Diakonia.id – Salah satu aspek paling misterius dari peristiwa Transfigurasi adalah kemunculan Musa dan Elia – dua figur raksasa Perjanjian Lama – bercakap-cakap dengan Yesus yang cemerlang.
Musa adalah orang yang memberikan Taurat, sementara Elia adalah sang Nabi.
Keduanya masing-masing adalah penggambaran Taurat dan para nabi.
Dalam peristiwa di gunung Tabor ini, Musa dan Elia dipanggil dari perjanjian lama di masa lalu untuk memberi kesaksian terakhir.
Tujuan Taurat dan para nabi adalah menghasilkan suatu umat yang benar dan hidup dalam suasana penyembahan. Yesus dan Kerajaan-Nya adalah penggenapan tujuan itu.
Transfigurasi adalah peristiwa dimana Musa dan Elia bertemu dengan ‘penerus’ mereka, dimana keduanya menyerahkan ‘tongkat estafet proyek penyelamatan’ manusia kepada Yesus.
Transfigurasi adalah dimana saksi (perjanjian) yang lama digantikan oleh saksi (perjanjian) yang baru.
Awalnya Petrus salah menangkap maksud kehadiran Musa dan Elia ini.
Reaksi pertama Petrus adalah ingin membangun 3 kemah; seolah Musa, Elia dan Yesus ‘sederajat’.
Niatnya segera mendapat teguran dari surga, saat ada suara berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia”.
Yesus adalah Firman Allah yang benar dan hidup.
Yesus adalah Seseorang yang kepada-Nya Taurat dan para nabi mengarah dan tunduk.
Yesus adalah Seseorang yang Perjanjian Lama coba sampaikan dan kenalkan, tapi tidak pernah terartikulasi/tersampaikan dengan sempurna.
Yesus adalah Firman Allah yang sempurna dalam bentuk manusia.
Allah tidak bisa menyampaikan seluruh yang ingin disampaikan-Nya lewat sebuah buku.
Jadi Ia menyatakannya dalam bentuk Yesus.
Yesus adalah segala sesuatu yang ingin Bapa katakan!
Taurat dan para nabi adalah cahaya-cahaya kecil di langit malam di masa sebelum Kristus datang.
Mereka adalah bulan dan bintang-bintang.
Orang Israel dapat maju dengan meraba-raba dibawah cahaya redup ini.
Tapi Kristus, Dia adalah Terang Fajar, Surya kebenaran yang bersinar dengan cahaya-Nya yang memulihkan. Musa dan Elia, sang bulan dan bintang, Taurat dan para nabi masuk dalam gerhana dibawah kemuliaan sempurna Allah yang ada dalam Kristus.
Perjanjian Lama bukanlah tandingan Yesus.
Alkitab bukanlah teks datar dimana setiap kalimat membawa bobot yg sama.
Itulah mengapa Yesus berkata, “Kamu telah mendengar demikian, tapi Aku berkata kepadamu…”.
Saat gereja mencoba menerapkan Biblisisme dengan memberi perjanjian yang lama otoritas yang sama dengan Kristus, Bapa mengguntur dari surga, “Tidak! Inilah Anak-Ku yang Kukasihi. Dengarkanlah Dia!”.
Jika Musa memerintahkan hukuman, merajam para pezinah dan pendosa, Bapa berkata, “Dengarkanlah Anak-Ku”.
Dan Yesus berkata, “Yang Kukehendaki adalah kemurahan dan bukan persembahan kurban”.
Jika Elia memanggil api dari surga untuk menghanguskan musuhnya, Bapa berkata, “Dengarkanlah Anak-Ku!”.
Dan Yesus berkata, “Kasihilah musuhmu”.
Orang Farisi dalam hasrat mereka untuk menghakimi pendosa mengutip perkataan Musa.
Tapi Yesus berkata lain.
Yakobus dan Yohanes, dalam semangat mereka untuk memukau orang Samaria mengutip perkataan Elia untuk meminta api turun dari langit.
Tapi Yesus berkata lain.
Musa bilang begini. Elia bilang begitu.
Tapi Yesus berkata dan melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda.
Dan apa yang Bapa katakan?
Adakah Ia memerintahkan kita untuk ‘menyeimbangkan’ antara Musa, Elia dan Yesus?
Tidak!
Bapa bilang, “Dengarkanlah Anak-Ku Yesus”.
Jika kita geledah perjanjian lama dan menarik keluar Musa atau Elia atau Yosua atau Daud untuk ‘menyeimbangkan’ apa yang Yesus ajarkan tentang menjadi pembawa damai dan mengasihi musuh, itu sama artinya kita sedang membangun Kemah Suci perjanjian lama di gunung kudus kemuliaan Kristus.
Dan Bapa bilang, “Tidak!”.
Peran perjanjian lama adalah membawa orang bertemu dengan Yesus.
Tapi begitu kita bertemu Yesus, jangan dirikan kemah suci untuk menyeimbangkan Dia.
Yesus lebih besar dari Musa.
Lebih besar dari Elia.
Lebih besar dari biblisisme.
Musa bisa merajam pendosa. Elia bisa membakar musuhnya.
Tapi bagi kita itu tidak masalah. Sebab kita dalam Kristus.
Bukan prinsip yang alkitabiah yang kita cari, tapi kebenaran Kristus.
Bukan keadilan alkitabiah yang kita kejar, tapi keadilan dalam keserupaan dengan Kristus.
Bukan ke-pria-an alkitabiah yang harusnya menginspirasi para pria, tapi ke-pria-an dalam keserupaan dengan Kristus.
Bukan ke-wanita-an alkitabiah yang harusnya memotivasi para wanita, tapi cahaya Kristus.
Perang penaklukan, pajak yang mencekik, perbudakan dan memperlakukan wanita sebagai barang milik; semua punya alasan yang ‘alkitabiah’.
Tapi diletakkan dibawah terang Kristus, semua itu harus ditinggalkan.
Hal-hal yang dulu dapat diterima dalam cahaya Musa dan Elia yg remang-remang, kini harus ditolak dibawah terang kemuliaan yang terpancar dari wajah Kristus.
Musa dan Elia, Taurat dan para Nabi, menunjuk ke Yesus.
Saya seorang Kristen. Bukan seorang Biblisis.
Saya suka bagian Perjanjian Lama Alkitab. Saya membacanya tiap hari, karena itu adalah Kitab Suci.
Tapi saya TAK PERNAH membacanya TANPA Kristus.
YESUS-lah yang membuat saya memahami kitab Perjanjian Lama (Kalau tidak, ngapain juga seorang ‘gentile’ membaca kitab kuno Yahudi?).
Saya tidak membaca Kitab Musa dan kitab para nabi dibawah cahaya Musa atau Elia.
Saya membacanya di bawah terang Kristus.
Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara : “Inilah AnakKu yang Kukasihi, dengarkanlah Dia”. Dan sekonyong-konyong waktu mereka memandang sekeliling mereka, mereka tidak melihat seorangpun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri (..but Jesus only) (Markus 9:7-8)
Kesaksian terakhir Musa dan Elia memudar di latar belakang, menyisakan Yesus berdiri seorang diri sebagai Firman Allah yang utuh, sempurna dan hidup.
Yesus-lah segala sesuatu yang perlu Bapa sampaikan!
[Brian Zahnd : Jesus is What God Has to Say; 12 February 2015]
http://brianzahnd.com/2015/02/jesus-god-say/
*) Diterjemahkan oleh Mona Yayaschka/dailygracia