• Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami
Diakonia.id
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account
No Result
View All Result
Diakonia.id
No Result
View All Result
Home Kebangsaan

Pembangunan gereja dan pura masih kerap ditolak, pemerintah klaim angka kerukunan umat beragama Indonesia ‘tinggi’

Diakonia IndonesiabyDiakonia Indonesia
12 March 2020
inGereja, Kebangsaan, Umum
AA
0
Pembangunan gereja dan pura masih kerap ditolak, pemerintah klaim angka kerukunan umat beragama Indonesia ‘tinggi’

Diakonia.id – Angka kerukunan beragama yang diklaim ‘tinggi’ oleh kementerian agama diragukan sejumlah pihak di tengah masih maraknya kasus intoleransi di Indonesia.

Sejumlah pihak yang mengatakan masih menuntut hak untuk beribadah di lokasi layak adalah dari Gereja Kristen Indonesia, GKI Yasmin Bogor, Jawa Barat.

Sudah tujuh tahun, puluhan jemaat gereja menggelar ibadah Minggu di jalan seberang Istana Negara untuk mendesak pemerintah menjamin hak mereka beribadah.

Mereka bahkan berencana menggelar ibadah Natal di atas aspal untuk ketujuh kalinya.

Gereja mereka, yang selesai dibangun tahun 2006, disegel empat tahun kemudian setelah sekelompok masyarakat menganggap pembangunan gereja itu menyalahi aturan.

Maka, sejak 2011, mereka beribadah di rumah jemaat dan di depan Istana.

Salah seorang jemaat GKI Yasmin, Renata Anggraeni, mengatakan perjuangan jemaat untuk menuntut hak melelahkan.

“Orang bisa dengan gagah bertindak intoleran“

Sebelumnya, gereja itu memiliki sekitar 400 jemaat, namun angka itu menyusut menjadi puluhan karena jemaat-jemaat yang sudah tua tak lagi kuat beribadah di bawah terik matahari di depan istana.

“Jujur kalau dari saya secara pribadi, hal ini melelahkan mungkin hanya orang-orang tertentu yang berani bersuara di depan. Tapi kalau bukan kami, siapa lagi?” ujar Renata.

Baca juga:   Kaum Muda, Apakah Kalian Sedang Membangun Masa Depan? (YEREMIA 29:11)

Selain GKI Yasmin, jemaat gereja HKBP Filadelfia Bekasi Jawa Barat juga ikut ibadah di depan Istana karena mengalami hal serupa.

Selain umat Kristen, sejumlah kelompok minoritas di Jawa Barat juga masih kesulitan beribadah, seperti umat Ahmadiyah di Sukabumi hingga penganut Hindu di Bekasi.

Meski begitu, berdasarkan Indeks Kerukunan Umat Beragama, yang dirilis Kementerian Agama (11/12), kerukunan di Jawa Barat masuk dalam kategori tinggi karena meraih angka 68,5, meski berada di bawah rata-rata nasional, yakni 73, 8.

Hasil survei itu dikritisi oleh Diah Pitaloka, anggota komisi VIII fraksi PDI-P, yang mempertanyakan metode survei yang dilaksanakan kementerian merujuk kasus-kasus intoleransi di Indonesia, khususnya Jawa Barat.

Hal itu dinyatakannya saat menghadiri peluncuran indeks kerukunan beragama di Kementerian Agama.

“Kayak gini-gini hal-hal kayak gini, terpotret nggak dari risetnya. Orang bisa dengan gagah bertindak intoleran dan tidak merasa bersalah atas nama keyakinan. Nah ini terpotret nggak? Angka kuantitatifnya, bisa nggak merepresentasikan kondisi kualitatifnya?” tanya Diah.

“Belum lagi jangan-jangan… mohon maaf ini kan ada elemen birokrasi juga ya,” ujarnya.

Baca juga:   Untuk Kali Pertama Perempuan Kristen Menjadi Gubernur di Mesir

‘Tidak mempertimbangkan kasus-kasus intoleransi’

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Mas’ud, yang juga menghadiri acara itu, menjawab keraguan itu dengan mengatakan survei yang dilakukan lembaganya valid.

Namun, ia mengakui indeks itu tidak mempertimbangkan kasus-kasus intoleransi yang ada, hal yang sering disebutkan oleh sejumlah pakar.

“Tapi ini kan survei kerukunan, bukan survei konflik umat beragama. Itu yang penting,” ujar Mas’ud.

Ia menambahkan pemerintah belum melakukan survei mengenai kasus-kasus intoleransi umat beragama, namun optimistis angkanya akan lebih rendah dari angka kerukunan.

“Insya Allah lebih tinggi kerukunannya,” ujarnya.

Menurut hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dimumumkan November lalu, secara umum belum ada perbaikan dalam indikator intoleransi beragama dan berpolitik, bahkan lebih buruk dibanding 2016-2017.

Laporan itu memaparkan lebih dari 50% umat Muslim keberatan jika warga non-Muslim membangun rumah ibadah di sekitar mereka.

LSI juga menilai cukup banyak umat Muslim (37,2%) yang setuju bahwa umat agama minoritas di Indonesia harus mengikuti kemauan Muslim mayoritas

Survei itu juga mengatakan terjadi penurunan toleransi warga non-muslim terhadap warga muslim, yang tercermin dari berkurangnya jumlah orang yang tidak keberatan memiliki pemimpin beragama Muslim, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Baca juga:   Apa yang Alkitab nyatakan mengenai kutuk keturunan?

Sementara itu, Setara Institut mencatat sejak tahun 2007 hingga 2018, sudah terjadi 2.400 peristiwa pelanggaran Kondisi Kebebasan/Berkeyakinan (KKB) dengan kasus terbanyak terjadi di Jawa Barat.

Yang paling sering menjadi korban adalah jemaah Ahmadiyah diikuti penganut aliran keagamaan dan umat Kristen.

‘Harus pertajam survei’

Jemaat gereja Yasmin, Renata Anggraeini menyayangkan langkah pemerintah untuk memisahkan masalah intoleransi dengan tingkat kerukunan.

Senada dengan itu, Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD), Paramadina, Ihsan Ali-Fauzi mengatakan peristiwa intoleransi seharusnya dipertimbangkan untuk menentukan angka kerukunan.

“Toleransi itu kan secara positif bisa ditafsirkan sebagai di absence of violance(ketiadaan kekerasan). Artinya kekerasannya harus diukur,” ujarnya.

Hal yang sama dikatakan oleh Direktur Riset Setara Institute Halili yang mengatakan dengan hanya menganalisa persepsi masyarakat mengenai kerukunan, kementerian cenderung menyederhanakan kondisi yang sebenarnya terjadi.

“Harusnya mempertimbangkan catatan peristiwa, kualitatif secara umum,” ujarnya.

Diah Pitaloka, anggota komisi VIII DPR, meminta kementerian agama untuk mempertajam hasil riset mereka dengan melakukan penelitian kualitatif dan memberi pertanyaan-pertanyaan yang tidak normatif pada responden.

Menurutnya hal itu penting untuk memotret kondisi kerukunan beragama yang sebenarnya terjadi di Indonesia. (BBC)

Share23SendShareTweet14Share4Share6Send
Previous Post

India akan beri status warga negara ke pendatang dengan syarat bukan Muslim

Next Post

Cita Rasa Kebangsaan Gereja-gereja di Indonesia: Catatan Evaluatif dari Tanah Humba

Next Post
Cita Rasa Kebangsaan Gereja-gereja di Indonesia: Catatan Evaluatif dari Tanah Humba

Cita Rasa Kebangsaan Gereja-gereja di Indonesia: Catatan Evaluatif dari Tanah Humba

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No Result
View All Result

Berlangganan

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru Diakonia Indonesia melalui email

Join 77 other subscribers

Tentang

Diakonia.id

Diakonia Indonesia encompasses the call to serve the poor and oppressed. Our goal is a fair and sustainable development in which living standards for the most vulnerable people are improved, and human rights. The starting point for this is the gospel with Jesus as the role model and, based on this, our policy.

Kanal

  • Analisis & Opini
  • Apologetika
  • Belajar Alkitab
  • Buku Ende
  • Buku Nyanyian
  • Denominasi
  • English Hymns
  • Gereja
  • Inspirasi
  • Internasional
  • Jiwaku Bersukacita
  • Kebangsaan
  • Keluarga & Relasi
  • Kidung Jemaat
  • Lagu Natal
  • Lagu Sekolah Minggu
  • Musik
  • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Pelengkap Kidung Jemaat
  • Redaksi
  • Renungan
  • Sejarah
  • Situs Bersejarah
  • Tokoh Kristiani
  • Umum
  • Video

Berlangganan melalui e-mail

Daftarkan emailmu untuk mendapatkan notifikasi artikel terbaru melalui email

  • Beranda
  • Menjadi Penulis
  • Kebijakan Privasi
  • Donasi
  • Hubungi Kami

© 2020 Diakonia Indonesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Redaksi
  • Daily Devotional
  • Belajar Alkitab
  • Apologetika
  • Keluarga & Relasi
  • Blog
    • Gereja
    • Denominasi
    • Tokoh Kristiani
    • Situs Bersejarah
    • Kebangsaan
    • Internasional
    • Umum
    • Analisis & Opini
    • Turn Back Hoax
  • Musik
    • Buku Ende
    • Buku Nyanyian
    • Kidung Jemaat
    • Pelengkap Kidung Jemaat
    • English Hymns
    • Jiwaku Bersukacita
    • Lagu Natal
    • Lagu Sekolah Minggu
    • Nyanyikanlah Kidung Baru
  • Our Causes
    • Donate
  • Shop
    • Shopping Cart
    • Checkout
    • My Account

© 2020 Diakonia Indonesia