingkatan: setuju (15,3 persen), sangat setuju (13,1 persen), dan sangat setuju sekali (1,2 persen).
Ihwal ideologi negara, 15,5 persen responden menganggap ideologi Islamlah yang tepat. Sisanya (84,5 persen), menganggap Pancasilalah yang tepat.
Paparan hasil survei itu menyimpulkan, penetrasi ajaran intoleransi telah mulai masuk ke dalam kalangan terdidik dan kelompok kelas menengah. Lalu aparatur negara dan kelompok pekerja di BUMN juga mulai terpapar ajaran-ajaran intoleransi.
Paparan hasil itu menyebutkan, penetrasi ajaran-ajaran intoleransi (anti-Pancasila dan anti-NKRI), di kalangan profesional, masuk melalui kajian-kajian keagamaan yang dilakukan di tempat kerja.
Survei dengan banyak pertanyaan itu juga mendapati hal lain. Misalnya dalam isu sosial keagamaan. Dua hal yang tak salah secara moral, di mata responden, adalah poligami (40,2 persen) dan perceraian (41,5 persen).
Ada pula pertanyaan manakah yang lebih penting untuk dibantu, bencana alam di Palestina ataukah Indonesia Timur.
Terdapat 34,4 persen responden yang lebih memilih membantu Palestina karena kesamaan agama, yakni Islam.
Akan tetapi responden yang memilih Indonesia Timur ada separuh lebih (56,1 persen), dengan alasan karena sesama warga negara Indonesia. (lokadata)